Banyak Siswa Autis dan Tunagrahita, Dukung Program, Terapis Sangat Dibutuhkan di SLB

0
Winarna. (Suara NTB/ron)

Mataram (Suara NTB) – SLBN 2 Mataram menerima 49 siswa berkebutuhan khusus yang melakukan daftar ulang dengan 16 siswa baru di jenjang TK dan SD, sisanya merupakan siswa SLBN 2 Mataram yang naik jenjang. Dari 16 siswa baru itu kebanyakan memiliki ketunaan autis dan tunagrahita. Oleh karena itu dibutuhkan juga terapis untuk mendukung program di SLBN 2 Mataram.

Kepala SLBN 2 Mataram, Winarna mengatakan, jumlah siswa baru yang banyak berasal dari ketunaan autis dan tunagrahita, bahkan siswa ketunaan tunarungu relatif sedikit. Menurutnya, berdasarkan hal itu, pihakanya akan meningkatkan program khusus seperti ketenagan siswa saat duduk, ketajaman bicara, sensor integrasi, fungsi mobilitas, dan sikap yang akan ditata terlebih dahulu. “Barulah dari sisi akademiknya,” ujarnya.

Menurutnya, dari sanalah muncul kebutuhan adanya terapis di SLB. Ia mengungkapkan, sudah ada terapis yang mau bergabung sebagai tenaga honorer. Pihaknya merasa hal itu bagus untuk mendukung program SLB. Ia menekankan, memang seharusnya SLB memang memiliki terapis. “Mestinya SLB itu ada terapinya. Saat saya ke SLB negeri Semarang, di sana ada fisioterapis, ada terapi bicara, itu lebih baik,” ujar Winarna.

Terkait dengan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) dan pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas, pihaknya masih menunggu surat edaran dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) NTB. “Saya sudah rencanakan masuk 50 persen untuk MPLS. Kami juga rencanakan tatap muka 50 persen, sambil tunggu surat dari Dinas Dikbud NTB,” ujarnya.

Sebelumnya, Kepala Bidang Pembinaan Pendidikan Khusus-Pendidikan Layanan Khusus (PK-PLK) Dinas Dikbud NTB, Hj. Eva Sofia Sari, S.Pd., M.Pd., mengatakan,  SLB di NTB belum memiliki terapis okupasi untuk siswa dengan ketunaan tertentu. Oleh karena itu, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) NTB akan mengajukan ke BKD untuk adanya tenaga terapis di SLB.

“Karena butuh sekali terapis untuk ditempatkan di SLB, terutama menangani anak-anak yang punya kebutuhan, yang istilahnya tidak bisa ditangani oleh gurunya. Butuh ahli, seperti untuk tunadaksa, autis, itu kan butuh terapi,” ujarnya.

Menurut Eva, setidaknya harus ada satu terapis di masing-masing SLB. Pihaknya ingin membicarakan rencana ini kepada BKD. Jika disetujui, ia menginginkan terapis ASN yang ditempatkan di SLB agar tidak memberatkan pihak SLB. Jika nantinya pengusulan adanya terapis di SLB disetujui, pihaknya menginginkan agar penempatan terapis okupasi itu di SLB di Mataram dan Lombok Barat untuk uji coba. (ron)