Ekonomi dan Kesejahteraan Masyarakat NTB Menurun

0

Mataram (Suara NTB) – Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTB menyampaikan kondisi perekonomian provinsi ini setelah dipotret. Salah satu persoalan yang ditemukan adalah menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat.

Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTB, Prijono dan tim menyajikannya dalam Kajian Ekonomi Regional (KER) yang disampaikan Senin, 12 Juni 2017 kemarin. Secara umum dipaparkan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTB triwulan I 2017 terkontraksi (melambat) sebesar 4,18 persen (yoy), setelah pada triwulan sebelumnya tumbuh positif 3,77 persen (yoy). Kontraksi ekonomi Provinsi NTB pada triwulan I 2017 berkebalikan dengan ekonomi nasional yang mampu tumbuh sebesar 5,01 persen (yoy).

Di luar sektor pertambangan, ekonomi Provinsi NTB triwulan I 2017 tumbuh sebesar 4,59 persen (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 5,05 persen (yoy).

Menurut Prijono, terkontraksinya perekonomian NTB pada triwulan I 2017, berdampak pada menurunnya beberapa indikator kesejahteraan masyarakat. Indikator Nilai Tukar Petani (NTP) menunjukan penurunan.

Hingga Bulan April 2017, Indeks NTP Provinsi NTB mencatatkan angka 104,02, atau tumbuh 0,42% (yoy). Angka indeks tersebut lebih rendah dibandingkan angka indeks pada akhir tahun 2016 yang tercatat sebesar 106,56. Secara umum pertumbuhan NTP terus menunjukan tren perlambatan. Penurunan NTP yang paling dalam terjadi pada NTP Padi Palawija diikuti NTP Perkebunan dan NTP Hortikultura, sedangkan NTP Ternak dan NTP Nelayan menunjukan pertumbuhan positif.

Jika dilihat per sub komponen, Indeks yang Diterima petani mengalami penurunan, sebaliknya Indeks yang dibayar petani mengalami peningkatan sebagai indikasi meningkatnya tingkat konsumsi masyarakat dan harga barang.

Pergerakan nilai tukar petani, menurut Prijono berkorelasi cukup kuat dengan penduduk miskin, karena sebagian besar penduduk miskin bekerja di sektor pertanian.

Upaya untuk meningkatkan pendapatan petani dan menjaga harga komoditas tetap terjangkau akan berdampak positif dalam hal meningkatkan NTP, yang pada akhirnya akan membantu menurunkan angka kemiskinan di Provinsi NTB.

Di sisi lain, indikator ketenagakerjaan yaitu tingkat pengangguran menunjukkan tren menurun. Meski begitu, tingkat pekerja setengah menganggur di tengah kondisi ekonomi yang terindikasi menurun perlu diwaspadai sebagai potensi risiko dalam menambah jumlah tingkat pengangguran terbuka.

Survei Konsumen (SK) Bank Indonesia juga mengkonfirmasi penurunan indikator kesejahteraan tersebut dengan menunjukan optimisme konsumen dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang menurun, terutama disebabkan oleh menurunnya penghasilan masyarakat.

Persentase tingkat pengangguran di Provinsi NTB posisi Februari 2017 sebesar 3,86%, sedikit menurun dibandingkan Agustus 2016 yang tercatat 3,94%. Penurunan jumlah tenaga kerja menganggur masih terbatas, sejalan dengan Indeks Keyakinan Konsumen yang cenderung menurun pada triwulan I 2017.

Meski menunjukan tren penurunan, risiko kenaikan tingkat pengangguran di masa depan perlu diwaspadai sejalan dengan ekspektasi masyarakat terhadap ekonomi dan lapangan kerja yang menurun.

Distribusi tenaga kerja per sektor. Dari sisi sektoral, dari total angkatan kerja yang bekerja di Provinsi NTB, sebanyak 42% bekerja di sektor pertanian, 22% bekerja di sektor perdagangan, dan 16% bekerja di sektor jasa.

Pangsa tenaga kerja di sektor pertanian mengalami peningkatan dibandingkan periode perhitungan sebelumnya. Hal yang sama juga terjadi pada sektor perdagangan. Meningkatnya jumlah pekerja di sektor pertanian pada triwulan I 2017 adalah pola yang berkebalikan dibandingkan perkembangan sebelumnya dimana para pekerja di sektor pertanian cenderung beralih ke sektor lainnya, seperti sektor jasa.

Peningkatan pangsa tenaga kerja sektor pertanian diperkirakan seiring dengan peningkatan kinerja sektor pertanian pada triwulan I 2017 dimana masa panen terjadi mulai Bulan Maret 2017.

Kinerja sektor pertanian yang terakselerasi sejalan dengan produktivitas tenaga kerja di sektor tersebut yang mengalami peningkatan. Produktivitas tenaga kerja sector pertanian di bulan Februari 2017 adalah yang tertinggi sejak 2014, yaitu sebesar Rp 6,2 Juta per kapita.

Dari sisi sektoral, dari total angkatan kerja yang bekerja di Provinsi NTB, sebanyak 42% bekerja di sektor pertanian, 22% bekerja di sektor perdagangan, dan 16% bekerja di sektor jasa. Pangsa tenaga kerja di sektor pertanian mengalami peningkatan dibandingkan periode perhitungan sebelumnya. Hal yang sama juga terjadi pada sektor perdagangan.

Meningkatnya jumlah pekerja di sektor pertanian pada triwulan I 2017 adalah pola yang berkebalikan dibandingkan perkembangan sebelumnya dimana para pekerja di sektor pertanian cenderung beralih ke sektor lainnya, seperti sektor jasa.

Peningkatan pangsa tenaga kerja sektor pertanian diperkirakan seiring dengan peningkatan kinerja sektor pertanian pada triwulan I 2017 dimana masa panen terjadi mulai Bulan Maret 2017. Kinerja sektor pertanian yang terakselerasi sejalan dengan produktivitas tenaga kerja di sektor tersebut yang mengalami peningkatan.

Produktivitas tenaga kerja sektor pertanian di Bulan Februari 2017 adalah yang tertinggi sejak 2014, yaitu sebesar Rp 6,2 Juta per kapita.

“Jumlah penduduk yang termasuk ke dalam pekerja tidak penuh (setengah menganggur dan pekerja paruh waktu) masih cukup tinggi, yaitu sebesar 37,5% dari total angkatan kerja yang bekerja di Provinsi NTB. Pekerja yang termasuk kategori tersebut, rentan untuk termasuk dalam kategori pengangguran absolut karena sifat pekerjaan yang tidak tetap,” ujarnya.

Kondisi tersebut dapat diperbaiki melalui peningkatan kompetensi pekerja di NTB yang saat ini masih didominasi oleh pekerja dengan tingkat pendidikan SMP ke bawah (66,2%). (bul)