Potensi Pajak Angkutan Daring Sulit Didata

0

Mataram (Suara NTB) – Kepala Dinas Perhubungan NTB, Drs. L. Bayu Windiya, MM., mengaku masih kesulitan mendata kendaraan transportasi berbasis daring yang masih beroperasi. Kendati, pemerintah telah meminta mereka untuk menunda operasional sampai penyelenggaraannya memenuhi Permenhub 26 tahun 2017.

Bayu pun menganggap pengusaha angkutan umum daring atau berbasis aplikasi lamban mengurus perizinan agar mereka bisa beroperasi legal. Kendati pengusahanya telah menyanggupi mengurus izin-izin dimaksud di daerah.

Pemprov NTB hingga saat ini belum memastikan tindakan tegasnya terhadap operasional secara illegal kendaraan-kendaraan berbasis layanan jasa daring yang memicu aksi penertiban yang dilakukan pengemudi kendaraan offline di Lombok Internasional Airport.

L. Bayu mengatakan, pemerintah daerah ingin memberikan situasi yang sama antara pengusaha angkutan umum konvensional dengan yang daring, sehingga tercipta persaingan bisnis yang sehat. Walaupun proses perizinan oleh pengusaha angkutan umum berbasis aplikasi belum dirampungkan tanpa alasan yang jelas.

Lebih jauh dikatakan, angkutan berbasis aplikasi harus mengikuti ketentuan perundang-undangan, termasuk melaksanakan kewajiban membayar pajak kepada pemerintah. Namun upaya menagih kewajiban tersebut saat ini belum bisa dilakukan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

Hal itu karena belum ada data yang valid tentang jumlah armada. Ia juga belum bisa memastikan besaran nilai potensi pajak yang hilang akibat adanya operasional angkutan umum daring yang belum mendapatkan izin beroperasi.

“Untuk sementara, kami tetap persuasif. Nanti ada saatnya bersama dengan polisi untuk mengambil tindakan tegas. Memang agak sulit didata, karena bentar-bentar muncul, bentar-bentar hilang. Ini yang membuat kita kesulitan,” ujarnya.

Sebelumnya, Gubernur NTB, Dr. TGH. M. Zainul Majdi, juga menegaskan akan memperlakukan kebijakan yang sama antara transportasi darat daring dengan konvensional. Pemerintah hadir sebagai fasilitator agar tidak ada perbedaan dalam memberikan perlakuan terhadap sesama pengusaha moda transportasi darat, baik berbasis aplikasi maupun konvensional.

Gubernur mengharapkan, agar jangan karena layanan jasa ini beroperasi secara daring, lantas pembayaran pajak dan uji kelaikan kendaraan diabaikan. Karena akan berdampak kepada pemerintah daerah dan konsumennya.

Ketua DPP Organda Adrianto Djokosoetomo pada Mukernas Organda yang baru saja di laksanakan di Mataram sebelumnya juga eksistensi transportasi daring. Keberadadaan memicu transportasi offline semakin tak berkutik.

Terbukti di Jakarta, dari sebanyak 27.000 jumlah kendaraan konvensional pada tahun 2014, saat ini yang masih bertahan hanya 10.000 unit. Harapannya jangan sampai hal ini akan terjadi lebih massif di daerah.

Bahkan Organda melakukan perhitungan, keberadaan transportasi daring ini secara nasional memicu hilangnya pendapatan negara sebesar Rp 1,6 triliun. Akibat menguapnya pajak badan, pajak PPh karyawan, PNBP yang seharusnya dibayar. (bul)