Hakim Dikejar Waktu Sidangkan Kasus BPR

0

Mataram (Suara NTB) – Agenda tuntutan pidana terdakwa kasus korupsi penggabungan PD BPR NTB, Mutawali dan Ihwan, molor. Jaksa penuntut umum batal membacakan tuntutannya. Alasannya, jaksa belum siap.

Sidang digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram pada Senin, 24 September 2018 dibuka ketua majelis hakim, Anak Agung Ngurah Rajendra, yang kemudian mempersilakan jaksa membacakan surat tuntutan.

“Kami mohon ditunda Yang Mulia. Kami belum siap dengan tuntutannya,” kata jaksa penuntut umum, Budi Tridadi Wibawa.

Majelis hakim lantas menimbang-nimbang. Sebab penundaan agenda sidang akan semakin mengurangi efisiensi waktu. Apalagi persidangan dibatas masa berakhirnya penetapan perpanjangan penahanan terdakwa.

Akhirnya hakim memutuskan agar jaksa wajib siap membacakan tuntutannya pada Kamis, 27 September 2018 mendatang. Perpanjangan penahanan dua terdakwa bakal berakhir 20 Oktober 2018 mendatang.

“Karena hakim harus menjatuhkan vonis maksimal 10 hari sebelum penahanan habis,” kata Rajendra. Budi menyanggupi.

Penasihat hukum Mutawali, Suhartono menimpali agar memiliki cukup waktu membuat surat pembelaan alias pledoi kliennya.

“Kami minta waktu satu minggu terhitung dari hari Kamis tersebut agar fair,” tegasnya. Hakim menyetujui.

Ditemui usai persidangan, Budi mengaku tim jaksa penuntut umum memerlukan waktu untuk menyusun tuntutan. Sebab sidang terakhir digelar kurang dari sepekan yang lalu.

Dalam sidang tersebut, tak kurang dari 10 orang saksi sudah dihadirkan jaksa. Antara lain, mantan Karo Ekonomi Setda NTB, Manggaukang Raba selaku Pengarah Tim Konsolidasi PT BPR NTB.

Kemudian Direktur PD BPR Lombok Barat, H Husni selaku Sekretaris tim konsolidasi; Penanggung Jawab Tim, Abduh; Pengarah Tim, L Syamsudin.

Direktur PD BPR Mataram; Direktur PD BPR Lombok Timur; Direktur PD BPR Sumbawa; rekanan penyedia IT; dan ahli auditor BPKP Perwakilan NTB.

Jaksa penuntut umum sebelumnya mendakwa dua terdakwa melakukan korupsi dana konsolidasi PD BPR NTB menjadi PT BPR NTB, yang merugikan negara sampai Rp1,06 miliar. (why)