Mataram (Suara NTB) – Sebanyak 25 kepala keluarga (KK) di Lingkungan Lendang Kelor, Kelurahan Sayang – sayang menuntut janji pemerintah merealisasikan perbaikan rumah mereka yang rusak karena gempa. Masalahnya, sampai saat ini tak satu pun warga masuk daftar penerima bantuan.
Pasiah (53), korban gempa, Kamis, 16 Mei 2019 duduk di depan teras rumahnya sambil melipat baju. Perhatiannya terpecah ke arah bara api dari kompor gas yang ditaruh persis di samping kirinya. Sesekali, ia terlihat membuka tutup panci memastikan kue sedang dimasak matang sempurna.
Rumah yang ditempati puluhan tahun retak hampir di seluruh bagian. Pasiah bersama anak dan cucunya tak berani menempati. Gempa bermagnitudo 7 skala richter masih melekat diingatannya. Ia berlari menyelamatkan diri tanpa berpikir apa – apa.
Selama tiga bulan, ia memilih tinggal di luar rumah. Dinding kamar, dapur serta ruang lainnya retak. Pasiah khawatir gempa susulan merobohkan rumahnya. “Tiga bulan saya ndak berani tinggal di dalam rumah,” tuturnya.
Tinggal di tenda pengungsian dengan serba terbatas tak mengenakkan bagi Pasiah. Ia pun harus berbagi makanan bersama tetangga dan sanak keluarganya. Bantuan hanya diperoleh dari para calon legislatif. Selebihnya, Pasiah dan korban lainnya mencari sisa makanan yang ada di rumah. “Ndak ada bantuan pemerintah kita terima,” kenangnya.
Rumah miliknya berdiameter sekitar 5×4 meter sempat didata oleh petugas kelurahan dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah. Pasiah menyerahkan fotokopi kartu keluarga, KTP dan perlengkapan administrasi lainnya. Sampai saat ini, bantuan tak kunjung diterima.
Yang membuatnya kecewa, fotokopi dokumen diserahkan ke petugas bersama 24 kepala keluarga lainnya di Lingkungan Lendang Kelor, justru ditemukan di penjual bumbu masakan. “Saya kaget kok dokumen yang pernah saya serahkan bisa di penjual bumbu masakan,” timpalnya.
Ibu tujuh orang anak ini menuntut janji pemerintah terhadap rencana perbaikan rumah miliknya. Pasalnya, sampai saat ini tidak ada tindaklanjut apapun dari kelurahan maupun kecamatan.
Muldan (46), tetangga Pasiah juga mengalami hal serupa. Dinding rumah retak dan nyaris roboh. Anehnya, ia tidak masuk daftar penerima bantuan perbaikan rumah dari pemerintah. Padahal petugas telah mengecek langsung dan mengambil gambar. “Kita sudah didata tapi tidak ada tindakalan apa – apa selanjutnya,” protesnya.
Persoalan ini berungkali disampaikan ke kelurahan. Namun, kelurahan tak memberikan jawaban pasti terhadap perbaikan rumah miliknya. Sementara, Muldan bersama anak dan istrinya takut menempati rumahnya. “Ndak berani kita tidur di dalam,” ucapnya.
Kepala Lingkungan Lendang Kelor, Azami membenarkan adanya tuntutan warga tersebut. Mereka tidak terima karena pemerintah telah menjanjikan tetapi tidak ada realisasi. Parahnya, data 25 KK tidak masuk sebagai penerima bantuan. “Sudah saya cek ke Perkim dan kecamatan, ndak ada. Sekarang ini saya diprotes warga,” ucapnya.
Dia justru mengkhawatirkan masyarakat berlaku anarkis. Beberapa kali, mereka ingin melakukan demonstrasi ke kelurahan. Tetapi berusaha dibendung dan berikan masukan untuk menahan diri.
Wakil Walikota Mataram, H. Mohan Roliskana sebelumnya mengaku, ada protes disampaikan kepala lingkungan di Kelurahan Sayang – sayang terhadap rencana perbaikan rumah kategori sedang dan ringan. Pasalnya, mereka telah didata tapi tidak masuk sebagai penerima bantuan.
“Ada kaling yang lapor karena warganya protes belum mendapatkan bantuan,” jawab Mohan. Oleh karena itu, anggaran Rp200 miliar yang mengendap sangat disayangkan tidak bisa dipakai. Dana itu bisa dimanfaatkan termasuk memperbaiki rumah rusak kategori sedang dan ringan. (cem)