Bupati Lobar Sebut Saham 10 Persen di PT.Indotan Tidak Jelas

0

Giri Menang (Suara NTB) – Bupati Lombok Barat (Lobar) H. Fauzan Khalid menyebut saham Pemda Lobar sebesar 10 persen di PT Indotan Lombok Barat Bangkit (PT ILBB) dalam istilah agama sebagai barang “syubhat” yang artinya kabur, samar, atau tidak jelas. Pasalnya proses saham ini masuk ke neraca APBD tanpa persetujuan dari DPRD.

Ditemui di Desa Sedau Kecamatan Narmada saat meninjau Kawasan wisata Gunung Jae, Kamis, 24 Juni 2021, bupati  mengatakan dari awal ia menyampaikan soal saham pemda di Indotan sangat perlu peranan DPRD. “Karena itu kan saham 10 persen milik pemda tercatat di APBD, tapi tidak ada persetujuan DPRD. Makanya, kami minta juga supaya jelas, perlu peran dari teman-teman DPRD supaya dia mau sahkan itu atau ndak,” kata Fauzan.

Saham itu masuk APBD sejak tahun 2009-2010. Saham itupun tercatat di neraca aset, namun tidak jelas statusnya, karena tidak ada persetujuan DPRD. “Makanya saya sebut itu (saham) syubhat. Dan sekarang untuk menghalalkan itu, makanya kita minta DPRD, Apakah tetap (di neraca) ataukah dikeluarkan,” ujarnya.

Dalam hal ini, jelasnya, tidak bisa hanya dilakukan oleh eksekutif dalam hal ini dirinya sebagai bupati, karena berkaitan dengan persetujuan DPRD. Mumpung, kata dia, persoalan ini dimunculkan lagi oleh DPRD.

Sementara itu, anggota DPRD Lobar Indra Jaya Usman alias IJU mengatakan banyak permasalahan di saham 10 persen pemda ini. “Masalahnya itu di mana? Di awal dulu bermasalah, karena kepemilikan Lobar terhadap saham 10 persen itu tidak pernah ada persetujuan DPRD, ujuk- ujuk dia ada,” kritiknya.

Yang rumit, kata dia, saham senilai hampir satu miliar itu, selalu muncul di neraca APBD. Di satu sisi kalau mau dikeluarkan dari neraca tidak bisa, karena tidak ada alasan DPRD mengeluarkan itu, karena sebelumnya tidak pernah ada keputusan menyetujui saham itu dari lembaga DPRD.

Persoalan lain, awalnya dikatakan saham itu golden share non delusi (artinya saham Pemda ini tidak berubah meskipun pihak perusahaan menambah saham). Akan tetapi, ketika melakukan korespondensi dengan pihak perusahaan ternyata tidak seperti pemahaman Dewan. Karena ternyata saham itu bersifat delusi. Artinya kalau misalnya pihak perusahaan menambah saham 30 juta Dolar, maka Pemda memiliki beban atau kewajiban memberikan saham 10 persen atau sekitar 3 juta Dolar.  Kalau Pemda tak ingin kehilangan saham itu, maka pemda harus memberikan saham itu.

“Karena polanya, saham itu dihitung menjadi piutang Lobar. Jadi Pemda harus menyuntik saham, atau bisa saja Pemda tidak suntik uang. pihak perusahaan yang mengupayakan uang itu, tapi tetap 10 persen itu menjadi tanggungan Lobar. Nanti pada saat pembagian dividen bisa saja dikurangi (dividen Lobar),” imbuhnya. (her)