Dampak Gempa Jumlah Penduduk Miskin KLU Bertambah

0
Warga miskin di KLU yang masih membutuhkan perhatian serius dari pemerintah. (Suara NTB/dok)

Tanjung (Suara NTB) – Prediksi Pemprov NTB terhadap kemungkinan bertambahnya jumlah warga miskin di Kabupaten Lombok Utara (KLU) akibat gempa, ternyata menjadi kenyataan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) NTB 2019 mencatat, jumlah warga miskin KLU bertambah 0,2 persen dari 62.860 jiwa menjadi 63.840 jiwa. Selain itu, daerah KLU juga masih mencatatkan “anomali” ekonomi. Sebagai daerah baru dengan ekonomi belum berkembang, tetapi garis kemiskinan warganya cukup tinggi di angka Rp 437.543,- per kapita per bulan.

Jumlah penduduk miskin di KLU itu merupakan hasil pendataan BPS pada periode September 2019. KLU dengan dampak gempa terparah di NTB, menjadi satu-satunya kabupaten yang mengalami pertambahan jumlah warga miskin. Di level Provinsi NTB, penurunan kemiskinan tercatat progresif sebesar 0,68 persen. Sedangkan di kabupaten/kota lain, penduduk miskin mengalami penurunan di bawah 1 persen.

Dari catatan BPS pula, penurunan kemiskinan KLU periode 2017 ke 2018 sebesar 3,22 persen belum mampu dijaga. Hal ini tidak lepas dari berbagai indikator yang terpapar gempa, seperti rumah RTG yang belum selesai, ekonomi yang melambat, serta pemulihan lapangan kerja.

Sebagai daerah dengan tingkat ekonomi yang belum maju dibanding daerah lain, anomali garis kemiskinan belum mampu disikapi. Terbukti, garis kemiskinan KLU berada di urutan ketiga setelah Kota Mataram dan Kabupaten Sumbawa Barat. Garis Kemiskinan Kota Mataram tertinggi sebesar Rp 480.304, Sumbawa Barat Rp 468.122, dan KLU Rp 437.543.

“Betul penduduk miskin 2019 naik 0,2 persen dari 2018. Hal ini terjadi akibat gempa yang terjadi tahun 2018. Gempa yang melanda, terparah di KLU,” ungkap Kepala BPS KLU, H. Muhadi, Kamis, 16 Januari 2020.

Sekretaris Bappeda Lombok Utara, Yuni Kurniati Maesarah, yang dikonfirmasi menyatakan pertambahan jumlah penduduk miskin menjadi hal yang wajar, karena dampak gempa terparah dialami Lombok Utara. Namun demikian, ia merasa masih beruntung, karena kenaikannya hanya 980 jiwa. Pertumbahan rendah ini tidak lepas dari intervensi program Pemda KLU untuk mempercepat recovery sisi ekonomi. “Jelas naik karena pascagempa. Rumah-rumah belum terbangun semua,” ungkap Yuni.

Bertambahnya jumlah penduduk tidak murni dari pengaruh recovery fisik perumahan warga. Melainkan terdapat 80 indikator yang diukur baik dari aspek konsumsi makanan dan non makanan. ‘’Se-Indonesia termasuk KLU masih lebih besar faktor makanan dibanding non makanan,” imbuhnya.

Sebagai solusi dari dampak gempa tersebut, Yuni menyatakan pemerintah daerah tetap konsentrasi pada upaya penanggulangan kemiskinan pada sektor-sektor potensial. Antara lain, pengembangan sektor pertanian, perikanan melalui budidaya udang, budidaya lebah madu Trigona, penumbuhan wira usaha baru yang terintegrasi dengan pengembangan pariwisata sebagai komoditas unggulan.

Terpisah, Wakil Ketua DPRD KLU, Mariadi, S.Ag., mengaku menyadari kemungkinan bertambah dan berkurangnya indikator sosial ekonomi di KLU. Dampak gempa tahun kemarin, sangat memukul perekonomian warga secara umum.

“Faktor perumahan warga menjadi penyumbang bertambahnya angka kemiskinan. Sehingga dari awal, kita minta Pemda mempercepat proses rekonstruksi RTG,” kata Mariadi.

Bagi Politisi Golkar ini, warga tidak bisa fokus untuk mengurus ekonominya sepanjang perumahannya tidak selesai. Namun di samping RTG, ia menyarankan Pemda untuk mengantisipasi potensi bertambahnya pengangguran terbuka pascagempa.

“Disnaker harus punya terobosan membuka bursa kerja. Di Sumatera Utara, informasi lapangan kerja disediakan oleh pemerintah daerahnya. Kita ingin Disnaker mulai menghimpun jumlah lowongan kerja yang ada di semua hotel,” sarannya. (ari)