Menelusuri Jejak Tradisi yang Mulai Tenggelam di Kotaraja

1

Selong (suarantb.com) – Desa Kotaraja di Lombok Timur menyimpan jejak budaya yang cukup unik, yaitu berbuka puasa di makam keluarga, pada hari terakhir bulan Ramadhan. Namun, budaya itu kini sudah semakin ditinggalkan, bahkan dilupakan.

Perjalanan menuju Kotaraja cukup melelahkan. Panas matahari menyengat kulit di sela perayaan Lebaran Topat  1437 H yang memacetkan arus lalu lintas. Namun semua terbayar ketika memasuki Desa Kotaraja.

Di daerah inilah, ditemukan adanya jejak tradisi berbuka puasa di pemakaman sanak keluarga setiap tahunnya menjelang berakhirnya bulan Ramadhan.

Tradisi unik tersebut dilakukan masyarakat satu kali dalam setahun, tepatnya sebelum malam takbir. Namun, tradisi tersebut ternyata sudah tidak banyak diketahui masyarakat Kotaraja sendiri. Beberapa masyarakat yang ditanya terkait tradisi tersebut tampak kebingungan.

Edi salah satunya. Warga desa Kotaraja ini tidak mengetahui adanya tradisi buka puasa di pemakaman. “Ndak tahu. Ndak pernah dengar,” ujarnya saat ditemui, Rabu, 13 Juli 2016.

Kepala Desa Kotaraja, Lalu Supiandi (Baju hitam), kanan tokoh masyarakat H.L Munawar
Kepala Desa Kotaraja, Lalu Supiandi – Tokoh Masyarakat H.L Munawar

Kepala Desa Kotaraja, Lalu Supiandi yang ditemui di kediamannya juga tidak terlalu mengetahui sejak kapan tradisi masyarakat setempat dimulai. Lalu Supiandi pun kemudian memanggil salah seorang tokoh masyarakat Kotaraja, H. Lalu Munawar.

Dari penjelasan Munawar akhirnya jejak-jejak budaya lokal Kotaraja menemui titik terang. Menurut Munawar, berdasarkan informasi yang didapatkan, tradisi buka puasa di pemakaman sanak keluarga dianjurkan oleh Alm. TGH. Sapruddin, seorang ulama yang dihormati masyarakat setempat.

“Kemarin yang ikut juga di sana (di pemakaman) mertua saya dua-duanya. Yang perempuan di kubur orang tuanya, yang laki juga di kubur orang tuanya,” ujar Munawar.

Munawar menjelaskan alasan warga setempat dianjurkan berbuka puasa di pemakaman keluarga agar pahala yang didapatkan di dunia dapat berbagi dengan yang telah tiada. “Agar pahala yang kita dapatkan bisa juga sampai di sana. Berbagi tidak cuma di dunia saja. Saya juga datang di sana, sampai magrib,” jelasnya. (szr)