Banyak Digugat Masyarakat, Pemkab Lobar Sinyalir Ada Oknum “Mafia” Aset Ikut Bermain

0

Giri Menang (Suara NTB) – Tercatat, belasan titik aset berupa tanah di Lombok Barat (Lobar) digugat oleh masyarakat yang mengklaim aset. Banyaknya aset yang digugat ini disinyalir akibat adanya “mafia”, baik di lingkaran internal maupun di luar pemda. Pasalnya, di beberapa kasus gugatan aset terdapat aparatur yang sama menjadi saksi selaku pemberi informasi bagi penggugat. Bahkan ia menguatkan informasi bagi penggugat. Selain itu, oknum dari internal juga terlibat di beberapa kasus gugatan yang serupa.

Kabag Hukum dan Perundang-undangan Setda Lobar H. Bagus Dwipayana, SH., MH., mencatat tahun lalu terdapat 15 kasus sengketa aset yang sebagian besar masih bergulir di pengadilan. Sebagian kasus ada yang banding dan kasasi. Sejauh ini, yang masih belum selesai, yakni sengketa lahan di Kantor Desa Suranadi dan masih kasasi.

Pada pengadilan tingkat pertama dan kedua, penggugat kalah, lalu dilakukan kasasi. Begitu juga, kasus SMPN 2 Gunungsari di tingkat pertama dan kedua pemda kalah lalu pemda melakukan kasasi. Pada pengadilan tingkat ketiga ini, pemda melampirkan bukti baru yang baru ditemukan, sehingga pemda pun optimis bisa menang.

Sedangkan sengketa aset di lahan Pasar Tawun, pemda melakukan kasasi setelah pada pengadilan tingkat pertama, kedua pemda kalah. Sengketa lahan di bundaran GMS, pemda menang pada tingkat kasasi. Sedangkan pada pengadilan tingkat pertama dan kedua pemda kalah. Saat ini penggugat mengajukan peninjauan kembali (PK), namun langkah ini menghalangi melakukan eksekusi.

‘’Terkait kapan dieksekusi, masih koordinasi dengan PN dan kejaksaan yang mem-back up,’’ akunya.

Tahun ini ada lima gugatan, di antaranya SDN 14 Cakranegara yang telah dihibahkan ke Kota Mataram. Lahan ini digugat oleh pihak yang mengklaim selaku ahli waris. Lahan ini dua kali digugat dan penggugat dua kali kalah, lalu dilanjutkan ke MA untuk gugat ulang. Kedua sengketa Pasar Pemenang KLU, diklaim oleh masyarakat dan baru masuk ke Bagian Hukum.

Menghadapi berbagai gugatan ini, pihaknya lurus-lurus saja. Diakuinya, dari berbagai rangkaian gugatan ini terdapat oknum mafia, karena oknum-oknum ini terlibat menjadi sanksi dari pihak penggugat yang justru memberatkan  bagi pemda dalam perkara tersebut.

Oknum-oknum ini biasanya terungkap dari keterangan penggugat, karena mereka membeli dari oknum A atau B. Mereka inipun dihadirkan menjadi saksi dari penggugat. Dalam runutan persidangan sengketa aset ini, diakuinya ada satu-dua orang terlibat menjadi saksi pada sengketa yang satu dan beberapa sengketa.

Mereka disebutkan langsung dalam putusan pengadilan. Oknum ini orang yang sama menangani beberapa sengketa aset, mereka menjadi sanksi pemberi informasi terhadap aset yang digugat tersebut.

Mereka ini, jelasnya, berasal dari luar dan dalam pemda. Oknum-oknum internal ini, jelasnya, bakal dibenahi karena tidak boleh aparatur memberikan informasi ke luar yang bersifat rahasia soal aset.

Saat ini pemda tengah melakukan penertiban lahan aset pemda, aset ini ditelusuri satu per satu supaya cepat selesai. Misalnya, ada lahan pemda lalu dicek di buku aset benar atau tidak tercatat. Jika memang ada di buku aset, maka langsung dipasangkan plang. Setelah dipasangkan plang, ada masyarakat yang keberatan pihaknya mempersilakan untuk menggugat. Sebab pihak pemda sudah ada bukti kepemilikan aset tersebut.

Sementara Kepala Bidang Aset pada Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) L. Gede Ramadan Ayub, mengaku, prosedur penghapusan aset dari neraca tak gampang. Jika aset sudah tertuang di neraca, maka untuk menghapusnya tidak akan bisa, salah satu untuk menghapusnya melalui proses pengadilan. Jika pemda kalah di pengadilan hingga tingkat kasasi, maka itu dasarnya dilakukan penghapusan.

Pemda juga membenahi semua aset di SKPD, termasuk bukti kepemilikan kendaraan berupa BPKP yang ada SKPD dialihkan untuk dipegang kantor aset. “Sekarang surat kendaraan dinas tidak boleh di SKPD, Kantor BPKAD yang pegang,” jelasnya.

Jika sebelumnya, masing-masing dipegang SKPD, sehingga kerawanan hilangnya besar. Sebab pejabat atau aparaturnya pindah, maka dokumen kendaraan itu juga ikut pindah. Hal ini menjadi kekhawatiran, sehingga dikumpulkan semua di Kantor BPKAD. (her)