KPK Bongkar Setoran Bulanan Hasil Pungli di Imigrasi Mataram

0

Mataram (Suara NTB) – Mantan Kepala Imigrasi Mataram Kurniadie menjalani sidang perdana perkara suapRp1,2 miliar penghentian kasus izin tinggal WNA pengelola Wyndham Sundancer Resort Lombok. KPK membongkar borok Imigrasi Mataram. Selain penerimaan uang dari Direktur PT Wisata Bahagia Indonesia (WBI) Liliana Hidayat, Kurniadie juga rutin menerima setoran hasil pungli setiap bulan.

Jaksa penuntut umum KPK I Wayan Riana membacakan dakwaannya dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram, Rabu, 9 Oktober 2019. Sidang dipimpin ketua majelis hakim Isnurul Syamsul Arif serta hakim anggota Abadi dan Fathurrauzi. Riana mendakwa Kurniadie menerima uang suap Rp1,2 miliar dari Liliana Hidayat. Uang itu untuk menghentikan penyidikan kasus izin tinggal WNA Singapura, Manikam Katheerasan dan WNA Australia Geoffrey William Bower.

Terdakwa Mantan Kepala Seksi Intelijen dan Penindakan Keimigrasian (Inteldakim) Kantor Imigrasi Mataram Yusriansyah Fazrin menyatakan Geoffrey dan Manikam melanggar pidana. Yakni pasal 122 UU RI No 6/2011 tentang Keimigrasian. Dua WNA itu merupakan petinggi PT WBI. Manikam merupakan Manajer T-ierra Group Limited yang berbasis di Singapura, notabene perusahaan yang sahamnya dimilih penuh PT WBI. Sementara Geoffrey perwakilan PT WBI di Australia.

Negosiasi dibuka lewat kuasa hukum dua WNA itu, Ainudin dan Antonius Zaremba. Pada 3 Mei, mereka menemui Kurniadie untuk minta tolong penyelesaian kasus. Keputusan belum dibuat. Proses berlarut membuat Manikam dan Geoffrey tak sabaran. Dua WNA yang membantu mengelola Wyndham Sundancer Resort di Sekotong, Lombok Barat itu minta pakai jalan pintas.

Rencana pemberian suap mulai dibahas. Yusri meminta Liliana mengisi angka di atas kertas kosong. “Terdakwa Liliana menuliskan angka 350,” sebut jaksa KPK.

Kurniadie Terima Jatah Rp800 Juta

Yusri pikir-pikir dan meminta Liliana menunggu. Sebab angka itu masih perlu dinegosiasikan lagi dengan Kurniadie. Angka 350 itu ditolak. Kemudian pada 22 Mei 2019, Kurniadie memerintahkan Yusri menggelar perkara kasus Geoffrey dan Manikam dengan melibatkan 12 penyidik dan pengawas dari Kanwil Kemenkumham NTB.

kasus diputuskan naik ke penyidikan. Liliana menyampaikan agar perkaranya tidak dilanjutkan ke persidangan dan meminta sanksinya cukup dideportasi saja. Terdakwa menjanjikan pemberian uang kepada Kurniadie.

“Kurniadie menyetujuinya dengan menyebut 500 X 3. Yusriansyah kemudian menyampaikan kepada terdakwa yang artinya Rp500 juta dikali tiga sehingga berjumlah Rp1,5 miliar,” sebut Riana.

Menanggapi permintaan Kurniadie, Liliana minta keringanan dengan menulis 500 X 2. Setelah berdiskusi akhirnya disepakati bahwa terdakwa akan memberi uang sebesar Rp1,2 miliar.

Pada 24 Mei 2019, Liliana mulai menyiapkan uang dengan mengambil dari brankas PT WBI sebesar Rp473 juta. Bersama Geoffrey, Liliana juga mengeluarkan uang tunai dari Bank OCBC NISP Mataram sebesar Rp725 juta. Uang tersebut dimasukkan dalam dua kantong kresek hitam.

Yusri memberi Liliana instruksi untuk meletakkan kresek hitam berisi uang tersebut di dalam tong sampah di depan ruangan kerja Inteldakim. Yusri mengambil kresek pertama yang berisi Rp473 juta.

“Yusri mengambil uang sejumlah Rp300 juta diserahkan kepada saksi Ayyub untuk dibagikan kepada pegawai Inteldakim. Termasuk di dalamnya Rp80 juta untuk bagian Yusri,” kata Riana.

Sedangkan sebesar Rp173 juta dibawa Yusri untuk diserahkan kepada Kurniadie sebesar Rp75 juta dan sisanya dibagi kepada pihak Kanwil Kemenkumham NTB dan pihak lainnya.

“Pemberian sejumlah Rp75 juta itu melengkapi jatah Kurniadie sebesar Rp800 juta,” sebut Riana.

Sisa Rp2 juta yang belum dibayar. Liliana mengatakan kekurangan itu akan diberikan ketika janji deportasi ditepati pihak imigrasi. Uang Rp2 juta itu akhirnya disetor pada 25 Mei 2019 di Bandara Internasional Lombok, Tanak Awu, Praya, Lombok Tengah.

Pemberian itu dilakukan kala Geoffrey dan Manikam berangkat menuju Denpasar, Bali. Dari sana, dua WNA itu dipulangkan. Masing-masing, Geoffrey ke Brisbane, Australia dan Manikam ke Singapura.

Setoran Rutin Pungli Layanan Paspor

Riana membeberkan bahwa terdakwa Kurniadie tidak hanya menerima suap terkait penghentian kasus izin tinggal yang menjerat WNA Singapura, Manikam Katheerasan dan WNA Australia Geoffrey William Bower. Namun juga setoran pungli pelayanan paspor.

“Terdakwa menerima uang dari pungutan tidak resmi atas jasa pelayanan masing-masing seksi di Kantor Imigrasi Mataram sejak bulan Januari sampai April 2019 sejumlah Rp359,7 juta,” bebernya.

Riana mengatakan, setoran itu masing-masing dari seksi Inteldakim terkait dengan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) paspor hilang habis berlaku, BAP paspor hilang masih berlaku, dan BAP paspor rusak.

Ada pula setoran dari Seksi Statuskim terkait pelayanan perpanjangan izin tinggal. Kemudian pelayanan di Seksi Lantaskim termasuk di Unit Layanan Paspor (ULP) dan Layanan Terpadu Satu Pintu (LTSP) terkait pelayanan pembuatan paspor.

“Dengan cara yang yang terkumpul dari pelayanan dikumpulkan oleh Yusriansyah Fajrin dan I Gede Semarajaya kemudian uang tersebut diberikan kepada Kurniadie melalui transfer dan tunai,” terang Riana.

Rinciannya, transfer dari Yusri pada bulan 4 Januari dan 11 Januari sebesar Rp22,4 juta dan Rp38 juta; 8 Februari Rp28,7 juta dan 22 Februari Rp33,1 juta; 1 Maret Rp32 juta, 10 Maret Rp19 juta, 17 Maret Rp48,45 juta, 29 Maret Rp27,35 juta; dan 5 April Rp23,2 juta.

“Transfer dari Gede Semarajaya dari sejak Januari sampai Mei 2019 sebesar Rp87,5 juta,” sebut Riana.

Sementara terdakwa Yusri juga punya jatah sendiri. Riana merinci Yusri menerima setoran dari BAP paspor hilang habis berlaku, BAP paspor hilang masih berlaku, dan BAP paspor rusak.

“Seluruhnya berjumlah Rp125,4 juta sejak Januari sampai Maret 2019,” ungkapnya.

Rinciannya, selama bulan Januari Yusri memasukkan Rp85,45 juta ke dalam rekening pribadinya. Sebesar Rp38 juta diantaranya disetor ke Kurniadie. atas arahan Kurniadie juga disetor untuk M Hariyadi Rp5 juta. Sisa di rekeningnya masih Rp42,25 juta.

Kemudian, 8 Februari Yusri menerima Rp14,1 juta; 22 Februari Rp16 juta; 1 Maret Rp18 juta; 10 Maret Rp8,15 juta; 17 Maret Rp12,9 juta; dan 29 Maret Rp14 juta.

“Bahwa penerimaan uang dari pungutan tidak resmi atas pelayanan itu selain untuk terdakwa sendiri juga dibagikan kepada Kurniadie, dan untuk beberapa pegawai di Kantor Imigrasi Mataram,” terang Riana. (why)