Dua BPSK di NTB Terbentuk

0

Mataram (Suara NTB) – Dua Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) di Provinsi NTB resmi terbentuk. Pembentukan BPSK ini berdasarkan Keputusan Presiden No 11 Tahun 2011 tentang pembentukan BPSK di sejumlah kabupaten di Indonesia. Berdasarkan Keppres yang ditandatangani oleh Presiden ke-VI Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono ini, beberapa BPSK yang direkomendasikan terbentuk adalah 11 BPSK di kabupaten di Indonesia. Dua diantaranya di Kabupaten Sumbawa dan Kabupaten Lombok Utara.

“Di NTB yang sudah terbentuk secara resmi adalah Kota Mataram dan Kabupaten Sumbawa. Kabupaten Lombok Utara menyusul,” kata Kepala Bidang Perlindungan Konsumen Dinas Perdagangan Provinsi NTB, M. Taufik Rahman, SH di Mataram, Kamis, 30 Januari 2020. Sehari sebelumnya, Gubernur NTB, Dr. H. Zulkieflimansyah melalui Sekretaris Daerah NTB, Drs. H. Lalu Gita Ariadi, M.Si, disaksikan Kepala Dinas Perdagangan Provinsi NTB, Dra. Hj. Putu Selly Andayani, M.Si dan Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi NTB, Farid Faletehan, melantik pengurus BPSK Kabupaten Sumbawa di kantor gubernur.

Dengan demikian, kata Taufik, Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa sudah di cover masing-masing jika terjadi persoalan – persoalan yang berkaitan dengan konsumen. BPSK Kota Mataram membawahi lima kabupaten/kota di Pulau Lombok dan BPSK Kabupaten Sumbawa membawahi lima kabupaten/kota di Pulau Sumbawa. Lalu bagaimana dengan tujuh kabupaten/kota lainnya yang belum memiliki BPSK, selain Kabupaten Lombok Utara, Taufik menjelaskan, berdasarkan undang-undang  No 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, pembentukan BPSK diserahkan kepada kabupaten/kota.

Namun Undang-Undang No 8 tahun 1999 ini dikalahkan dengan Undang-Undang No 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah, kewenangan kabupaten-kota sebagian besar ditarik ke provinsi. Salah satunya terkait pembentukan BPSK. “Kedepan, pembentukan BPSK kewenangannya ada di gubernur,” jelas Taufik. Seberapa penting keberadaan BPSK ini? Taufik menjelaskan. BPSK memang bukan pengadilan, melainkan lembaga alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan (Pasal 49 ayat [1] Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen).

Dalam keseharian, hubungan konsumen dengan stakeholders tentu tak lepas dari kemungkinan persoalan. Jika terjadi peselisihan dengan konsumen, maka BPSK yang menjadi fasilitator mendamaikan para pihak, sebelum sampai kepada proses hukum. Di NTB, kata Taufik, jumlah sengketa konsumen yang ditangani sejak 2010-2020 ini sebanyak 228 sengketa. Ada yang berhasil didamaikan, ada juga yang sampai ke ranah hukum.

“Dalam keseharian, kita berbelaja, atau memesan barang bukan tidak mungkin ada saja persoalan yang dihadapi konsumen. Sebelum sampai ke proses hukum, sengketa konsumen bisa diadukan di BPSK Kota Mataram dan BPSK Kabupaten Sumbawa untuk dimediasi mendapat solusi terbaik,” demikian Taufik. (bul)