Dugaan Korupsi Dua Oknum Hakim Diteruskan ke KPK

0
Ridho Ardian Pratama. (Suara NTB/ist)

Mataram (Suara NTB) – Dua hakim di NTB terindikasi terlibat tindak pidana korupsi. Kantor Penghubung Komisi Yudisial (KY) NTB telah meneruskan indikasi itu ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

‘’Kita sudah koordinasikan ke KPK, karena kaitannya dengan korupsi,’’ kata Koordinator Penghubung KY NTB, Ridho Ardian Pratama, SH.,MH, akhir pekan kemarin.

Tak dijelaskan identitas dan pengadilan tempat tugas dua oknum hakim tersebut. Hanya digambarkan, oknum itu terlibat dalam persidangan kasus narkoba dan perkara tanah.  Indikasi ada rangkaian tindak pidana di balik putusan yang dijatuhkan dalam sidang dua perkara tersebut. Kedua hakim diduga menerima suap dan gratifikasi.

‘’Ini temuan kami tahun 2019 yang sudah kita teruskan ke Dumas (Pengaduan Masyarakat) KPK. Alasannya, karena ini termasuk kategori tindak pidana korupsi. Kami punya kerjasama dengan KPK untuk meneruskan semua laporan yang mengarah ke Tipikor,’’ ujar Ridho.

Suap dan gratifikasi terkait dengan Pasal  12 huruf dengan sejumlah huruf di dalamnya, sesuai  UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sedang kewenangan pihaknya hanya sebatas pelanggaran kode etik sebagaimana diatur dalam Undang Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Komisi Yudisial.

Indikasi itu dikuatkan dengan proses pemantauan selama persidangan pada dua perkara tersebut selama 2019. Timnya juga melakukan pemantauan aktivitas dan perilaku dua oknum hakim itu di luar persidangan. Sehingga ditemukan kesimpulan berdasarkan dukungan bukti indikasi suap dan gratifikasi.

 “Sebab itu kan bukan kewenangan KY. Kecuali ini pelanggaran kode etik murni, KY proses. Tapi sudah mengarah ke pidana suap dan gratifikasi,” tandasnya.

Kabar terakhir diterimanya, laporan yang diteruskan itu sudah deregister pada Dumas KPK.  Soal kemudian diteruskan ke proses penyelidikan atau penyidikan, Ridho menyarankan Suara NTB konfirmasi langsung ke KPK.

 “Tapi jika  kasusnya dilanjutkan, kami akan koordinasi lagi untuk melengkapi bukti. Itu pun jika dibutuhkan KPK,” tandasnya.

Di tambahkan Ridho, dua kasus itu di luar hakim yang diproses karena diduga melakukan pelanggaran Kode Etik Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH). Sebelumnya, ada tujuh orang hakim yang bertugas di sejumlah pengadilan di NTB diproses Kantor Penghubung KY NTB dan kini sedang menunggu rekomendasi dijatuhkan sanksi.

Namun sanksi atas pelanggaran kode etik sedang menunggu keputusan sanggahan atau keberatan Mahkamah Agung  (MA). Jika tidak ada keberatan, maka tujuh oknum pengadil itu akan diproses sanksinya.

Sesuai ketenuan Pasal 22 Undang Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Komisi Yudisial, jika ada keberatan dari MA atas rekomendasi sanksi, maka akan dilakukan pemeriksaan bersama.

Jika tidak ada sanggahan sampai dengan 60 hari, maka para hakim itu akan dieksekusi sesuai rekomendasi KY. Sanksi bisa berupa penurunan pangkat hingga paling berat non palu. Sementara soal dugaan pelanggaran kode etik oleh tujuh oknum hakim tersebut, tak disebutkan spesifik. Ridho hanya menggambarkan, dari 10 pelanggaran kode etik hakim, ada diantaranya yang diadukan seperti bertemu dengan para pihak terkait persidangan, menjanjikan sesuatu, menerima sesuatu dan kasus asusila.

Sementara juru bicara KPK Ali Fikri yang dikonfirmasi Suara NTB hingga berita ini ditulis sore kemarin belum merespon.  (ars)