Pelayanan Prima Sejak Menit Pertama

0
Awanadhi Aswinabawa dan Dewantoro Umbu Joka dan Ainuddin (Suara NTB/ars)

Mataram (Suara NTB) – Dalam bisnis pariwisata, pelayanan yang prima adalah harga mati. Wisatawan harus dilayani dengan baik sejak menit pertama tiba di NTB. Namun, pelayanan prima tak semudah pengucapkannya. Ia merupakan kombinasi dari berbagai hal. Dari pelayanan ke-Imigrasi-an ringkas dan cepat, kebersihan destinasi hingga paket wisata yang bersahabat.

Ketua Gabungan Industri Pariwisata (GIPI) Provinsi NTB, Awanadhi Aswinabawa menegaskan, pelayanan yang prima menjadi salah satu kunci untuk melejitkan kembali performa sektor pariwisata NTB.

Ia menegaskan, ini tidak hanya menjadi tugas para pelaku industri pariwisata. Lembaga pemerintah yang memiliki korelasi dengan pelayanan terhadap wisatawan juga memiliki tanggung jawab untuk memberikan pelayanan prima ini.

Pelayanan yang lambat merupakan salah satu faktor yang bisa membuat wisatawan merasa tidak nyaman. Sebab, bagaimanapun wisatawan tentu ingin menghabiskan lebih banyak waktu untuk berwisata ketimbang mengurusi hal-hal prosedural yang terlalu rumit.

Fenomena inilah yang mengemuka saat sejumlah pelaku wisata mengeluhkan pelayanan keimigrasian di Bandara Internasional Lombok baru-baru ini. ‘’Di menit pertama mereka mendarat (di bandara), pramugari semuanya sudah ngomong, sudah cakep tuh. (Tapi) ngantre nih, dua jam ngantrenya,’’ kata Awan.

Awan meyakini,diperlukan tindakan nyata untuk membenahi pariwisata NTB pascabencana gempa beberapa waktu lalu.  Seluruh pihak perlu bergerak secara simultan dalam waktu yang singkat ini untuk membenahi pariwisata di NTB.

Menurutnya, masih ada semangat yang tumbuh di kalangan pelaku pariwisata NTB. Semua pihak berbicara harapan. Namun, menurutnya harapan itu harus dibarengi aksi nyata. ‘’Poinnya adalah kita perlu bergerak secara simultan semuanya itu. Semua dari kita, kita perlu bergerak dalam waktu yang pendek yang singkat ini,’’ ujar Awanadhi.

Ia menjelaskan, fakta yang dilihat pada semester pertama tahun 2017 dibandingkan semester pertama tahun 2018, dari sisi maskapai penerbangan (airlines) mengalami kenaikan. Ia mencontohkan  maskapai AirAsia mengalami kenaikan 4 persen, mengingat ada tiga penerbangan per hari dari Kuala Lumpur, Malaysia ke Lombok. Dari tiga penerbangan itu, kurang lebih mencapai 600 kapasitas, dengan rata-rata load factor kurang lebih di angka 85 sampai 90 persen.

Fakta lainnya, okupansi hotel atau tingkat hunian hotel yang ia lihat di Senggigi dan Trawangan di semester pertama dibandingkan semester kedua mengalami kenaikan hampir 11 persen. Terkait penerbangan  AirAsia, persentase penumpang domestik dan Warga Negara Asing (WNA) mulai bergeser.

“Saya ingat ketika kita awal mulai AirAsia, kurang dari 10 persen WNA, sisanya TKI semua. Sekarang mulai berubah. Jadi ada semangat optimisme di situ, nah ini mesti kita sikapi dengan betul,’’ katanya.

Tantangan ke depan yaitu pada high session. Maskapai seperti Garuda dengan load factor atau faktor muat penumpang sebesar 80 persen dari entry point di Jakarta dan kota lainnya, berarti ada siswa 15 persen kursi.

‘’Kita bisa dikasihkan lima persen itu untuk pakai lowest promo fair begitu maksudnya, ndak minta gratis. Kita butuh persepsi orang bahwa (penerbangan) ke Lombok ternyata murah,’’ katanya.

Selain itu yang menjadi PR bersama terkait dinamika permasalahan di bandara. Ke depan perlu diundang otoritas bandara untuk membahas dinamika di sana. Jangan sampai masalah pelayanan yang lama membuat wisatawan menjadi kesal, seperti pelayanan konter Imigrasi yang relatif lama.

‘’Tingkat on time performance kita di sini salah satu yang paling jelek, akhirnya kita delay. Penerbangan internasional delay-nya kita kebanyakan disebabkan faktor eksternal seperti itu. Karena proses ke-Imigrasi-an yang terlalu lama, harusnya bisa kita laksanakan (memperbaiki),’’ katanya.

 

Paket yang Bersahabat

Arus kunjungan wisatawan ke NTB saat ini memang mulai naik. Diharapkan, pada Juni nanti kenaikan bisa mencapai 80 persen.  Oleh karena itu, menurut Awanadhi, pelaku pariwisata mesti bersiap diri menjelang tren ini.

‘’Produk dan layanan kita dipastikan menjadi bagus. Waktu kita untuk berbenah dan sekarang ini buat yang namanya paket super promo, paket yang buat orang ndak bisa bilang ndak, saking murahnya,’’ sarannya.

Keinginan untuk membuat paket yang bersahabat tersebut juga diamini oleh Ketua Association of The Indonesian Tours and Travel Agencies (Asita) NTB, Dewantoro Umbu Joka.

Ia mengemukakan, saat ini harga tiket pesawat yang mahal serta pengenaan bagasi berbayar menjadi tantangan bagi pelaku pariwisata di NTB. Hal ini harus disiasati agar bisa bertahan pascagempa. Pelaku pariwisata perlu memberikan diskon ke wisatawan, agar tertarik berkunjung ke Lombok.

Dewantoro menegaskan, diskon tersebut bisa saja berupa tambahan waktu menginap. Ini akan menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Kondisi saat ini, wisatawan berpikir panjang untuk berkunjung ke Lombok. Selain, tiket maskapai mahal, juga kebijakan pengenaan tarif bagasi berbayar menjadikan tamu berpikir dua kali untuk liburan.

Dia membandingkan penerbangan ke luar negeri dari Jakarta – Bangkok, jauh lebih murah dibandingkan Jakarta – Lombok. Tarif Jakarta – Bangkok hanya Rp1,2 juta dengan perjalanan selama tiga jam. Sementara, Jakarta – Lombok biaya tiket Rp1,5 juta dengan perjalanan satu jam lebih.

“Kalau begini lebih baik mereka liburan ke Bangkok,” katanya mencontohkan.

Persoalan demikian menurut Dewantoro, perlu dicarikan solusi jangka panjang. Supaya kunjungan wisatawan pascagempa kembali normal. Tinggal pelaku pariwisata menentukan segmentasi pasar mereka. Apakah menyasar pasar menengah ke bawah atau sebaliknya.

Asita, tambahnya, menaruh harapan dengan dibukanya penerbangan Lombok – Perth oleh maskapai penerbangan AirAsia. Ini akan memacu kunjungan wisatawan mancanegara ke Lombok. Akan tetapi, perlu dipikirkan kembali bagaimana mengembangkan pariwisata di kota. Berbeda halnya dengan resort yang menjadi incaran wisatawan mancanegara.

“Kita harapkan AirAsia bisa membantu,”harapnya.

Dewantoro melihat, pelaku pariwisata di NTB, memiliki kemampuan mumpuni melayani dan memberikan pelayanan bagi wisatawan domestik maupun mancanegara.

Memulihkan Kepercayaan

Ketua DPP Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) NTB, Ainuddin menegaskan, industri pariwisata merupakan bisnis trust. Karena itu menjaga dan merawat kepercayaan pasar merupakan kunci keberhasilan dan kemajuan dalam pembangunan indutstri pariwisata. Di tengah lesunya kondisi pariwisata NTB pascabencana, pemerintah daerah dan stakeholder terkait dituntut supaya mampu merancang strategi membangun kembali persepsi bahwa pariwisata NTB telah aman.

Ainuddin mengutarakan, sebelum dilanda gempa bumi, kondisi pariwisata NTB cukup baik. Hal itu terlihat dari kuantitas kunjungan wisatawan yang cukup besar. Namun, bencanamembawa pengaruh yang cukup besar terhadap industri pariwisata. Angka kunjungan langsung menurun drastis, dan hingga saat ini masih belum bisa kembali pada angka normal.

‘’Disebutkan Lombok lebih cepat recovery dari pada Bali, benar kalau dalam bentuk kegiatan dan usaha. Tetapi secara realita sebenarnya tidak.  Recovery dalam bentuk trust itu belum. Trust pariwisata kita belum kembali, kenapa? Karena ini berkaitan kuat dengan persepsi yang merupakan gambaran wisatawan tentang NTB pascabencana,’’ papar Ainuddin.

Selain peristiwa bencana yang telah menggerus kepercayaan wisatawan akan keamanan mereka untuk berkunjung ke NTB. Masih banyak juga persoalan lain yang tidak kalah besar pengaruhnya dalam membentuk persepsi negatif wisatawan tentang pariwisata NTB.

Salah satunya terkait dengan peristiwa-peristiwa kriminalitas yang tidak sedikit dialami oleh wisawatan. Hal ini telah memberikan dampak traumatis yang mendalam kepada wisatawan.

Menurut Ainuddin, dalam membangun persepsi pasar tentang pariwisata NTB, keberadaaan Sumber Daya Manusia (SDM) memegang peranan sangat vital. Sebab, menurutnya, sehebat apapapun destinasi wisata yang dimiliki. Namun jika SDM yang dimiliki tak punya kemampuan yang cukup untuk “menjual” potensi pariwisata yang dimiliki, maka industri pariwisata sangat mustahil akan maju dengan pesat.

‘’Saya setuju dengan pembenahan destinasi, tetapi yang tidak kalah penting juga adalah pembenahan SDM. Sebab pengelolaan pariwisata ini adalah pengelolaan manusia dengan atas dasar persepsi tadi. Misalnya pelayanan kepada wisatawan yang tidak baik, akan menciptakan persepsi yang buruk, yang kemudian berkembang. Sehingga orang akan tidak percaya lagi untuk berkunjung ke NTB,’’ katanya.

Ia mencontohkan, keberadaan dari Tour Tracking Operator (TO) di kawasan wisata Gunung Rinjani. Ada indikasi oknum guide melakukan praktik ilegal sehingga pelayanan yang diberikan kepada para wisatawan tidak profesional. Mereka melakukan praktik sebagai pemandu wisatawan tidak memiliki legalitas dan sertifikasi. Sehingga kemudian tidak heran banyak peristiwa hal-hal yang tidak harapkan terjadi.

‘’Kenapa mereka ini bebas, karena selalu berikan kelonggaran. Kepada mereka kita semua tidak punya kuasa kecuali pemerintah. Untuk itu kita harapkan dipangkas semua, karena itu merusak persepsi pariwisata kita.’’

Keberadaan oknum guide ilegal ini sebut Ainuddin memberikan daya rusak yang sangat hebat terhadap persepsi orang tentang pariwisata NTB. Semua orang dengan mudahnya bisa mengaku menjadi pramuwisata, meskipun tanpa memiliki keterampilan. Karena itu ia mengharapkan, pemerintah untuk melakukan pengetatan dengan membuat kebijakan regulasi.

Di tengah melambatnya industri pariwisata NTB pascabencana, untuk bisa kembali cepat bangkit, menurut Ainuddin perlu hadirnya kepemimpinan yang kuat. Kepemimpinan yang menentukan arah dan mendorong semua pemangku kepentingan bergerak membangun kembali pariwisata NTB.

‘’Dalam kondisi saat ini, perlu ada leadership yang kuat untuk melakukan pembenahan. Kira-kira apa yang akan kita lakukan untuk mendorong kebangkitan kepariwisataan kita. Kalau akhlak leadership itu datang dari atas ke bawah, karena dia menjadi pimpinan dan panutan, tetapi kalau ide itu datang dari bawah ke atas. Karena secara konseptual pemerintah itu adalah bapak, dia jadi panutan,’’ katanya.

Menurut Ainuddin, pascabencana gempa bumi, pariwisata NTB membutuhkan ide atau gagasan yang orisinil dan kuat untuk segera pulih. Ide itu bisa berasal dari pemerintah sendiri maupun juga dari pelaku dan pengusaha pariwisata. (tim)