Catatan Pariwisata 2019, Awal Kebangkitan Pariwisata NTB

0
Wisatawan turun dari kapal pesiar yang singgah di NTB. (Suara NTB/dok)

Tahun 2019 menjadi titik awal kebangkitan sektor pariwisata NTB, pascabencana gempa yang melanda tujuh kabupaten/kota di NTB, akhir Juli 2018 lalu. Dampak bencana gempa bumi yang meluluhlantakkan sebagian besar wilayah NTB dirasakan hingga 2019. Apalagi, kenaikan harga tiket pesawat dan bagasi berbayar, juga masih berdampak terhadap angka kunjungan wisatawan ke NTB.

Pertengahan 2019, sektor pariwisata NTB mulai bangkit. Dengan dibukanya penerbangan langsung (direct flight) Perth – Lombok oleh maskapai penerbangan AirAsia pada 9 Juni 2019. Pembukaan rute penerbangan internasional ini kemudian diikuti rute-rute domestik, seperti Lombok – Jakarta, Lombok – Yogyakarta dan Lombok – Denpasar.

Maskapai AirAsia menjadikan Lombok, NTB sebagai pusat operasi (hub) untuk mendukung Lombok dan Sumbawa sebagai salah satu destinasi wisata super prioritas di Indonesia. Selain itu, beroperasinya Pelabuhan Kapal Pesiar Gili Mas Lembar, Lombok Barat juga turut berdampak terhadap meningkatnya arus kunjungan wisatawan mancanegara ke Pulau Lombok.

Dinas Pariwisata NTB menyatakan, jelang berakhirnya tahun 2019, angka kunjungan wisatawan mendekati 4 juta orang. Pada 2020 mendatang, Pemprov NTB menargetkan angka kunjungan wisatawan sebanyak 4,5 juta orang. Pemprov mengaku optimis mencapai target tersebut. Namun, masalah kebersihan destinasi wisata  masih menjadi pekerjaan rumah (PR) pariwisata NTB. Fasilitas dasar di destinasi wisata seperti toilet sekelas Gili Trawangan dan Senggigi yang menjadi tujuan wistawan mancanegara masih terabaikan.

Selain jumlahnya yang masih terbatas, toilet di destinasi wisata seperti Senggigi sangat jorok. Selain toilet yang representatif (layak), Pemda memiliki PR besar, karena masih banyaknya sampah di destinasi wisata.

Wakil Gubernur (Wagub) NTB, Dr. Hj. Sitti Rohmi Djalilah pada Rapat Koordinasi Daerah (Rakorda) Pariwisata NTB di Mataram, Rabu, 9 Oktober 2019 lalu meminta Pemda kabupaten/kota fokus untuk memperhatikan kebersihan di destinasi wisata yang ada di masing-masing daerahnya. Menurutnya, kunci paling penting dalam mengembangkan pariwisata adalah sinergitas antara Pemda dan stakeholders terkait sesuai tupoksinya.

Ia berharap masing-masing pihak, memberikan kontribusi terbaik. Dikatakan, apabila semua pihak bersungguh-sungguh memperhatikan kebersihan di destinasi wisata, maka target angka kunjungan wisatawan sebanyak 4,5 juta orang tahun 2020, bukan angan-angan. Wagub mengatakan, masalah kebersihan di destinasi wisata masih menjadi PR di NTB. Untuk itu, ia mengajak Pemda, baik provinsi dan kabupaten/kota serta stakeholders lainnya harus terdepan untuk menjamin kebersihan di destinasi wisata.

‘’Kalau ‘’surga’’ yang kita tempati ini  kita abaikan kebersihannya. Buang sampah sembarangan, kali-kali isinya sampah seperti sekarang. Kemudian pantai di beberapa tempat kotor. Kalau kita biarin. Seindah apapun NTB ini tak akan ada yang mau datang. Kalau lingkungannya rusak, banyak  sampah plastik,’’ katanya.

Wagub memberikan contoh seperti di Australia. Destinasi wisata di Perth Australia misalnya, mampu menarik orang untuk berkunjung meskipun jualannya hanya tempat yang ada bebatuan saja. Namun di sana, toiletnya bersih dan harum. Meskipun tempatnya jauh, tetapi ada saja wisatawan yang datang. ‘’Begitu masuk toilet, bersih, harum, aksesnya bagus. Orang nyaman, padahal yang dinikmati hanya pemandangan batu-batu,’’ kata Wagub.

Untuk itu, ia menekankan agar masalah kebersihan di destinasi wisata, harus menjadi perhatian kabupaten/kota. Penataan destinasi wisata merupakan tugas kabupaten/kota. Tugas provinsi adalah melakukan promosi, mengupayakan pembukaan penerbangan langsung. ‘’Jangan ada pikiran, destinasi itu tugas provinsi. Itu tugas kabupaten/kota. Sehingga tak boleh lagi ke depan, toilet diurusin provinsi,’’ tegasnya.

Toilet yang bersih dan destinasi yang bebas dari sampah harus bisa diwujudkan. Ia yakin, pasti ada cara yang bisa dilakukan kabupaten/kota untuk me-manage destinasi wisata jika punya kemauan. Apabila masalah kebersihan di destinasi wisata bisa dibenahi. Wagub optimis target angka kunjungan wisatawan tahun 2020 sebesar 4,5 juta orang bukan mimpi. Tetapi dapat diwujudkan dan NTB bisa mencapai target tersebut.

Sehingga ia  meminta Pemda kabupaten/kota dan stakeholders terkait lainnya bergerak dengan kecepatan yang sama. Setiap kabupaten/kota harus memetakan destinasi wisatanya dan harus memastikan semua destinasi aman, bersih dan nyaman. Meskipun penataan destinasi tugas kabupaten/kota, Wagub mengatakan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat akan teta men-support.

Dukungan sarana dan prasarana kebersihan khususnya toilet untuk destinasi wisata tiga gili (Gili Trawangan, Gili Meno dan Gili Air) memang masih sangat minim. Untuk Gili Trawangan saja, fasilitas toilet umum hanya tersedia di dua titik. Yakni di harbour (samping loket Karya Bahari) dan ke dua, toilet umum di sebuah masjid Gili Trawangan.

Kondisi tersebut bertolak belakang dengan status Gili Trawangan sebagai ikon objek wisata internasional. Sebelum gempa, angka kunjungan tembus sampai 2.500 ribu orang per hari. Bisa dibayangkan, betapa ketiadaan fasum toilet membingungkan para pengunjung di pulau itu. Pelaku usaha perhotelan di Gili Trawangan, Lalu Kusnawan menyebutkan kebutuhan toilet Gili Trawangan minimal 8 unit dengan pola pembagian menyasar wilayah keliling pulau. Begitu pula di dua gili lain – Meno dan Air, fasilitas serupa agar segera mendapat perhatian.

Menurut Kusnawan, toilet yang dibangun pemerintah nantinya agar diserahkan untuk dikelola masyarakat melalui wadah organisasi koperasi. Pasalnya, menyangkut toilet untuk wisatawan tidak sekadar menyediakan tempat dan dibiarkan begitu saja. Tetapi harus dikelola dan dijaga kebersihannya. Pada fasilitas dimaksud, ketersediaan air bersih harus terjamin. Begitu pula, tenaga cleaning service yang bertanggung jawab mengontrol kebersihan dan perlengkapan prasarana toilet.

Bupati Lombok Utara, Dr. H. Najmul Akhyar, SH. MH mengatakan, dukungan provinsi sudah mengalir ke Lombok Utara, termasuk alokasi toilet. Namun demikian, diakuinya fasilitas umum kebersihan di objek wisata relatif masih kurang karena banyaknya objek wisata di KLU. Dinas Pariwisata KLU telah mereferensikan 26 titik objek wisata yang bisa menjadi destinasi wisata publik. Dari 26 titik itu, diperkirakan membutuhkan waktu tiga tahun untuk menyiapkan fasilitas sarana dan prasarana umum, seperti mushala, toilet, menata areal parkir di seputaran objek wisata tersebut.

Najmul berasumsi apabila kunjungan wisatawan ke Gili Trawangan saja 2.600 orang sehari, sementara perbandingan pemakaian MCK 1:50, maka setidaknya harus ada 50 unit MCK di satu gili saja. Untuk menyediakan jumlah fasum sebanyak itu, tentu membutuhkan sinergi antara provinsi dan kabupaten.

Pemda Lombok Utara sendiri, tetap mengintervensi penataan di tiga gili baik dari aspek infrastruktur jalan, juga fasilitas umum termasuk PJU dan toilet.  Desa Gili Indah yang memiliki ratusan hotel dan restoran, diakui menjadi sumber penyumbang PAD. Oleh karena itu, dalam kebijakan daerah diatur bahwa wilayah uang menyumbang PAD dominan mendapatkan bagi hasil pajak dan retribusi yang lebih besar.

Sementara itu di Kawasan Senggigi yang menjadi tujuan wisatawan mancanegara, kondisi fasilitas toilet umum  memprihatinkan. Sebagian besar toilet yang tersedia di kawasan wisata potensial itu tak layak. Tidak saja bangunannya rusak, kondisi toilet juga kotor dan bau.

Pantauan Suara NTB, mulai dari kawasan wisata pos pantau di depan makam Batulayar.  Di gardu pandang yang belum lama diperbaiki lantaran rusak akibat gempa, terdapat toilet yang dibangun di bawah bangunan gardu pandang tersebut. Persis di atas tebing, bangunan toilet lengkap dengan beberapa ruangan tempat salat dalam kondisi sudah mulai rusak. Bau pesing menyengat mulai tercium beberapa meter dari toilet yang pintunya terbuka.

Toilet yang berada sebelah tangga sangat kotor. Jamban dipenuhi sampah bercampur  dengan kotoran.  Begitu juga di bak penampungan air, penuh kotoran. Toilet di Pantai Duduk, masih bisa digunakan pengunjung walapun kondisinya darurat. Sebenarnya kondisinya sebenarnya tak layak. Pasalnya, toilet dibangun dari susunan batu bata, berdinding terpal dan sisa-sisa karung. Toilet dibangun tanpa atap.

Di tempat lainnya, masih di kawasan wisata Senggigi. Ada juga toilet yang dibangun pemerintah, namun tak berfungsi karena minim perawatan dan tidak disiapkan sarana pendukung seperti air.  Kondisi ini pun menjadi keluhan  wisatawan yang berkunjung ke kawasan wisata itu. Sebenarnya, sejak lama masalah toilet ini telah menjadi momok di kawasan wisata tersebut.

Abdul Halik, pengunjung dari Lombok Tengah yang sering ke kawasan Senggigi mengaku kondisi fasilitas umum memang sejak lama dikeluhkan wistawan. Lantaran kondisinya yang buruk.  Pria yang pernah bekerja sebagai guide di kawasan wisata Senggigi ini mengaku prihatin atas kondisi ini. Buruknya kondisi toilet ini disebabkan tidak adanya perawatan dan pemeliharaan. Fasilitas toilet  hanya dibangun saja namun tidak dipelihara. Hal ini menyangkut kesadaran masyakarat dan pengunjung yang kurang.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) NTB, Ir. Madani Mukarom, B. Sc.F, M. Si mengatakan Pemprov akan membentuk pasukan khusus yang akan membersihkan sampah di destinasi-destinasi wisata prioritas yang ada di NTB. Nantinya akan dipetakan lokasi yang dibersihkan, dunia usaha yang akan menggelontorkan dana corporate sosial responsibility (CSR) untuk kebersihan destinasi wisata dan OPD yang akan melakukan pemantauan.

Ia mengatakan sudah ada Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) yang berada di masing-masing destinasi wisata di bawah pembinaan Dinas Pariwisata. Komunitas-komunitas yang ada di daerah wisata akan dimaksimalkan menjadi petugas atau pasukan khusus yang membersihkan sampah. Keberadaan pasukan khusus ini nantinya akan dipadukan dengan bank sampah yang ada di masing-masing desa. Sehingga persoalan sampah di destinasi wisata dapat teratasi.”Kayak Senggigi, Trawangan, Sesaot. Kebersihan semua destinasi wisata dijadikan prioritas dan harus bersih,” tandas Madani.

Saat ini, Pemprov sedang menggalakkan program NTB Zero Waste. Pemprov NTB telah menargetkan pengurangan sampah sebesar 30 persen pada 2023. Sedangkan target penanganan sampah sebesar 70 persen pada 2023. Sesuai target RPJMD, pada 2019, produksi sampah di NTB diperkirakan 3.550.552 kg per hari, dapat berkurang 10 persen.

Pada 2020, produksi sampah diperkirakan 3.569.771 kg, dapat berkurang 15 persen. Pada 2021, produksi sampah diperkirakan 3.604.041 kg, dapat berkurang 20 persen. Selanjutnya, pada 2022, produksi sampah di NTB diperkirakan 3.638.640 kg per hari, dapat dikurangi 25 persen. Dan pada 2023, produksi sampah diperkirakan 3.673.571 kg per hari, dapat berkurang 30 persen.

Sedangkan untuk penanganan sampah, Pemprov menargetkan tertangani 50 persen pada 2019. Kemudian pada 2020, sampah tertangani sebesar 60 persen. Selanjutnya, 2021 penanganan sampah sebesar 70 persen, tahun 2022 sebesar 75 persen dan tahun 2023 sebesar 70 persen. Dengan target pengurangan sebesar 30 persen dan penanganan 70 persen. Diharapkan mulai 2022 sampai 2023, sudah tidak ada lagi sampah yang tidak dikelola atau tidak tertangani. Dimana, pada 2019, Pemprov menargetkan sebesar 40 persen sampah yang tidak terkelola. Kemudian pada 2020 dan 2021, Pemprov menargetkan sampah yang tidak dikelola tersisa sebesar 25 persen dan 10 persen.

Untuk mengurangi volume sampah, Pemprov NTB menggalakkan gerakan pilah sampah dari rumah. Salah satu dari 13 indikator Sustainable Development Goals (SDGs) di NTB yang masih mendapatkan nilai E adalah rumah tangga dengan prilaku memilah sampah di NTB yang masih cukup jauh capaiannya dari target SDGs.

Pemprov NTB meminta kabupaten/kota untuk fokus dalam pengurangan dan penanganan sampah. Hal inilah yang dapat mendongkrak pencapaian indikator SDGs tersebut. “Target kita sudah jelas. Sampah ini akan kita tangani melalui program zero waste dengan dua sasaran. Yakni pengurangan sampah dan penanganan sampah,” kata Asisten II Perekonomian dan Pembangunan Setda NTB, Ir. H. Ridwan Syah, MM, M. Sc, M.TP.

Pemprov sudah menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) dengan Pemda kabupaten/kota terkait program zero waste. Pemprov akan mengawal MoU tersebut dengan mengevaluasi anggaran kabupaten/kota untuk penanganan sampah. Persoalan sampah menjadi prioritas nasional. Sehingga, pengelolaan sampah juga ada di dalam rencana aksi nasional. Rencana Aksi Daerah (RAD) SDGs yang dibuat NTB merupakan turunan dari rencana aksi nasional.(nas)