Desa Wisata Menuju Era Kenormalan Baru

0

Saat Corona Virus Disease (Covid-19) mewabah, pengembangan desa wisata yang menjadi salah satu program NTB  Gemilang , ikut terganggu. Kini, memasuki era kenormalan baru, sektor pariwisata termasuk di dalamnya desa wisata siap menerima kunjungan wisatawan setelah beberapa bulan terakhir  mati suri. Kenormalan baru dibuka, tentu dengan catatan penting, protokol Covid-19  menjadi syarat utama.

Pemprov NTB telah menetapkan 99 desa di NTB sebagai desa wisata pada tahun 2019 silam. Dalam jangka waktu 5 tahun ke depan, desa wisata yang dikembangkan ini akan mampu memberikan pendapatan asli bagi desa yang diharapkan dapat meningkatkan taraf perekonomian desa.

Sejak mewabahnya Covid-19 awal Maret di Indonesia, termasuk di NTB membuat semua kegiatan terganggu. Termasuk kegiatan wisata, yang mendatangkan orang dari luar, baik luar kawasan hingga luar negeri untuk sementara ditutup.

Pertengahan Juni 2020, sehubungan dengan upaya menuju kenormalan baru, pemerintah daerah mulai merancang membuka objek wisata  dengan  mengambil tiga gili (Gili Trawangan, Gili Meno dan Gili Air) sebagai pilot project.  Selain tiga gili, juga KEK Mandalika, Senggigi dan Rinjani.

Pelaku wisata bersama Dinas Pariwisata (Dispar) NTB bergerak. Begitu juga dengan praktisi desa wisata. Mereka juga tidak mau ketinggalan dengan momen era baru setelah pandemi. Praktisi desa wisata berusaha bangkit kembali menata desa wisatanya. Sehingga objek wisata yang ada di desanya kembali mendatangkan income bagi warga, meski masih harus menggantungkan kedatangan wisatawan lokal.

Desa Wisata Bilebante, Kecamatan Pringgarata, Kabupaten Lombok Tengah (Loteng) salah satu desa wisata yang banyak menyedot pengunjung setiap hari, terutama di akhir pekan dan hari libur. Namun sejak Covid-19 Maret lalu, desa wisata ini ditutup untuk mencegah penyebaran pandemi.

Baru pekan kemarin desa wisata ini mulai dibuka oleh pengelolanya. Para pengunjung sudah banyak yang datang. Tentu saja pengunjungnya adalah wisatawan lokal yang membutuhkan hiburan setelah selama tiga bulan dibatasi aktivitasnya. Desa wisata ini makin digandrungi wisatawan lokal, terlebih pengelola menambah fasilitas berupa kolam renang, panahan, aktivitas edukasi berupa permainan lokal, dan lainnya.

‘’Selain fasilitas tadi, yang coba kita variasikan juga adalah kuliner, sedikit sedikit saja yang penting bergerak. Pelan tapi pasti Insya Allah akan jalan,’’ kata Penggerak Desa Wisata Bilebante, Hj. Zaenab kepada Suara NTB akhir pekan kemarin.

Ia mengatakan, dibukanya Desa Wisata Bilebante ini tentunya dengan menerapkan protokol kesehatan. Karena itu pengelola telah menyediakan tempat cuci tangan bagi seluruh pengunjung. Pengukuran suhu tubuh dengan thermogun, kemudian mensyaratkan penggunaan masker dan jaga jarak. Bagi pengunjung yang tak pakai masker diminta untuk membeli masker di pengelola agar sesuai dengan protokol Covid-19.

‘’Pengunjung harus pakai masker. Kalau tidak pakai masker, kita siapkan masker, kita jual. Intinya kita tidak akan kasi masuk kalau tidak pakai masker. Kalau tak mau pakai masker, ya kita suruh balik saja,’’ tegasnya.

Ia mengatakan, selama sepekan kemarin, yang datang ke Desa Wisata Bilebante adalah wisatawan lokal saja. Sementara wisatawan domestik yang biasanya datang dari Jakarta atau Surabaya belum ada, mengingat saat ini masih dalam suasana pandemi, di mana orang masih membatasi perjalanan wisatanya.

Di Desa Wisata Bilebante sendiri terdapat delapan homestay yang disiapkan untuk wisatawan yang ingin menginap. Seluruh homestay tersebut dikelola langsung oleh masyarakat setempat. Desa wisata ini pernah mendapat penghargaan dari Kementerian Desa dan Percepatan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi sebagai desa wisata terbaik di ajang Desa Wisata Award 2017 lalu karena dinilai telah mampu menjalankan roda perekonomian melalui desa wisata.

‘’Jadi selama Covid ini, tidak ada tamu yang datang menginap. Namun kini kami siap untuk menghadapi new normal. Kita sudah mulai coba. Alhamdulillah sudah berjalan sesuai dengan harapan,’’ katanya.

Di Lombok Timur (Lotim), para pelaku wisata di desa wisata menyambut baik pembukaan objek wisata. Empat bulan lamanya desa-desa wisata ini sepi. Pembukaan desa wisata ini diharapkan kembali bisa membangkitkan perekomian masyarakat.

Wakil Ketua Kelompok Sadar Wisata Desa Sapit Kecamatan Suela, Hijazi Noor, menuturkan, sudah lama pelaku wisata ini menganggur. Sehingga pembukaan kembali desa wisata menjelang fase new normal pandemi Covid-19 menjadi angin segar.

Dibukanya kembali desa Sapit sebagai tempat berwisata diyakini akan bisa menyelamatkan kembali warga dari ancaman kemiskinan. ‘’Kalau tetap ditutup maka kita akan semakin miskin,’’ ujarnya.

Disadari, karena masih dalam situasi pandemi, semua pengunjung ke desa-desa wisata ini sepatutnya mematuhi protokol kesehatan. Kebijakan Bupati Lotim yang akan memberikan tindakan represif terhadap orang-orang yang tidak taat pada protokol Covid-19 saat berada di objek wisata didukung pelaku wisata Desa Sapit ini.

Desa Sapit, sambung Hijazi Noor merupakan destinasi wisata andalan yang selama ini cukup ramai dikunjungi. Beberapa objek wisata yang ada di desa ini, adalah Sandikala, Taman Pelangi, Bukit Pal Jepang dan sejumlah bukit indah lainnya menjadi sajian wisata yang banyak menarik minat wisatawan.

Menjelang new normal ini, kemungkinan hanya bisa bisa dikunjungi wisatawan nusantara. Wisatawan asing sendiri disadari masih belum bisa maksimal karena penerbangan diketahui belum bisa normal. Harapannya, penerbangan ini kembali normal dan aktivitas berwisata ini kembali berjalan seperti biasanya.

Sementara di destinasi wisata religi, Makam Loang Baloq di Kelurahan Sekarbela, Kota Mataram mulai ramai dikunjungi. Sejak Covid-19 mewabah di NTB, makam ini nyaris tak lagi ada pengunjung.

Memasuki fase new normal, desa wisata ini mulai dibuka dan pengelola mengharuskan pengunjung menggunakan masker. Kemudian menjaga jarak dan pengelola menyiapkan tempat cuci tangan dipintu masuk gerbang Makam Loang Baloq. Pemkot Mataram juga melakukan penyemprotan disinfektan.

Minggu, 27 Juni 2020,ada puluhan peziarah di tempat ini. Ada banyak pengunjung di sana. Meski ditekankan menggunakan protokol kesehatan, minim terlihat yang menggunakan masker, jaga jarak juga tak diperhatikan. Di dalam makam, social distancing juga diabaikan. (ris)