Inspektorat Kembali Audit Proyek Sumur Bor Mangkrak

0

Mataram (Suara NTB) – Inspektorat akan kembali melakukan audit investigasi sumur bor di Lingkungan Pakandelan Kelurahan Jempong Sekarbela. Ini menyusul tidak ada tindaklanjut temuan dilakukan oleh Dinas Pekerjaan Umum Kota Mataram.

Pembangunan sumur bor tersebut merupakan aspirasi masyarakat Lingkungan Pakandelan yang ingin menikmati air bersih. Tahun 2014 melalui dana aspirasi Dewan kemudian Dinas Pekerjaan Umum membangunkan di atas lahan milik warga dengan total anggaran Rp 195 juta.

Proyek sumur bor ini hanya bisa dinikmati masyarakat beberapa bulan. Setelah itu, tak dimanfaatkan karena kualitas air dianggap tak layak konsumsi. Sebab, air sumur bor itu berwarna kemerah – merahan dan mengeluarkan bau tak sedap.

Inspektur Inspektorat Kota Mataram, Ir. H. Makbul Ma’shum, MM., mengungkapkan, pihaknya sudah turun dan mengungkap adanya temuan terhadap proyek sumur bor milik Dinas Pekerjaan Umum. Kemudian dikeluarkan rekomendasi agar sumur bor yang mangkrak dibenahi.

“Kalau mangkrak sampai sekarang, kita turun kembali untuk mengaudit itu,” kata Makbul pekan kemarin. Audit ini secara komprehensif termasuk mendalami informasi hilangnya mesin pompa air.
Makbul menyayangkan hingga lebih dari 60 hari hasil audit Inspektorat belum ditindaklanjuti. “Kita sebenarnya sudah mengundang, mungkin masih dalam proses,” ujarnya.

Dalam waktu dekat ini, ia akan mengkomunikasikan dengan Dinas PU terkait persoalan dihadapi di lapangan.

Ditemui terpisah, Kepala Dinas Pekejaan Umum Kota Mataram, Ir. H. Mahmuddin Tura menjelaskan, pembangunan sumur bor itu sebenarnya ketika PHO atau serah terima pekerjaan tidak ada masalah. Termasuk kualitas air telah diuji oleh Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan. “Setelah berjalan tapi berubah kadar air itu,” katanya.

Ia mengakui jika ada beberapa rekomendasi dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan berkaitan degan sumur bor di Mataram. Secara keseluruhan kualitas air tidak memenuhi syarat. Lantas pihaknya tak melanjutkan program tersebut.

Proyek sumur bor di Lingkungan Pakandelan selain kualitas air, mesin pompa rusak. Ini tidak berlanjut karena tidak ada anggaran membeli mesin pompa. “Satu mesin pompa harganya Rp 15 juta. Sementara, anggaran untuk itu tidak ada,” sebutnya.

Sebenarnya diharapkan, bantuan itu dikelola masyarakat dan dipelihara. Mahmuddin enggan mengomentari alasan belum menindaklanjuti LHP Inspektorat. “Nanti saya pelajari dulu,” demikian katanya. (cem)