BPS: NTB Perlu Neraca Pariwisata Daerah

0
Ilustrasi wisatawan yang berkunjung ke Gili Trawangan, NTB. (Suara NTB/dok)

Mataram (Suara NTB) – Peran sektor pariwisata sebagai salah satu motor penggerak ekonomi NTB saat ini membutuhkan perencanaan yang lebih terarah. Khususnya terkait pengukuran jumlah kunjungan wisatawan yang ditargetkan pemerintah dengan dampak yang diberikan baik bagi masyarakat maupun daerah berdasarkan hitungan ekonomi.

‘’NTB harus memiliki perencanaan dari industri parwisiata yang mantap. Salah satunya kita harus punya tourism satellite account, atau neraca pariwisata daerah,’’ ujar Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) NTB, Suntono, kepada Suara NTB, Kamis, 9 Januari 2020. Dengan begitu, potensi daya beli wisatawan dan potensi pariwisata NTB sendiri akan lebih terukur.

Neraca pariwisata dijelaskan Suntono adalah sistem pengukuran daya beli dalam setiap kunjungan wisatawan. Sehingga dapat diketahui berapa rata-rata uang yang dihabiskan oleh wisatawan, serta untuk apa saja. Diantaranya seperti akomodasi hotel, tempat hiburan, transportasi, suvenir, oleh-oleh, dan lain-lain.

‘’Jadi jika ditanyakan nilai tambah pariwisata terhadap perekonomian NTB, bisa dikeluarkan datanya dari neraca pariwisata itu,’’ ujar Suntono. Aktivitas mana yang lebih diminati oleh wisatawan dapat diketahui dengan lebih pasti, sehingga pengembangan sektor pariwisata dapat dilakukan dengan lebih optimal.

Selain itu, dengan membuat neraca pariwisata maka potensi pasar yang lebih menguntungkan dapat ditentukan.

‘’Misalnya negara mana yang wisatawannya paling banyak berbelanja, sepeti wisatawan domestik kita atau wisatawan Malaysia,” ujar Suntono. Termasuk dengan mempertimbangkan daya beli dan aktivitas yang paling banyak menarik wisatawan tersebut.

Diterangkan Suntono, sampai saat ini pembuatan neraca pariwisata baru diuji coba di Bali saat pertemuan tahunan International Monetary Fund (IMF) pada 2018 lalu. “Dari sana ketahuan ketika Dinas Pariwisata menargetkan kunjungan wisaawan demostik dan mancanegara, dalam sehari daya beli wisatawan itu berapa,’’ ujarnya.

Dalam penerapannya, neraca pariwisata merupakan bagian kerja dari Dinas Pariwisata di masing-masing daerah. Namun, dalam pengerjaan teknisnya BPS berperan memberikan asistensi untuk penyusunan indikator serta metode yang dibutuhkan untuk penyusunan.

Diterangkan Suntono dalam pertemuan terakhirnya dengan Gubernur NTB, Dr. H. Zulkieflimansyah, SE.M.Sc,  penyusunan neraca pariwisata diharapkan dapat segera dilakukan. Pasalnya, NTB saat ini hanya ditopang oleh tiga motor penggerak eknomi saja.

‘’Sekarang hanya ada sektor pertanian secara umum dan pariwisata. Tambang mungkin belum bisa pulih sampai 2021 dan sektor industri masih sangat kecil perannya,’’ujarnya.

Salah satu masalah yang berusaha dipecahkan melalui neraca pariwisata disebut Suntono adalah pengukuran wisatawan yang sampai saat ini hanya dilakukan dengan memotret nilai tambah dari akomodasi hotel. Hal tersebut dinilai tidak dapat menggambarkan pariwisata NTB secara menyeluruh, mengingat aktivitas di hotel tidak terbatas pada wisata, namun juga kegitan meetings, incentives, conferences and exhibitions (MICE). ‘’Itu tidak benar-benar bersih nilai tambah di sektor pariwisatanya,’’ ujar Suntono. (bay)