Cegah Investor “akan”, Pemprov NTB Syaratkan Uang Jaminan

0
Zainul Islam (Suara NTB/dok)

Mataram (Suara NTB) – Pemprov NTB akan mewajibkan investor yang akan bermitra dengan Pemda untuk pemanfaatan aset daerah untuk menyerahkan uang jaminan 10 persen dari nilai investasi di bank daerah. Hal ini dilakukan untuk mencegah investor “akan” yang akhirnya menelantarkan lahan investasi.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) NTB, H. Zainul Islam mengatakan, Pemprov NTB saat ini sedang melakukan beauty contest untuk menjaring investor yang akan mengelola aset Pemprov di Gili Tangkong, Sekotong, Lombok Barat (Lobar). Pemprov telah memutus kerjasama dengan salah satu investor, PT. Anasia Nusantara Tangkong yang sudah lama menelantarkan lahan investasi di pulau kecil yang berada di Sekotong Lobar tersebut pada 2017 lalu.

Untuk mencegah investor yang tidak serius, kata Zainul, Pemprov akan mewajibkan mereka yang nantinya lolos beauty contest untuk menyerahkan uang jaminan sebesar 10 persen dari nilai investasi. ‘’Dia harus menempatkan sekitar 10 persen nilai investasi di perbankan milik daerah sebagai jaminan,’’ ujar Zainul dikonfirmasi di Mataram, kemarin.

Nantinya Gili Tangkong akan dijadikan salah satu destinasi wisata halal NTB. Investor yang akan menjadi mitra Pemda dalam pemanfaatan aset daerah itu akan mengembangkannya menjadi kawasan wisata halal.

Dengan kerjasama pemanfaatan aset daerah di Gili Tangkong, Zainul mengungkapkan Pemprov berharap mendapatkan pendapatan asli daerah sekitar Rp1 – 2 miliar setahun. ‘’Yang penting ada yang mau kelola, jangan sampai telantar. Karena dulu pernah dikelola PT. Anasia Nusantara Tangkong, tapi tidak dilaksanakan. Makanya kita putus kerjasama pada 2017,’’ ungkapnya.

Setelah kerjasama dengan PT. Anasia Nusantara Tangkong diputus, Zainul memastikan lahan atau aset daerah yang berada di sana sudah benar-benar clean. Artinya, lahan itu sekarang bukan di bawah penguasaan pihak ketiga, karena kerjasama sudah diputus.

Ia menjelaskan, kewajiban investor untuk menyerahkan uang jaminan sesuai dengan aturan yang berlaku. Kewajiban menyerahkan uang jaminan investasi di perbankan daerah nantinya akan disepakati ketika dilakukan penandatangan perjanjian kerjasama pemanfaatan aset.

‘’Ini akan berlaku untuk semua investasi pemanfaatan aset daerah dengan pihak ke tiga. Kalau tidak melaksanakan kewajiban, hangus uang jaminannya,’’ tandas Zainul.

Selain itu, Pemprov juga sedang mengkaji soal kerjasama pemanfaatan aset di Gili Trawangan. Perjanjian kerjasama pengelolaan aset antara Pemprov NTB dengan PT. Gili Trawangan Indah (GTI) menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI sesuai Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemprov NTB 2018. Atas temuan tersebut, Pemprov NTB bersama Tim Penasihat Investasi Daerah sedang melakukan kajian.

Zainul menyatakan, Pemprov berpeluang memutus kontrak kerjasama dengan PT.GTI yang telah diberikan mengelola lahan seluas 65 hektare di Gili Trawangan. Namun, sampai 20 tahun, aset daerah tersebut belum juga dimanfaatkan sesuai peruntukannya.

‘’Kalau memang perjanjian itu kita putus, iya kita putus. Nanti kita akan bahas lagi bagaimana pola pengelolaannya. Tapi itu berpeluang untuk diputus,’’ kata Zainul.

Kerjasama pengelolaan aset Pemprov di Gili Trawangan menjadi catatan BPK lantaran jangka waktu kerjasamanya cukup lama, yakni 70 tahun. Selain itu, kontribusi atas pemanfaatan aset tersebut bagi Pemprov juga sangat minim, hanya Rp30 juta setahun.

Sementara, nilai aset Pemprov yang dikerjasamakan seluas 65 hektare di Gili Trawangan mencapai Rp2 miliar. Selain itu, aset tersebut tak kunjung dimanfaatkan sesuai peruntukannya oleh PT. GTI, sejak penandatangan kontrak kerjasama sampai sekarang sudah mencapai 20 tahun.

Semestinya, kata Zainul, dua tahun sejak penandatanganan kontrak kerjasama pengelolaan aset tersebut, PT. GTI harus sudah melakukan aktivitas pembangunan. Dalam aturan, kata Zainul, Pemprov diperbolehkan melakukan pemutusan kontrak secara sepihak.

‘’Sampai sekarang belum ada aktivitas. Itulah makanya menjadi pertimbangan kita melakukan pemutusan kerjasama,’’ ujarnya.

Akibat tak dimanfaatkannya lahan tersebut oleh investor yang menjadi mitra Pemda, kata Zainul, sekarang banyak yang dimanfaatkan oleh masyarakat. Ia menyebutkan, lahan yang dikerjasamakan pengelolaannya dengan PT. GTI seluas 65 hektare. Total luas lahan Pemprov NTB di Gili Trawangan sebesar 75 hektare. Seluas 10 hektare dikelola oleh masyarakat dengan pola kerjasama dengan Pemprov NTB.

Dijelaskan dalam perjanjian yang lama, kerjasama pemanfaatan aset Pemprov tersebut selama 70 tahun. Namun dalam aturan yang terbaru, kata Zainul, selama 20 tahun dan dapat diperpanjang. Berkaitan dengan kerjasama pengelolaan aset di Gili Trawangan ini, lanjutnya, menjadi perhatian BPK. Bahkan BPK sudah pihak ketiga yang menjadi mitra Pemprov dalam kerjasama pengelolaan aset seluas 65 hektare tersebut.

Zainul mengungkapkan pada lahan seluas 65 hektare tersebut sekitar 70 persen sudah ditempati masyarakat. Terkait pemanfaatan aset tersebut, masyarakat hanya ingin bekerjasama dengan Pemprov. Mereka tidak mau bekerjasama dengan PT.GTI.

‘’Yang 65 hektare dikerjasamakan dengan PT.GTI dulu. Kalau kemarin retribusinya Rp30 juta setahun dengan perjanjian awal. Makanya perjanjian ini yang akan kita kaji. Kalau sekarang ndak mau kita, dengan  luasan sekian, potensi sekian. Nilainya saja Rp2 miliar,’’ tandas Zainul. (nas)