NTB Harus Waspadai Efek Pemerintahan Donald Trump

0

Mataram (Suara NTB) – Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang memungkinkan akan merasakan efek langsung kebijakan Presiden baru Amerika Serikat, Donald Trump. NTB sebagai bagian dari entitas perekonomian global pun harus ikut waspada terhadap dampak ikutannya.

Dosen Sarjana dan Pasca Sarjana Fakultas Ekonomi Unram, Dr. M. Firmansyah menganalisa kemungkinan dampaknya terhadap ekonomi NTB kedepan. Menurutnya, sebagai bagian dari Indonesia, NTB harus siap menghadapi berbagai kemungkinan keterpurukan ekonomi kedepan.

Harus ada segala skenario kebijakan dimiliki daerah untuk itu. Beberapa isu sudah dibahas, seperti Brexit atau keluarnya Inggris dari Uni Eropa yang sedikit banyak mempengaruhi arah kebijakan perekonomian dunia. Isu yang baru muncul adalah Kemenangan Donald Trump sebagai presiden AS, dimana Trump dianggap presiden yang sangat konservatif dan sangat bersemangat melindungi perekonomian domestik AS.

Sementara itu, ekonomi AS menurut Janet Yellen (PimpinanThe FED) semakin menunju maximum employment, jutaan tenaga kerja baru terkreasi mengindikasikan perekonomian Negara Paman Sam semakin baik. Dalam kondisi ini tidak ada alasan bagi Jenet Yellen untuk tidak menaikan suku bunga acuan yang hampir nol ke titik yang lebih tinggi lagi.

Ditambah dengan rencana tingginya belanja anggaran Donald Trump untuk pembangunan infrastruktur dikhawatirkan terjadinya inflasi, semakin memperkuat rencana kenaikan bunga acuan AS.

Hal ini menurutnya menjadi kekhawatiran bagi negara berkembang seperti Indonesia. Salah satu hal yang mungkin terjadi adalah keluarnya modal (capital out fly) dari Indonesia menuju AS, kedua Indonesia dan China dikhwatirkan terjadi defisit neraca perdagangan dengan AS.

“Lalu bagaimana dengan ekonomi NTB,” tanyanya saat bersama Suara NTB di Mataram, Jumat, 20 Januari 2017.
Sejak awal, kebijakan Presiden Jokowi sampai saat ini adalah berupaya meningkatkan pemasukan Negara untuk pembangunan infrastruktur.

Hal itu dilakukan dengan membenahi sistem perpajakan termasuk di dalamnya adanya kebijakan tax amnesty, mengurangi bahkan mencabut subsidi bidang-bidang tertentu, menaikan beberapa tariff berkaitan dengan jasa negara dan yang hangat-hangatnya adalah relaksasi kebijakan ekspor konsentrat.

“Menurut saya kebijakan serupa akan terus dilakukan pemerintah pusat kedepan, untuk menjamin kelancaran pembangunan infrastruktur. Dalam konteks belanja, kebijakan ini tentu menjadi disinsentif bagi masyarakat di daerah termasuk NTB. Kemampuan belanja akan sedikit menurun sehingga mengoreksi pertumbuhan ekonomi kita, sebagai akibat penurunan kapasitas konsumsi. Mudah-mudah saja tidak menghambat mega proyek pembangunan seperti kawasan Mandalika, SAMOTA dan seterusnya,” harap Ketua Bidang Ekonomi Dewan Riset Daerah (DRD) NTB ini.

Pemulihan ekonomi yang sedang dilakukan di daerah-daerah banjir di NTB dikhwatirkan memakan waktu lama dengan berbagai persoalan ini.Di Bima misalnya kerugian ditaksir lebih dari Rp 1 triliun. Ia menilai, ekonomi baru bisa bangkit ketika ada cadangan modal masyarakat yang mencukupi. “Ketika modal terbatas bagaimana mau bangkit?”

Tentu, ujar Firman, masyarakat sangat berharap uluran tangan pemerintah dalam konteks ini. Sementara pemerintah sedang dirundung persoalan terbatasnya anggaran.Maka paling tidak terjadi dua hal, pertumbuhan ekonomi terhambat, pengangguran dan kemiskinan meningkat.

Dalam menjaga kemungkinan kondisi di atas maka, langkah penting yang perlu ditempuh pemerintah NTB adalah menjaga daya beli masyarakat dengan menjaga stabilitas harga, memperbaiki struktur dan infrastruktur bisnis lokal sehingga produk lokal mampu menguasai pasar sendiri, lebih-lebih pasar luar.

Kedepan, perlu serius mengembangkan produk subtitusi import sehingga tidak terlalu tergantung dari produk luar. Selain itu, menjaga stabilitas sosial dan keamanan, karena dalam kondisi kelesuan ekonomi, biasanya kurs rupiah melemah sehingga menguntungkan sektor pariwisata.(bul)