Catatan dan Temuan Penggunaan DBHCHT, Dilakukan Rekonsiliasi Kemenkeu

0
Suasana kegiatan rekonsiliasi penggunaan DBHCHT Pemprov NTB April 2021 lalu. (Bappeda)

Mataram – Dalam pelaksanaan dan realisasi penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCT), mendapat pengawalan langsung dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI. NTB sempat mendapat catatan, namun akhirnya dapat diselesaikan di APBD Perubahan setelah melalui proses rekonsiliasi.
“Jadi seperti itu sistemnya. Ketika ada temuan dari Kemenkeu, karena pengelolaan DBHCHT tidak sesuai PMK 206, maka dilakukan rekonsiliasi,” kata Kepala Bidang Perekonomian dan Sumber Daya Alam Bappeda NTB, Iskandar Zulkarnain, S.Pt., M.Si.

tujuan rekonsiliasi adalah memberi kesempatan kepada Pemda melakukan perbaikan atas kekeliruan penggunaan anggaran yang tidak sesuai PMK 206 maupun 207 tahun 2020.

Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan itu dijelaskan Iskandar Zulkarnain, dilakuan setiap smester melalui pola rekonsiliasi oleh pemerintah pusat. “Dalam hal ini Dirjen Perimbangan Keuangan,” jelasnya saat talk show di Radio Global FM Lombok tentang DBHCHT belum lama ini.

Dalam kewenangannya, Dirjen Perimbangan Keuangan melakukan pemeriksaan dan memberikan arahan dalam rangka penggunaan DBHCHT sesuai PMK 206 tahun 2020. Dari sini memastikan kepatuhan, kesesuaian dengan pagu, kemudian kesesuaian dengan porporsi panggaran, ukuran capaian hingga keluaran.

Dalam pelaksanaan dan sub kegiatan, ada kekeliruan baik di Provinsi maupun kabupaten dan kota. Kemudian timnya gencar melakukan pendampingan dan sosialisasi agar DBHCHT dilaksanakan sesuai PMK.

“Kita memag untuk 2021 sudah sekali dilakukan rekonsoliasi oleh pusat. Sebab masih ada kekeliruan dalam pelaksanaan kegiatan. Alhamdulillah sudah kita perbaiki di APBD perubahan,” ujarnya.

Temuan dalam pemeriksaan anggaran semester 1 itu diharapkan bisa diminalisir dan tidak lagi jadi catatan di semester 2 tahun 2021.

“Kita berharap semua temuan temuan DJPK ini bisa diminimalisasi,” ujarnya.

Rekonsiliasi DBHCHT pernah dilakukan April 2021 lalu. Kegiatan ini dilaksanakan di Hotel Jayakarta Senggigi Lombok Barat dari tanggal 5 – 7 April 2021.
Kegiatan rekonsilitasi secara teknis, pertama berupa evaluasi pelaksanaan kegiatan tahun 2020 yang bersumber dari dari DBHC-CHT baik Provinsi maupun kabupatn dan kota se-NTB.
Kedua, memperoleh informasi tentang Sisa Lebih Penggunaan Anggaran (Silpa) DBHCHT tahun anggaran 2020.
Ketahui Regulasinya

Untuk meningkatkan penerimaan daerah dari bagi hasil cukai hasil tembakau, Pemprov NTB bersama Bea Cukai dan pemangku kepentingan terkait, terus mengkampanyekan gerakan gempur rokok ilegal.

Kampanye ini mengedepankan pentingnya masyarakat mengetahui berbagai regulasi atau ketentuan di bidang cukai. Salah satunya, adalah ketentuan yang mengatur sanksi bagi pengedar rokok ilegal.

Pengedar atau penjual rokok ilegal termasuk melakukan pelanggaran yang dapat berpotensi sebagai pelanggaran pidana. Sanksi untuk pelanggaran tersebut mengacu pada Undang-Undang RI Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai, yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 54 berbunyi :

“Setiap orang yang menawarkan, menyerahkan, menjual, atau menyediakan untuk dijual barang kena cukai yang tidak dikemas untuk penjualan eceran atau tidak dilekati pita cukai atau tidak dibubuhi tanda pelunasan cukai lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.

Pasal 56 berbunyi :

“Setiap orang yang menimbun, menyimpan, memiliki, menjual, menukar, memperoleh, atau memberikan barang kena cukai yang diketahuinya atau patut harus diduganya berasal dari tindak pidana berdasarkan undang-undang ini dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar. (tim)