Belum Ada Kejelasan Sejak Tahun 2009, Warga Transmigran di UPT. Senteluk Tuntut Kepastian Lahan Usaha

0
Warga trasmigran di UPT. Senteluk berpose bersama. (Suara NTB/ist)

Mataram (Suara NTB) –  Perwakilan masyarakat transmigran di Kecamatan Poto Tano, Kabupaten Sumbawa Barat mendatangi kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi NTB minggu kemarin. Mereka meminta bantuan kepada pemerintah daerah untuk memperjelas Lahan Usaha (LU) yang seharusnya mereka terima sejak tinggal.

Warga Transmigrasi pada UPT. Seteluk menuntut SHM Lahan Tambak yang merupakan LU warga transmigrasi masing-masing seluas 50 are untuk 364 KK sejak pelepasan dan  penyerahan permukiman dari pemerintah pusat ke Pemda KSB tahun 2009. Karena hingga sampai saat ini, apa yang menjadi hak masyarakat transmigran belum diserahkanterimakan.

“Kami mengecam para oknum yang terlibat dalam penelantaran hak warga transmigrasi dan yang telah mengalihkan SHM LU kami kepada pihak lain tanpa sepengetahuan kami sebagai pemilik hak,” ujar Rustam, Ketua Komunitas Warga Trans. Konflik agraria dan reforma agraria di Kawasan Transmigrasi UPT. Seteluk Desa UPT.Tambak Sari terjadi pada tahun 2013 sejak diketahui SHM LU warga dikuasai dan telah beralih menjadi Hak Guna Usaha (HGU) PT.BHJ atas pemberian hak oleh Kanwil BPN NTB tahun 2012.

“Konflik ini terjadi antara warga desa dengan warga desa dan warga desa dengan korporasi/perusahaan yang beroperasi di atas lahan usaha warga transmigrasi,” ujar Suhardi, Kades Tambak Sari. Ia berharap ada percepatan dalam penyelesaian konflik agraria dan  reforma agraria yang terjadi di tanah kawasan transmigrasi dapat menjadi atensi Ditjen PPKTrans, Kemendes, PDT & Transmigrasi RI, Disnakertrans Provinsi NTB dan Kabupaten Sumbawa Barat, Agar tidak terjadi konflik yang berkepanjangan.

Kepala Dinas Nakertrans Provinsi NTB, Gede Aryadi juga membenarkan warga transmigrans ini tak menerima lahan usahanya. Berdasarkan peraturan undang-undang yang berlaku, harusnya warga transmigran yang sudah ditempatkan, secara otomatis mendapatkan hak lahan untuk kegiatan usaha, maupun perumahannya. Ada 50 are untuk lahan usaha dan 5 are untuk rumah tinggal yang seharusnya.

Sampai sekarang ini, lahan usaha di Kawasan Transmigrasi UPT. Seteluk Desa UPT.Tambak Sari dikuasai oleh pengusaha. Dengan proses, dulunya ada jaminan usaha dan sebagainya. Seharusnya, adalah aturan untuk jangka waktu 10 atau 15 tahun, lahan transmigran tidak diperbolehkan dijadikan lahan agunan atau dipindahtangankan.

“Fakta di lapangan. Warga transmigran kita ndak punya lahan itu. Ini kasus lama yang sudah dilaporkan sampai ke Presiden oleh kepala desa dan kelompok tani disana. Harus dicarikan solusi, kita lindungi mereka. Gak boleh dibiarkan,” ujarnya. Informasinya, warga transmigran sudah mendapatkan sertifikat lahan usaha. Namun sampai saat ini tidak diterima. Tiba-tiba kemudian, sudah terjadi peralihan ke perusahaan. Persoalan ini juga sudah dilaporkan ke Kemnaker. “Tidak boleh terjadi ini. harus segera diselesaikan,” demikian Gede Aryadi. (bul)