Tanpa Pendampingan, Masyarakat Lingkar Hutan Hanya Dijadikan Sasaran Proyek

0

Mataram (suarantb.com) – Program-program pengembangan sumber daya manusia (SDM) yang dibuat pemerintah selama ini terkesan hanya menghabiskan anggaran saja. Masyarakat lingkar hutan hanya dijadikan sasaran program tanpa pendampingan lebih lanjut.

Hal tersebut disampaikan Kepala Seksi P3H KPHL Rinjani Barat, Teguh Gatot Yuwono pada diskusi terbatas Suara NTB dengan tema “Pembalakan liar dan Penanganan Kekeringan di NTB” Sabtu, 8 Oktober 2016.

Menurutnya, fungsi SKPD terkait sebagai pemberi solusi atas masalah yang ada di tengah masyarakat lingkar kawasan hutan agar lebih produktif tanpa merusak hutan yang telah ada terkesan sebatas merealisikan program tanpa ada pendampingan lebih lanjut. Seperti bagaimana menjaga dan melanjutkan program yang sudah dilaksanakan tersebut.

“Eksistensi pemerintah beberapa tahun terakhir ini tidak maksimal. Masyarakat seolah menjadi objek dari proyek dan tidak ada pendampingan dari Dinas Kehutanan ketika proyek sudah dilakukan,” ujarnya.

Menurut Teguh, sangat penting melakukan pendampingan kepada masyarakat pascadirealisasikannya program tersebut oleh pemerintah. Pasalnya tujuan dari sebuah program adalah membangun kesadaran masyarakat lingkar kawasan hutan supaya lebih produktif selain mendorong mereka terus menjaga dan melestarikan hutan untuk kehidupan generasi yang akan datang.

“Selama ini kegiatan pemerintah pusat seolah dipaksakan. Ada wilayah yang tidak cocok dijadikan HKm (hutan kemasyarakatan) tetapi dipaksa menjadi HKm. Setelah izin HKm dan HTR (hutan tanaman rakyat) yang kita lupakan adalah membina masyarakat,” ujarnya.

Ia juga menyatakan, hal lain yang sangat mengkhawatirkan saat ini adalah fakta di lapangan yang menunjukan 50 persen sumber mata air yang ada di KPHL Rinjani Barat telah lenyap dalam kurun waktu empat tahun terakhir.

Di sisi yang lain tiingginya angka kemiskinan yang mencapai 40 persen pada masyarakat lingkar hutan menunjukan, betapa pemerintah gagal memberikan kesejahteraan yang nyata dengan program-program yang sudah dilaksanakan.

Teguh menambahkan, program-program yang ada saat ini harus dievaluasi ulang. Karena tujuan utama dari program pemerintah harusnya menyasar inti persoalan yang sebenarnya.

Selain itu, lanjut Teguh, belum dimanfaatkannya kearifan lokal yang ada di masyarakat sebagai bagian integral dari program besar pemerintah juga menjadi hambatan lain dari penanggulangan yang dimaksud. Karena menjaga hutan tidak terlepas dari warga yang ada di sekitarnya.

“Selain menangani pra kejadian, juga harus diingat pasca kejadian. Desa dengan kearifan lokalnya juga harus dilibatkan dalam pelestarian hutan. Tidak hanya dengan cara represif seperti yang sering dilakukan selama ini,” ujarnya.

Hal tersebut masih diperparah oleh fakta bahwa oknum yang menjadi aktor kunci penebangan hutan di NTB hanya segelintir orang. Sementara dampak yang diakibatkan begitu besar, baik terhadap kualitas hidup masyarakat, juga kualitas tanah dan iklim NTB dan Indonesia secara umum. (ast)