Kejati Ajukan Audit Investigasi Kasus LCC

0
Bangunan LCC yang saat ini menjadi objek dugaan penyimpangan karena adanya indikasi perbuatan melawan hukum pada proses diagunkannya lahan seluas 8,4 hektar milik Pemkab Lobar itu. (Suara NTB/ars)

Mataram (Suara NTB) – Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB akhirnya melakukan gelar perkara  kasus lahan Lombok City Center (LCC). Disimpulkan sudah ditemukan indikasi unsur tindak pidana. Namun untuk memastikan kerugian negara, penyidik akan meminta dilakukan audit investigasi.

Gelar perkara kasus LCC berlangsung Jumat, 26 April 2019, dipimpin langsung Kajati NTB, Arif, SH.,MM dihadiri Aspidsus Ary Ariansyah Harahap, didampingi Kasi Penyidikan Pidsus Zulkifli dan sejumlah penyidik lainnya.

‘’Hasil gelar perkara tadi, kasus belum bisa naik penyidikan. Tapi kita masih perdalam lagi,’’ kata  Kajati kepada Suara NTB, Jumat kemarin.

Namun kesimpulan gelar parkara, ia meminta Aspidsus melibatkan auditor untuk audit investigasi. Bisa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Pada prinsipnya, dugaan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) dalam kasus ini sudah ditemukan. Penyidik mendapati indikasi pidana pada proses agunan lahan 8,4 hektar.  Namun belum menemukan indikasi kerugian negara.  ‘’Sehingga kerugian negara hanya bisa ditentukan lewat audit investigasi,’’ ujarnya.

Audit investigasi disarankan melalui BPK atau pun BPKP. Diharapkan produk audit investigasi itu bisa jadi dasar untuk Perhitungan Kerugian Keuangan Negara (PKKN). Hanya dengan menemukan kerugian negara, kasus ini bisa ditingkatkan ke penyidikan.

‘’Namanya korupsi kan tidak cukup perbuatan melawan hukum itu, harus didukung unsur lain. Seperti yang sedang kita proses ini, terkait unsur kerugian negara,’’ paparnya.

Unsur kerugian negara itu nanti akan jadi dasar untuk bisa meningkatkan status kasus menjadi penyidikan. ‘’Tinggal kepastian dari BPK atau BPKP bilang ada kerugian negara, langsung naikkan ke penyidikan,’’ ujarnya.

Sementara Aspidsus Kejati NTB Ery Ariansyah menambahkan, penyelidikan sebelumnya memperdalam terkait penyertaan modal Pemkab Lombok Barat kepada PT. Tripat. Selanjutnya, PT Tripat membuat perjanjian dengan PT. Bliss  untuk mengelola pusat perbelanjaan LCC.

Tripat menerima penyertaan modal dalam bentuk aset lahan seluas 8,4 hektar di Desa Gerimak, Kecamatan Narmada. Tapi belakangan diselidiki Kejaksaan, mencuat informasi bahwa dari total penyertaan modal lahan itu, 8,4 hektar lahan itu diagunkan.

Dari rangkaian perjanjian itu Kejaksaan juga ada dugaan skenario ketika PT. Tripat memberikan kuasa kepada PT. Bliss untuk mengagunkan lahan tersebut. Di mana, agunan relatif besar senilai Rp95 miliar.  ‘’Kami menilai ada indikasi mark up. Sehingga nanti pada jangka waktu tertentu, dapat tanah dan dapat bangunannya,” kata Aspidsus mengungkap indikasi ada modus lain di balik kerjasama itu.

Ia melihat ada peran kedua pihak, baik PT Tripat maupun pihak ketiga. Jika nanti salah satu pihak tidak bisa menebus nilai agunan, maka aset LCC seluruhnya menjadi hak milik pihak yang menerima agunan.

Sejumlah pihak sudah diperiksa untuk mendalami unsur pidana dalam kasus ini. Seperti Sekda H. Mochammad Taufik dan mantan Sekda H. Muhammad Uzair. Diperoleh keterangan, bahwa penyertaan modal hingga deviden sudah prosedural. Tapi ketika ditemukan lahan dengan status hak tanggungan diagunkan, menjadi area bidikan pihaknya.

‘’Hak tanggungan kan berlaku sampai 2023. Artinya, harusnya ada serah guna bangunan dan lahan setelah itu, atau misalnya jangka waktunya 50 tahun. Setelah itu tanah dan aset di atasnya menjadi milik Pemda. Tapi ini malah diagunkan,’’ katanya. (ars)