Kawasan Kumuh di Kota Bima Capai 83,82 Hektar

0
ilustrasi Rumah Kumuh (Suara NTB/dok)

Kota Bima (Suara NTB) – Kepala Badan Perencanaan Pembanguna Daerah dan Litbang (Bappeda dan Litbang) Kota Bima, Drs. H. Fakhrunraji ME, mengatakan luas kawasan kumuh di Kota setempat mencapai sekitar 83,82 hektar.

Hal itu disampaikannya dalam acara serah terima hasil Bantuan Pemerintah Masyarakat (BPM) tahun 2019 Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) kepada enam Kelurahan. Acara itu juga dihadiri Wakil Walikota Bima Feri Sofiyan SH, Senin, 13 Januari 2020.

Berdasarkan SK Kekumuhan lanjutnya, luas area perkumuhan di Kota Bima tahun 2018 mencapai sekitar 310 hektar. Pada tahun 2019 sudah menuntaskan kekumuhan 226,19 hektar.“Sehingga totalnya sekarang masih tertinggal sekitar 83,82 hektar,” katanya.

Menurutnya melalui Program KOTAKU tahun 2019 ada sekitar 42,13 hektar kawasan kumuh yang ditangani. Tersebar pada enam kelurahan, seperti Panggi, Rontu, Nitu, Oi Fo’o, Lelamase dan Kelurahan Nungga. “Total anggaran yang dikucurkan sebanyak Rp8 miliar,” katanya.

Dalam menuntaskan tahun 2020 lanjutnya, akan dikonsentrasi dua hal, yakni skala kawasan dan DAK Terintegrasi. Bappeda dan Litbang setempat telah mempersiapkan wilayah Dana Traha dan Spaga untuk Skala Kawasan. “Sementara untuk wilayah Dak Terintegrasi ada empat kelurahan, yakni Kelurahan Tanjung, Dara, Nae dan Paruga,” katanya.

Sementara Wakil Walikota Bima, Feri Sofiyan menegaskan kehadiran program KOTAKU bukan untuk Pemerintah atau untuk orang-orang tertentu. Namun untuk semua pihak, pemanfaatannya juga bagi masyarakat yang berada di lingkungan setempat.

“Program ini tidak lain dan tidak bukan tujuannya untuk memanusiakan kita semua. Bagaimana pembangunan bisa dirasakan langsung oleh masyarakat,” katanya.

Disamping itu, Feri mengingatkan seluruh Lurah agar betul-betul memperhatikan asas manfaat dana Kelurahan. Melakukan usul dan saran dengan seluruh elemen masyarakat di tingkat Kelurahan mulai dari LPM, Karang Taruna, RW hingga RT. “Libatkan semua membahas skala prioritas yang harus dilakukan di tingkat Kelurahan masing-masing. Tanyakan kebutuhan masyarakat yang menjadi skala prioritasnya,” pungkasnya. (uki)