Ekspor Gula Merah NTB Terganjal Sertifikat Organik

0

Mataram (Suara NTB) – Gula aren yang diproduksi di NTB belum memenuhi standar untuk diekspor ke luar negeri. Persoalan utamanya, karena belum mengantongi sertifikat organik.

Sertifikasi organik merupakan bentuk jaminan pemerintah, bahwa produk gula kelapa tidak dihasilkan dengan menggunakan proses yang terkontaminasi material kimia. Bahkan, sejak proses penanamannya harus menggunakan pupuk organik.

Sertifikat inilah yang diminta harus ada oleh para pembeli dari luar negeri. Ketua Asosiasi Aren Indonesia (AAI) Provinsi NTB, H. Mustaan mengaku untuk mendapatkan sertifikat tersebut dibutuhkan biaya yang tidak sedikit.

“Infonya yang terbaru, minimal Rp 200 juta baru dapat sertifikat organik,” kata Mustaan kepada Suara NTB di Mataram, Kamis, 12 Oktober 2017.

Potensi gula aren di NTB begitu besar. khususnya di Kabupaten Lombok Barat, petani sudah mampu memproduksi hingga 2,5 ton seminggu. Sementara untuk gula merah semut, saat ini produksinya hanya mampu mencapai 1 ton seminggu.

“Ini baru produksi yang buat. Yang tidak buat gula merah masih banyak,” kata H. Mustaan.

Sertifikat organik ini menjamin produksi gula merah dapat dikirim ke berbagai negara. Apalagi, permintaan dari luar negeri angkanya tidak kecil.

Para produsen gula merah ini sebenarnya sangat berharap dapat menggarap pasar yang lebih luas. Sayangnya, karena biaya yang harus disiapkan untuk mendapatkan sertifikat organik menjadi hambatan keinginan tersebut.

Bila menyiapkan sendiri biaya tersebut, H. Mustaan mengatakan tentu tak mungkin. Karena itu, kendala yang dihadapi ini pernah disampaikannya kepada dinas yang membidangi. Dengan harapan mendapat dukungan.

Selain sertifikat organik, persoalan lainnya adalah masih tingginya kadar air gula yang diproduksi oleh para petani. Ketentuan internasional, kadar air maksimal 3 persen. Namun karena dibuat secara manual, kadar air saat ini bahkan mencapai 4 persen.

Untuk standarisasi kadar air ini, tentu diperlukan peralatan produksi yang modern. Serta didukung mesin pengovenan untuk mengurangi kadar airnya. “Kita belum ada yang miliki mesin oven. Untuk mengurangi kadar air belum bisa,” katanya lagi.

Mengapa ia juga tertarik menggarap pasar internasional ini? H. Mustaan mengatakan karena potensi harga jual yang lebih tinggi tentunya. Tetapi karena keterbatasan sarana dan prasarana pendukung, produksi masih untuk memenuhi kebutuhan gula merah di tingkat lokal (pasar tradisional). (bul)