Banyak Salah Persepsi Tentang Posyandu Keluarga

0
Hj.Sitti Rohmi Djalilah (Suara NTB/dok)

PROGRES program revitalisasi Posyandu yang menjadi menjadi program unggulan Gubernur dan Wakil Gubernur NTB, Dr. H. Zulkieflimansyah, S.E., M.Sc., – Dr. Ir. Hj. Sitti Rohmi Djalilah, M.Pd., atau Zul – Rohmi saat ini progresnya sudah mencapai 50 persen. Dari 7.553 Posyandu konvensional di NTB, hingga Maret 2021, sebanyak 3.470 sudah menjadi Posyandu Keluarga.

Wakil Gubernur (Wagub) NTB, Dr. Ir. Hj. Sitti Rohmi Djalilah, M.Pd., mengungkapkan selama ini banyak yang salah persepsi tentang Posyandu Keluarga. Ia mengatakan, Lombok Timur (Lotim) layak menjadi contoh di NTB, karena Bupati setempat langsung menginstruksikan desa dan kelurahan untuk melakukan revitalisasi Posyandu konvensional menjadi Posyandu Keluarga.

Bahkan, kata Wagub, Pemda Lotim mnargetkan sebanyak 1.900 Posyandu konvensional menjadi Posyandu Keluarga pada Mei mendatang. “Karena selama ini masih banyak yang salah pengertian tentang Posyandu Keluarga. Dipikir Posyandu Keluarga itu bikin bangunan baru, butuh duit banyak. Padahal tidak,” kata Wagub dikonfirmasi usai rapat koordinasi evaluasi program revitalisasi Posyandu di Kantor Gubernur, Senin, 19 April 2021.

Ia menjelaskan, Posyandu Keluarga adalah mengaktifkan Posyandu yang sudah ada dan menambah meja pelayanan. Yang semula hanya untuk ibu dan anak, meja pelayanan ditambah untuk lansia, remaja dan Posbindu.

Bahkan seperti di Dompu, kata Wagub, untuk menyiasati kurangnya kader Posyandu karena anggaran belum tersedia di APBDes. Pemdes setempat memanfaatkan remaja lulusan SMA/SMK dan ibu-ibu membantu melayani di meja Posyandu untuk remaja, lansia dan Posbindu.

“Jadi tidak harus saat itu juga menambah atau merekrut tiga kader. Tapi bisa juga memanfaatkan SDM yang ada, sambil direncanakan di APBDes berikutnya anggarannya untuk kader,” kata Wagub.

Untuk biaya pengadaan peralatan di Posyandu, kata Wagub, tidak membutuhkan anggaran yang banyak. Misalnya untuk membeli timbangan hanya butuh anggaran sekitar  Rp500 ribu dan alat untuk mengecek gula darah sekitar Rp1 jutaan.

“Jadi tidak ada alasan tidak ada anggaran kalau kita bandingkan dengan jumlah APBDes yang mencapai miliaran per desa,” ujarnya.

Orang nomor dua di NTB ini mengatakan Posyandu Keluarga diharapkan menjadi centre of education atau pusat edukasi di dusun. Sehingga, pembentukan Posyandu Keluarga di NTB terus didorong untuk dipercepat.

“Progresnya sudah hampir 50 persen. Terutama Lotim, komitmennya luar biasa. 1.900 lebih Posyandunya Mei ini akan menjadi Posyandu Keluarga. Karena mereka sadar betul, bagaimana PR stunting, gizi buruk, kematian ibu, kematian bayi menjadi PR besar,” katanya.

Dengan merevitalisasi Posyandu, kata Wagub, maka seluruh warga dusun bisa ditangani. “Kalau Posyandu ini bicara anggaran tidak terlalu berat. Karena Posyandu itu sudah ada. Yang dibutuhkan tempat saja. Di halaman bisa, teras bisa, di mana saja bisa,” imbuhnya.

Ia mengatakan daerah yang masih lambat melakukan revitalisasi Posyandu adalah Lombok Tengah, Lombok Barat dan Kota Mataram. Namun, Wagub mengatakan sudah berkomunikasi dengan Wakil Bupati Lombok Barat dan sangat welcome dengan program revitalisasi Posyandu.

Selain itu, Wagub juga mengatakan sudah berkomunikasi dengan Wakil Bupati Loteng. “Sudah oke juga. Artinya sudah se-visi kita, tinggal eksekusinya yang kita tunggu,” tandasnya.

Berdasarkan data Pemprov NTB, sebaran Posyandu Keluarga per Maret 2021. Di Kota Mataram sebanyak 46, Lombok Barat 111, Lombok Utara 208, Lombok Tengah 244, Lombok Timur 1.389, Sumbawa Barat 83, Sumbawa 144, Dompu 395, Bima 481 dan Kota Bima 99. (nas)