BBPOM di Mataram Susun Program Intervensi Kesehatan Pangan dan Jajanan Anak Sekolah

0

Mataram (Suara NTB) – Balai Besar Badan Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Mataram menggelar lokakarya terkait intervensi pangan dan jajanan anak sekolah (PJAS). Kegiatan tersebut ditujukan untuk menjamin, mengevaluasi dan mengidentifikasi kesehatan pangan dan jajanan, khususnya di seluruh tingkatan pendidikan di NTB.

Kepala BBPOM di Mataram Dra. Ni G.A.N Suarningsih, Apt., M.H, menerangkan program serupa telah dilaksanakan sejak tahun 2011 dan menjadi laporan rutin tiga tahunan yang diserahkan kepada Kantor Staf Kepresidenan. “Tahun ini NTB mendapatkan intervensi sekolah cukup banyak. Yaitu 839 sekolah dari tingkat SD, SMP, SLTA sederajat,” ujarnya ketika membuka kegiatan tersebut, Jumat, 6 Desember 2019 di Hotel Lombok Astoria, Mataram.

Pemilihan sekolah kata Suarningsih merupakan keputusan bersama antara stakeholder terkait dan berbagai lembaga. Selain itu, pemilihan sekolah juga didasarkan pada Surat Keputusan (SK) Gubernur NTB tahun 2018 tentang intervensi stunting dan desa miskin. Karena itu, program dari BPOM tersebut merupakan singkronisasi dengan program Pemprov NTB saat ini.

Suasana kegiatan lokakarya intervensi PJAS yang diadakan BBPOM di Mataram (Suara NTB/bay)

Diterangkan Suarningsih, 839 sekolah yang dipilih sekaligus merupakan percontohan bagi program serupa yang disusun BPOM pusat. Seluruh sekolah tersebut diberikan pelatihan khusus terkait keamanan berbasis pemberdayaan komunitas di sekolah, yang di dalamnya melibatkan unsur kepala sekolah, pengelola kantin, guru, serta orangtua siswa.

“Kita sudah lakukan sampling dan pengujian laboratorium. Sekolah yang mampu memberikan keamanan pangan dengan baik kita berikan piagam bintang keamanan pangan,” ujar Suarningsih. Piagam itu sendiri merupakan penghargaan atas dedikasi sekolah dalam memenuhi pangan dan jajanan sehat bagi siswa. “Dari 839 sekolah yang juga sudah kami berikan kit edukasi, ada 70 sekolah yang kami undang (dalam kegiatan lokakarya-red),”sambungnya.

Senada dengan itu Kepala Sub Direktorat Pemberdayaan Pelaku Usaha BPOM RI, Dyah Sulistyorini, yang turut hadir dalam kegiatan tersebut menerangkan bahwa keamanan pangan PJAS sebelum dikonsumsi merupakan salah satu perhatian pemerintah pusat saat ini. Hal tersebut merupakan masalah serius, mengingat beberapa kasus kesehatan yang terjadi bersumber dari makanan.

Diterangkan Dyah, berdasarkan data sampling tahun 2018 saja, BPOM RI menemukan beberapa PJAS tidak memenuhi syarat karena ada cemaran kimia, yaitu penambahan pemanis siklamat yang berlebihan hingga 56,49 persen. Selain itu ada juga cemaran mikrobiologi seperti E.coli hingga 38,9 persen.

Foto bersama Kepala BBPOM di Mataram,Dra.Ni G.A.N Suarningsih, Apt.,M.H dan Ketua TP-PKK NTB, Hj.Niken Saptarini Widyawati Zulkieflimansyah,SE,M.Sc dan perwakilan sekolah penerima piagam bintang keamanan pangan (Suara NTB/bay)

“PJAS itu berdampak pada kesehatan. Masalah ini senantiasa berulang dari tahun ke tahun, sehingga perlu ada program intervensi dan sinkronisasi dengan berbagai pihak terkait,” ujarnya dikonfirmasi di sela-sela kegiatan. Untuk NTB sendiri, diterangkan masih berada dalam tingkat kesehatan pangan yang relatif baik.

Turut hadir dalam kegiatan tersebut Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (TP-PKK) NTB, Hj. Niken Saptarini Widyawati Zulkieflimansyah, SE, M.Sc yang menekankan bahwa pengawasan terhadap PJAS merupakan tanggungjawab bersama. “Kita semua perlu memastikan anak-anak kita mendapatkan makanan yang baik,” ujarnya saat memberikan sambutan dalam kegiatan tersebut.

Diterangkan Niken, secara ideal kesehatan pangan anak harus dijamin sejak lingkup keluarga. Walaupun begitu, saat anak akan membeli makanan di luar rumah, maka harus ada jaminan terkait keamanan, mutu dan gizi.

Untuk itu, kegiatan yang dilakukan oleh BBPOM dengan melatih sekolah-sekolah yang merupakan lingkungan kedua anak adalah salah satu langkah strategis. “Kegiatan ini menjadi sangat penting. Bahwa intervensi dilakukan di sekolah-sekolah yang menjadi tempat anak-anak kita menghabiskan waktu produktifnya di pagi hari,” ujarnya.

Diterangkan Niken dengan jumlah 839 sekolah yang diberi pelatihan dan 70 sekolah yang berhasil diintervensi, maka pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan masih banyak. Pasalnya, NTB saat ini memiliki lebih dari 7.000 sekolah yang tersebar di 10 kabupaten/kota. “Perlu upaya merangkul berbagai pihak. Masih banyak lagi hal-hal yang harus kita lakukan bersama,”pungkasnya. (bay)