Banyak Kades Tersangkut Hukum, Tiga Komponen Pengontrol Dana Desa Belum Optimal

0

Mataram (suarantb.com) – Banyaknya kasus penyalahgunaan angaran desa yang berbuntut pada permasalahan hukum, menjadi perhatian bersama. Baru-baru ini, Kepala Desa (kades) Lekor, Lombok Tengah, divonis Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Mataram hukuman 2,5 tahun penjara. Hal tersebut disebabkan, Anwar Haris selaku Kades Lekor terbukti melakukan korupsi Alokasi Dana Desa (ADD) dan beras miskin (raskin) tahun anggaran 2014.

Hal yang sama juga dialami Kades Landah, Lombok Tengah. Ia ditahan Kejari Praya karena diduga melakukan korupsi ADD dan Bantuan Langsung Tunai (BLT) tahun 2014 dan 2015. Itu hanya dua contoh dari deretan kasus korupsi level desa di NTB.

Menyikapi maraknya kades yang tertangkap melakukan korupsi, menurut Guru Besar Fakultas Hukum (FH) Universitas Mataram (Unram), Prof. Dr. H. Zainal Asikin, SH, SU, disebabkan karena tiga komponen dalam mengontrol anggaran desa masih belum berjalan dengan baik.

Ketiga komponen yang dimaksud yaitu, SDM aparatur desa, kinerja pendamping desa, serta pengawasan oleh masyarakat desa sendiri. Jika ketiga komponen tersebut berjalan dengan baik, menurut Zainal Asikin, permasalahan-permasalahan dalam lingkup desa, khususnya terkait anggaran desa akan menurun.

“Kalau soal pengelolaan keuangan biasanya faktor manajerial. Harus ada pelatihan terhadap aparatur desa dalam mengelola keuangan desa. Sehingga tidak terjadi kesalahan administrasi yang berbuntut pada kasus korupsi,” ujarnya saat ditemui, Sabtu, 29 Oktober 2016.

“Kemudian, peran pendamping desa. Seharusnya dikontrol betul, jangan sampai aparatur desa keluar dari programnya. Harus didampingi tenaga yang profesional di bidang pengelolaan keuangan. Sehingga desa tertib administrasi,” imbuhnya.

Zainal Asikin mempertanyakan sejauh mana peran pendamping desa dalam mendamping aparatur desa mengelola keuangan desa. “Persoalannya kan di tingkat desa belum ada yang mampu mengelola keuangan dari pendekatan manajemen administrasi keuangan,” sambungnya.

Ia berharap pemerintah dapat terus memberikan pelatihan terhadap pihak-pihak yang memiliki kewenangan dalam mengelola keuangan desa. Juga terhadap pendamping desa.

Sementara dalam pemerintahan desa yang dekat dengan kontrol masyarakat, Zainal Asikin berharap agar masyarakat lebih antusias dalam mengawasi serta melaporkan penyimpangan yang terjadi dalam proyek pembangunan desa. Khususnya dalam pengelolaan anggaran desa.

“Masyarakat juga harus betul-betul mengontrol tindakan aparat desa. Kalau masyarakat diam, permasalahannya akan bertumpuk terus. Sehingga menjadi permasalahan yang panjang nantinya,” jelasnya.

Penyimpangan dalam pembangunan desa dapat secepatnya tercium. Hal tersebut karena pemerintahan desa secara langsung dapat diawasi oleh masyarakat desa sendiri. Karena, ruang lingkup yang menyatu dengan masyarat desa sendiri. Oleh karena itu, kontrol dari masyarakat dalam mengawasi proyek desa sangat dibutuhkan dalam mengawal pembanguanan desa. Sehingga, kabar terkait kades yang dikerangkeng penegak hukum tidak lagi terdengar. (szr)