Mataram (suarantb.com) – Mantan Kepala BPBD Kota Mataram, Drs. H. Muharrar Azmi, MM, divonis Pengadilan Tipikor Mataram selama 1 tahun penjara dan denda Rp 50 juta subsider 2 bulan kurungan. Hal itu disampaikan dalam putusan hakim di Pengadilan Tipikor Mataram, Rabu, 10 Agustus 2016, sore tadi.
Terdakwa H. Muharrar merupakan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam proyek budidaya rumput laut tahun 2012. Pengerjaan proyek berlokasi di wilayah Pondok Perasi, Kecamatan Ampenan, dengan anggaran yang digelontorkan mencapai Rp 2,1 miliar.
Majelis Hakim yang diketuai oleh AA Putu Ngurah Rajendra, SH, M.Hum dengan hakim anggota Edward Samosir, SH dan Wari Juniati, SH, MH menilai terdakwa H. Muharrar memiliki alasan pemberat untuk dihukum. Yakni tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Sementara alasan yang meringankan yakni terdakwa sopan dalam persidangan dan melakukan pengembalian kerugian negara.
Sebelumnya Jaksa Penuntut Umum (JPU), Marollah, SH menuntut terdakwa selama 1,6 tahun penjara dan denda Rp 50 juta subsider 2 bulan kurungan. Namun putusan hakim lebih rendah dari tuntutan JPU.
Muharrar saat ditanya suarantb.com mengatakan putusan tersebut dapat diterimanya dengan bulat hati karena memang merupakan risiko. “Saya terima. Tinggal beberapa bulan lagi saya bisa bebas. Ya ini sudah menjadi risiko seorang pemimpin,” ujarnya seusai pembacaan putusan pengadilan.
Sementara kuasa hukum terdakwa, Iskandar dan I Wayan Ringge mengatakan yang berhak menentukan nilai barang adalah panitia pengadaan bukan PPK. Sehingga harusnya diproses adalah panitia pengadaan.
“Yang menentukan nilai barang adalah panitia pengadaan bukan PPK, panitia pengadaan yang mustinya dikejar,” ujar Iskandar.
Menurut Iskandar, dalam pasal 66 ayat (6) Perpres nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, mengatakan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) bukan sebagai dasar untuk menentukan besaran kerugian negara.
“Nanti orang-orang tidak berani jadi PPK, dan kenyataan banyak orang di Pemprov yang tidak mau menyampaikan harta kekayaannya supaya dia ditegur dan tidak memenuhi syarat sebagai PPK. Takut orang,” bebernya. (szr)