Diduga Lakukan Pungli, Warga Laporkan Kades Kembang Kerang Daya ke Polisi

0

Selong (Suara NTB) – Sejumlah warga Desa Kembang Kerang Daya Kecamatan Aikmel Lombok Timur (Lotim), mendatangi Mapolres Lotim untuk melaporkan dugaan pungutan liar (pungli) Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL)yang dilakukan oknum kepala desa (kades).

Salah satu warga, Zainul Muttaqin, menjelaskan, kedatangannya ke Mapolres Lotim untuk melaporkan tindakan Kades yang telah menipu masyarakat di dalam pembuatan sertifikat prona tersebut. Di mana, di Desa Kembang Kerang Daya tidak ada jatah untuk di desa tersebut karena tidak memenuhi kouta sebanyak 3.200. Sementara masyarakat Kembang Kerang Daya yang sudah mengumpulkan sekitar 500 orang.

Untuk itu ia mempertanyakan alasan pemerintah desa yang meminta masyarakat mengurus pembuatan sertifikat. Ironisnya, masyarakat yang mengurus ini banyak diantara mereka yang harus berutang biaya untuk mengeluarkan uang itu. Adapun besaran biaya pungutan yang dikeluarkan oleh masyarakat ke pemerintah desa bervariasi, mulai dari Rp200 ribu, Rp350 ribu, Rp600 ribu hingga Rp1 juta untuk pengurusan sertifikat.

“Bagi masyarakat yang sudah menyerahkan dokumen pendaftaran, saat itu dijanjikan pada bulan Maret 2018 sudah dimulai pengukuran. Namun hingga saat ini pengukuran tidak kunjung dilakukan sementara masyarakat sudah menyerahkan uang dan sejumlah persyaratan lainnya sesuai permintaan kepala desa,” ujarnya saat dikonfirmasi di Selong, Jumat (20/4).

Terkait hal inipun, masyarakat Kembang Kerang Daye sudah mempertanyakannya ke pemerintah desa. Pihak desa mengaku jika berkas itu sudah diserahkan ke BPN Lotim dan sedang dalam proses. Akan tetapi, tuturnya, dari hasil penyelidikan yang dilakukan oleh masyarakat bahwa berkas-berkas itu masih menumpuk di kantor desa. “Kalaupun Desa Kembang Kerang Daye dapat kuota, namun gimana mau pengukuran dan sertifikat masyarakat jadi, sementara berkas itu masih di kantor desa,” tanyanya.

Menanggapi hal itu, Kades Kembang Kerang Daya, Daeng Muzakir Muhkhtar, SE, mempertanyakan alasan dan bukti yang dimiliki warganya yang melaporkan persoalan itu ke aparat kepolisian. Dijelaskannya di dalam mengusulkan pembuatan sertifikat prona itu, masyarakat ada yang membuat surat jual beli. Sedangkan untuk pembuatan surat jual beli itu ada peraturan desa (Perdes) yang sudah ditetapkan, sehingga perdes itu diterapkan.

Sementara bagi masyarakat yang sudah memiliki persyaratan dan lain sebagainya sama sekali diberlakukan pungutan di luar dari biaya untuk pembuatan sertifikat tersebut sesuai dengan aturan yang ada. Untuk masyarakat yang mengurus sertifikat juga tidak ada unsur paksaan, namun hanya diimbau menyerahkan segala persyaratan supaya nantinya ketika ada program prona pemerintah desa dapat lebih cepat menyerahkan berkas-berkas masyarakat. “Saat ini kita memang tidak mendapatkan kuota, tapi kita minta masyarakat menyerahkan persyaratan supaya ke depannya kita tidak repot,” jawabnya.

Daeng Muzakir Mukhtar menegaskan jika tidak ada pungutan di luar dari Perdes dan aturan pembuatan sertifikat prona, terutama yang berasal dari PTSL. Sementara berdasarkan Perdes yang ada di Desa Kembang Kerang Daya setiap masyarakat yang mengurus surat jual beli dikenakan biaya sekitar 2 persen dan aturan tersebut sudah disebarkan ke masyarakat. “Apabila mereka sudah punya surat jual beli dan persyaratannya yang lain sudah ada. Buat apa kita pungut? Dan benar kita pungut masyarakat di atas Rp350 ribu sesuai Perdes,” jelasnya. (yon)