Distribusi Benih Terlambat, Petani Minta DBHCHT untuk Bangun Infrastruktur Pertanian

0
Petani tembakau yang tergabung dalam STN NTB hearing dengan Kepala Distanbun NTB, H. Husnul Fauzi di ruang kerjanya, Selasa, 3 September 2019 siang. (Suara NTB/nas)

Mataram (Suara NTB) – Para petani yang tergabung dalam Serikat Tani Nasional (STN) NTB meminta pengalokasian bantuan benih tembakau virginia disetop dan dialihkan untuk pembangunan jaringan irigasi, embung dan jalan usaha tani. Pasalnya, pemberian bantuan benih tembakau kadang-kadang turun setelah petani selesai melakukan pembibitan atau penanaman.

“Bibit yang direkomendasikan pemerintah melalui program DBHCHT realisasinya setelah orang (petani)  tanam. Ke depan kami minta supaya pemberian bibit disetop,” kata Pengurus STN Lombok Tengah (Loteng), M. Gazali saat hearing di Kantor Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) NTB, Selasa, 3 September 2019 siang.

Kedatangan sejumlah petani yang dipimpin Ketua STN NTB, Irfan tersebut diterima Kepala Distanbun NTB, Ir. H. Husnul Fauzi, M. Si di ruang kerjanya. Mereka menyampaikan persoalan terkait banyaknya tembakau virginia yang belum terserap perusahaan.

Gazali menilai bantuan benih tembakau belum mampu menyelesaikan persoalan. Sehingga, ke depan pihaknya meminta agar program atau kegiatan yang berasal dari DBHCHT dialokasikan ke program bentuk lainnya.

Antara lain pembangunan jaringan irigasi pertanian. Menurutnya, irigasi pertanian di daerah-daerah penghasil tembakau virginia tidak maksimal. Banyak irigasi pertanian yang dangkal.

Selain itu, pihaknya meminta agar petani diberikan bantuan tungku untuk pengomprongan. Karena harga tungku omprongan ini dinilai cukup mahal mencapai Rp6,5 juta.

Jika ada bantuan dari pemerintah, ia maka akan mengurangi beban petani tembakau. Pasalnya, kata Gazali, tungku omprongan ini hanya bisa dipakai selama dua sampai tiga kali. Sehingga petani butuh modal untuk mengadakan tungku tersebut.

Kemudian, petani juga meminta dibuatkan embung. Keberadaan embung sangat diperlukan ketika terjadi musim kemarau. Dengan adanya embung, maka akan mengurangi biaya produksi penanaman tembakau yang dilakukan petani. Ia mengatakan embung tersebut sangat dibutuhkan pada daerah sentra produksi tembakau di Lombok Tengah dan Lombok Timur.

“Selain itu perlu  ada jalan usaha tani. Sarana dan prasarana harus memadai ketika petani membawa hasil panennya,” kata Gazali.

Kepala Distanbun NTB, Ir. H. Husnul Fauzi, M. Si menjelaskan seratusan DBHCHT yang dialokasikan ke NTB setiap tahun sudah ditentukan oleh pemerintah pusat. Penggunaannya berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang diterbitkan setiap tahun.

Ia menjelaskan pemberian DBHCHT bukan saja untuk daerah penghasil tembakau seperti Lombok Timur dan Lombok Tengah. Tetapi daerah yang terkena dampak tembakau juga mendapatkan DBHCHT, seperti Kota Mataram.

Terkait dengan terlambatnya distribusi benih kepada petani, Husnul mengatakan hal ini akan menjadi atensi pihaknya. Keterlambatan distribusi benih tembakau kepada petani pada daerah tertentu karena pengadaannya harus dilelang lewat Unit Layanan Pengadaan (ULP).

Setelah selesai pelelangan di ULP, barulah benih tersebut dapat didistribusikan ke kelompok petani penerima. Ia mengatakan penanaman tembakau biasanya akhir Mei atau pertengahan Juni.

“Nah, bagi yang menanamnya pada akhir Mei, belum selesai (pelelangan) di ULP. Ketika itulah kemudian didistribusi, tetapi dia (petani)  sudah menanam tembakau,” katanya.

Maka benih yang diberikan dapat digunakan untuk masa tanam berikutnya. Terpenting, kata Husnul, pemberian bantuan tersebut tidak fiktif. Keterlambatan distribusi bantuan benih ini, kata Husnul menjadi perhatian pihaknya.

“Bahwa daerah-daerah yang tadi diberikan sudah tanam. Itu menjadi atensi kita. Supaya tidak lagi menjadi seperti itu,” ujarnya.

Menjawab harapan petani agar bantuan benih dialihkan ke program lainnya seperti pembangunan irigasi, embung, dan jalan usaha tani. Husnul mengatakan hal ini bisa dilakukan.

Pihaknya berharap para petani mengusulkan program atau kegiatan untuk pembangunan jaringan irigasi, embung dan jalan usaha tani lebih awal. Sehingga dapat diakomodir pada tahun anggaran berikutnya.

Termasuk juga mengenai kelangkaan pupuk di setiap musim tanam. Husnul menegaskan pihaknya hanya bisa membantu memfasilitasi untuk pupuk non subsidi. Pasalnya, penggunaan pupuk subsidi seperti Urea tidak diperkenankan untuk perkebunan seperti budidaya tembakau.

Namun khusus untuk pupuk non subsidi, Husnul mengatakan bisa memfasilitasi dengan produsen pupuk. Sehingga jumlah pupuk yang dibutuhkan petani tembakau  terjamin ketika musim tanam.

Terkait dengan pengadaan benih tembakau tahun 2019, berdasarkan data Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) NTB, pagu anggarannya sebesar Rp1,96 miliar. Proyek pengadaan benih tembakau ini dimenangkan UD. Sinar Mutiara dengan harga penawaran Rp1,94 miliar.

Terkait dengan penggunaan DBHCHT, Kepala Bappeda NTB, Ir. Wedha Magma Ardhi, M.TP melalui Kepala Bidang Pembangunan Ekonomi Bappeda NTB, Nuryanti, SE, ME mengatakan anggaran DBHCHT yang diperoleh NTB mengalami peningkatan pada 2019 ini. Tetapi peruntukan DBHCHT masih belum banyak menyentuh petani tembakau, karena 50 persen diarahkan untuk sektor kesehatan.

“Prioritas untuk DBHCHT berdasarkan PMK 222, pertama untuk kesehatan sebesar 50 persen. Seberapa pun peningkatan DBHCHT NTB, 50 persen. Yang wajib dipenuhi dan kita tak melanggar aturan, manakala peruntukan sektor kesehatan terpenuhi sebanyak 50 persen,” kata dikonfirmasi Suara NTB di Mataram.

Pada kesempatan tersebut, ia didampingi Kasubbid Pangan dan Pertanian, L. Suryadi. Yanti menjelaskan 50 persen DBHCHT lainnya digunakan untuk program-program prioritas daerah sesuai dengan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Namun, 50 persen penggunaan DBHCHT ini tidak diatur porsi atau persentasenya.

“Jadi, yang wajib dipenuhi dan kita tidak melanggar aturan manakala sektor kesehatan terpenuhi sebanyak 50 persen,” ucapnya.

Disebutkan, pada 2018, NTB memperoleh DBHCHT sebesar Rp248,8 miliar lebih. Dari jumlah tersebut, Pemprov NTB mendapatkan jatah sebesar Rp76,8 miliar, sisanya dibagi ke 10 Pemda kabupaten/kota yang ada di NTB. Penggunaan DBHCHT sebesar Rp76,8 miliar tersebut tersebar di belasan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lingkup Pemprov NTB.

Dengan rincian, Dinas Koperasi dan UMKM Rp500 juta, Badan Ketahanan Pangan Rp2 miliar, Dinas Pertanian dan Perkebunan Rp23,1 miliar, Dinas Perindustrian Rp1 miliar. Kemudian Dinas Perdagangan Rp1,5 miliar, Biro Perekonomian Rp350 juta.

Selanjutnya, Bappeda Rp1,9 miliar, RSUD NTB Rp899 juta, Dinas Kesehatan Rp4,6 miliar, Balai Laboratorium Kesehatan Pulau Lombok Rp1,6 miliar, Rumah Sakit Mata Rp6 miliar lebih, Dinas Sosial Rp2,5 miliar, RS HL. Manambai Abdul Kadir Rp5,3 miliar lebih, Pol PP Rp250 juta, RSJ Mutiara Sukma Rp500 juta, Disnakertrans Rp3,9 miliar lebih, Disnakeswan Rp1 miliar dan BPKAD Rp19,6 miliar.

Sedangkan pada 2019, dari total Rp295,6 miliar yang diperoleh NTB. Pemprov mendapatkan alokasi DBHCHT sebesar Rp88,6 miliar lebih. Sisanya dibagi ke 10 Pemda kabupaten/kota. Sama seperti tahun sebelumnya, penggunaan DBHCHT 2019 untuk Pemprov NTB masih tersebar di belasan OPD.

Antara lain, Dinas Koperasi dan UMKM Rp1,5 miliar, Badan Ketahanan Pangan Rp3 miliar, Dinas Pertanian dan Perkebunan Rp29,5 miliar, Dinas Perindustrian Rp1 miliar. Kemudian Dinas Perdagangan Rp750 juta, Biro Perekonomian Rp500 juta.

Selanjutnya, Bappeda Rp1,3 miliar, RSUD NTB Rp14 miliar lebih, Balai Laboratorium Kesehatan Pulau Lombok Rp2  miliar, Dinas Sosial Rp2,75 miliar, RS HL. Manambai Abdul Kadir Rp3,7 miliar lebih, Pol PP Rp500 juta, RSJ Mutiara Sukma Rp1,5 miliar, Disnakeswan Rp2 miliar dan BPKAD Rp19,6 miliar.

“50 persen DBHCHT untuk kesehatan itu tersebar untuk beberapa program. Untuk preventif, kuratif dan promotif,” jelasnya.

Salah satu penggunaan DBHCHT untuk sektor kesehatan adalah pengadaan alat kesehatan untuk kanker di RSUD NTB. Dengan adanya peralatan tersebut, kata Yanti, pasien kanker yang ada di NTB tidak perlu dibawa ke Surabaya atau Bali untuk dilakukan operasi. Karena di RSUD NTB sudah ada alat kesehatan untuk pengobatan kanker yang dianggarkan dari DBHCHT.

Sedangkan 50 persen DBHCHT diarahkan untuk program prioritas daerah. Karena NTB fokus dalam penanggulangan kemiskinan, maka 50 persen alokasi DBHCHT diarahkan untuk penanggulangan kemiskinan.

“Di samping untuk peningkatan kualitas bahan baku,” katanya.

Alokasi anggaran DBHCHT sebesar Rp29,5 miliar untuk Distanbun  tidak semuanya untuk petani tembakau. Anggaran sebesar itu digunakan untuk saprodi, pembangunan jaringan irigasi dan jalan usaha tani. Kemudian pengadaan sarana dan prasarana teknologi tepat guna, seperti pompa air, hand tractor dan bantuan benih. Khusus untuk bantuan benih tembakau dialokasikan sebesar Rp1,9 miliar lebih. Program/kegiatan yang lebih rinci mengenai penggunaan DBHCHT, berada di masing-masing OPD.

Diketahui, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.12/PMK.07/2019, DBHCHT untuk NTB pada 2019 sebesar Rp295,6 miliar lebih. Dengan rincian, untuk Pemprov NTB Rp88,6 miliar lebih, Bima Rp9,7 miliar, Dompu Rp5,2 miliar, Lombok Barat Rp15,5 miliar, Lombok Tengah Rp48,3 miliar, Lombok Timur Rp54,3 miliar, Sumbawa Rp9,3 miliar, Kota Mataram Rp49,8 miliar, Kota Bima Rp2,06 miliar, Sumbawa Barat Rp3,01 miliar dan Lombok Utara Rp9,4 miliar.

Sedangkan 2018 lalu, sesuai PMK No.30/PMK.07/2018, DBHCHT untuk NTB sebesar Rp248,8 miliar lebih. Dengan rincian untuk Pemprov NTB Rp74,6 miliar, Bima Rp8,3 miliar, Dompu Rp5,3 miliar, Lombok Barat Rp13,3 miliar, Lombok Tengah Rp41,6 miliar, Lombok Timur Rp53,3 miliar, Sumbawa Rp8,2 miliar, Kota Mataram Rp31,2 miliar, Kota Bima Rp1,7 miliar, Sumbawa Barat Rp2,5 miliar dan Lombok Utara Rp8,4 miliar. (nas)