Belajar Tatap Muka Dimulai, SMPN 1 Terara Terapkan Protokol Kesehatan Ketat

0

Selong (Suara NTB) – Sejak diizinkan kegiatan pembelajaran tatap muka di Lombok Timur (Lotim),  sekolah-sekolah di Lotim menerapkan protokol kesehatan pada siswa atau guru yang datang. Sebelum masuk kelas, mereka harus mematuhi protokol kesehatan yang sudah diterapkan. Begitu juga di SMPN 1 Terara, siswa atau guru yang baru datang harus dicek suhu tubuhnya, menggunakan masker dan menjaga jarak selama berada di kelas.

Kepala SMPN 1 Terara Drs. Hadirin Tahir, menjelaskan, sebelum sekolah diizinkan menggelar pembelajaran tatap muka, pihaknya harus mempersiapkan fasilitas yang dibutuhkan, seperti tempat cuci tangan, hand sanitizer, masker, thermo gun dan mengatur jarak bangku di kelas.

‘’Siapkan ruang kelas dengan tempat duduk yang diatur, yakni 1,5 meter. Siswa dengan jumlah 1.005 terbagi jadi 32 rombongan belajar dari kelas VII sampai kelas IX. Pola yang akan kita laksanakan ke depan dengan membagi siswa per kelas masuk 2 hari seminggu. Misalnya, kelas VII masuk Senin –Selasa, kelas VIII masuk Rabu, Kamis dan Kelas IX masuk Jumat – Sabtu sambil menunggu petunjuk teknis dari pemerintah daerah,’’ terangnya, Selasa, 17 November 2020.

Diakuinya, siswa dan guru rindu mengikuti pembelajaran tatap muka, karena itu lebih gampang dikontrol dan memberikan penilaian pada siswa.  Untuk itu, saat sekolah kembali diizinkan menggelar tatap muka secara langsung guru dan siswa harus mematuhi protokol kesehatan, seperti menggunakan masker. Kemudian sebelum mengikuti kegiatan pembelajaran, cek suhu tubuh siswa dan guru sebelum pembelajaran dimulai.

Sementara pada saat pembelajaran tatap muka masih dilarang, pihaknya menerapkan 2 sistem pembelajaran. Pertama, sistem dalam jaringan (daring) dan luar jaringan (luring). Sistem daring menggunakan grup Whats App (WA) dan Google Classroom. Untuk menjalankan sistem ini, pihak sekolah memfasilitasi guru sesuai dengan kemampuan sekolah. Sedangkan pada sistem luring dilakukan dengan belajar kelompok atau belajar dari rumah (BDR).

Meski demikian, ujarnya, dalam menjalankan dua sistem ini dihadapkan dengan banyak kendala. Pertama, tidak semua siswa punya smartphone, selain itu kemampuan siswa menyiapkan kuota untuk melaksanakan pembelajaran daring. Tidak hanya itu, jaringan internet di tempat siswa bermukim tidak ada jaringan, sehingga ini menyebabkan kegiatan pembelajaran daring tidak maksimal.

Begitu juga di pembelajaran model luring. Pada sistem pembelajaran ini, pihak guru membentuk kelompok berdasarkan tempat tinggal siswa. Namun, p embentukan kelompok ini lumayan sulit, karena terbatasnya jangkauan guru. ‘’Guru kadang tdak tahu lokasi rumah siswa, ini jadi kendala yang dihadapi pada pembelajaran luring,’’ ujarnya.

Untuk itu, pada pembelajaran tatap muka ini, pihaknya sudah menyiapkan hand sanitizer  dan tempat cuci tangan sebanyak ruang kelas,  ruang guru, ruang Tata Usaha dan kepala sekolah, sehingga pembelajaran tatap muka menjadi optimal. (ham)