Terdakwa Korupsi Gadai Fiktif Pegadaian Dituntut Hukuman Berlipat

0

Mataram (Suara NTB) – Mantan pengelola Unit Pelayanan Cabang Pegadaian Tente, Bima dan Dorotangga, Dompu, Roswati dituntut penjara berlipat. Terdakwa korupsi gadai fiktif itu dituntut penjara total selama delapan tahun.

Jaksa penuntut umum (JPU), Supardin menyatakan terdakwa terbukti bersalah melakukan korupsi dengan modus gadai fiktif di kantor cabang Pegadaian Tente, Bima dan Dorotangga, Dompu selama kurun waktu Oktober 2014 sampai Juli 2016.

Terdakwa disebut JPU terbukti korupsi sesuai dakwaan pasal 2 ayat 1 juncto pasal 18 ayat 1 huruf  UU RI Nomor 20/2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31/1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

Dalam sidang tuntutan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram, Senin, 4 Desember 2017 tersebut, jaksa menuntut terdakwa dalam dua berkas terpisah. Yakni berkas dengan lokasi Pegadaian Tente pada rentang waktu 2014-2015 dan Pegadaian Dorotangga selama 2015-2016.

Untuk perkara Pegadaian Tente yang merugikan negara Rp 1,293 miliar, Supardin menuntut agar hakim menghukum terdakwa dengan pidana penjara selama empat tahun, dan denda Rp 300 juta subsidair 4 bulan kurungan.Terdakwa dalam perkara itu sudah membayar uang pengganti sebesar Rp 81 juta.

“Apabila dalam waktu satu bulan sesudah putusan terdakwa tidak membayar sisa uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 1,211 miliar maka diganti dengan pidana penjara selama dua tahun,” ujarnya di hadapan majelis hakim yang diketuai Ferdinand M Leander.

Saat menjabat sebagai pengelola Pegadaian Tente, Roswati memberikan kredit tidak disertai barang jaminan, serta gadai emas dengan nilai kadar karat yang tidak dihitung kepada 77 nasabah dengan 299 surat kredit.

Sementara untuk perkara Pegadaian Dorotangga yang merugikan negara Rp 1,06 miliar, terdakwa juga dituntut penjara selama empat tahun dalam surat tuntutan yang dibacakan jaksa penuntut umum, Marollah.

Tuntutan dendanya juga sama yakni Rp 300 juta dengan ketentuan apabila tidak dapat dibayar maka diganti kurungan empat bulan.

Untuk perkara tersebut, terdakwa sudah mengembalikan uang kerugian negara sebesar Rp 175 juta. Sehingga masih ada kekurangan pembayaran uang pengganti sebesar Rp 860 juta yang harus disetor terdakwa dalam waktu satu bulan setelah perkara diputus hakim.

“Apabila tidak sanggup dibayar maka harta terdakwa dirampas untuk negara. Apabila terdakwa tidak memiliki harta maka diganti dengan penjara selama dua tahun,” tegas Marollah.

Atas tuntutan jaksa, penasihat hukum terdakwa, Usep Syaifullah memohon kepada hakim waktu dua pekan untuk menyusun nota pembelaan. Hakim kemudian menunda sidang hingga Rabu, 13 Desember pekan depan dengan agenda pembelaan terdakwa. (why)