Olah Tumbuhan Liar Jadi Produk Jamu Sasambo

0

Mataram (suarantb.com) – Tumbuhan liar yang tumbuh di sawah dan kerap diabaikan orang bahkan dianggap gulma, seperti rumput tekik, pecut kuda dan alang-alang telah berhasil disulap Dokter Jamu alias Nasrin Haji Muhtar menjadi produk jamu tenar. Jamu Sasambo, begitulah namanya.

Usaha pembuatan jamu ini dirintis Nasrin sejak 1998, setelah perusahaan tempatnya memesan jamu bangkrut karena krisis moneter kala itu. Memilih tetap konsisten di bidang jamu, akhirnya Nasrin memutuskan memproduksi jamu sendiri. Dan yang mengejutkan, hampir 99 persen bahan baku yang digunakan dalam jamunya ia temukan di NTB.

“Hampir 99 persen bahan bakunya tersedia di NTB. Mulai 1998 saya memasarkan produk sampai 1999 saya mulai pengurusan izin dan 2000 saya dapat pengakuan dari BPOM,” jelasnya.

Mengenai bahan baku jamu, Nasrin mengaku punya pengumpul bahan sendiri. Salah satunya dari daerah Narmada. Karena sebagian besar bahan-bahan yang digunakan tumbuh liar di sawah, jadi tinggal dikumpulkan, tanpa perlu menanam. Walaupun ada beberapa yang memang dibudidayakan, seperti alpukat daun salam, kencur, dan sebagainya.

“Jadi kita itu memberi lahan rezeki untuk petani. Dia tinggal kumpulkan tumbuhan itu saja. Karena mereka tumbuh bebas di sawah, tanpa perlu ditanam,” imbuhnya.

Bahan-bahan jamu Sasambo diterima Nasrin dalam keadaan kering. Kemudian diolah secara tradisional di rumahnya. Ada yang diolah menjadi serbuk jamu, ada pula yang menjadi kapsul. Semua produk jamu yang dihasilkan Nasrin tidak mengandung tambahan zat kimia apa pun. Hanya terdiri dari campuran bahan-bahan alami, sehingga tidak menimbulkan efek samping.

Hingga saat ini, Nasrin sudah mempunyai sepuluh orang karyawan di bagian produksi dan 100 orang penjual yang memasarkan dari rumah ke rumah. Mereka tersebar di Bali, Mataram, Lombok Tengah, Lombok Timur, Sumbawa, Dompu dan Manggarai.

“Produk jamu saya tidak dijual di toko-toko. Kami pemasarannya sales door to door. Karena cara ini lebih menghemat biaya operasional perusahaan. Kalau titip di toko itu butuh biaya mahal,” akunya.

Pada 1988 Nasrin merantau ke Makassar karena orang tuanya tak sanggup membiayai sekolahnya. Di sana ia bekerja sebagai tukang sapu di pabrik jamu dengan gaji Rp 12.500 per bulan.

Karena kinerjanya bagus kemudian ia diangkat menjadi penjual jamu yang berjualan dari rumah ke rumah. Itu dilakukannya selama sepuluh tahun. Karirnya terus menanjak hingga ia berhasil menduduki kursi wakil direktur.
“Tahun 1993 saya memutuskan untuk melepaskan jabatan sebagai wakil direktur. Saya memilih untuk jadi distributor jamu itu di Mataram. Padahal saat itu saya pertama kali ke Mataram. Belum kenal budayanya, saya juga tidak ada saudara di Mataram,” kenangnya.

Modalnya menjadi distributor jamu diakui Nasrin hanya Rp 1,5 juta. “Rp 1 juta saya pakai kontrak rumah, Rp 500 ribu saya pakai beli jamu,” ceritanya.

Kerja keras Nasrin puluhan tahun di bidang jamu hingga menjuluki dirinya sendiri Dokter Jamu berbuah manis. Sudah banyak pencapaian yang diperolehnya. Ia bisa menyejahterakan hidup kedua orang tuanya hingga memberangkatkan haji. Sebagai sosok pengusaha sukses, Nasrin sudah sering tampil menjadi pembicara di berbagai acara untuk berbagi inspirasi bagi pengusaha-pengusaha pemula.

“Kalau ingin jadi pengusaha sukses itu syaratnya ada tiga, yaitu kepintaran, keberanian dan nekat. Dengan punya kepintaran atau keahlian di bidang yang ingin kita tekuni, nanti akan muncul keberanian. Berani mengambil keputusan dan nekat,” pesannya.

Selain produksi jamu, Nasrin sekarang sedang merintis usaha ekowisata tanaman obat di rumahnya. “Saya sedang mengumpulkan tanaman obat, sekarang koleksi di kebun ini baru sekitar 100 tanaman. Target saya 300. Supaya nantinya kebun ini bisa jadi tempat wisata baru untuk mengenal tanaman obat-obatan,” jelasnya. (ros)