Bang Zul Jenguk Empat IRT dan Balita yang Ditahan di Lapas Praya

0

Mataram (Suara NTB) – Gubernur NTB, Dr. H. Zulkieflimansyah, SE, M.Sc, menjenguk empat ibu rumah tangga (IRT) yang ditahan di Lapas Praya, Lombok Tengah (Loteng), Sabtu, 20 Februari 2021. Dua dari empat IRT tersebut membawa balitanya dan menyusui di balik jeruji penjara.

Gubernur mengatakan, empat IRT tersebut ditahan karena melempar pabrik tembakau secara spontan yang berada di Desa Wajageseng, Kecamatan Kopang, Lombok Tengah. Karena pabrik tembakau tersebut dianggap mencemari lingkungan dan mengganggu kesehatan anak-anak.

“Di Lapas Praya, keadaan dan kondisi empat ibu-ibu ini sehat dan baik-baik saja. Begitu juga dengan anak-anaknya, mereka tak kekurangan satu apapun, apalagi teman-teman di Lapas sangat membantu,” kata Gubernur.

Gubernur yang akrab disapa Bang Zul ini memastikan empat IRT tersebut akan ditangguhkan penahanannya, Senin pekan depan. “Tadinya mau ditangguhkan hari ini, tapi pengadilan tidak bisa memutuskan penangguhan karena hari ini hari libur,” jelas Bang Zul sembari menambahkan akan menemui pemilik pabrik tembakau tersebut.

Puluhan Advokat

Penangkapan dan penahanan empat IRT atas tuduhan pengerusakan tersebut mengundang simpati dari berbagai pihak. Bahkan puluhan advokat siap memberikan bantuan hukum.

Keempat IRT tersebut melakukan protes karena pemilik pabrik tidak pernah mendengar aspirasi mereka. Banyak anak-anak yang sakit akibat polusi dari pabrik. Bahkan, warga sekitar sama sekali tidak dipekerjakan di pabrik.

Diketahui, masing-masing IRT asal Desa Wajageseng, Kecamatan Kopang, Lombok Tengah adalah Nurul Hidayah (38), Martini (22), Fatimah (38) dan Hultiah (40). Mereka merupakan warga Dusun Eat Nyiur yang diancam pasal 170 KUHP ayat (1) dengan ancaman pidana lima sampai tujuh tahun kurungan penjara atas tuduhan pengerusakan.

Menyikapi kasus tersebut para advokat yang tergabung pada Tim Hukum “Nyalakan Keadilan untuk IRT” tergerak untuk memberikan pendampingan hukum kepada empat IRT yang tengah tersandung masalah hukum tersebut. Tidak tanggung-tanggung ada sekitar 50 advokat yang ikut bergabung dalam Tim Keadilan untuk IRT tersebut. Itu belum termasuk praktisi, pegiat perempuan, NGO, akademisi dan elemen lainnya.

“Banyak, ada sekitar 50 orang advokat yang sudah menyatakan kesiapan untuk ikut dalam gerakan ini,” ungkap Koordinator Tim Keadilan untuk IRT, Ali Usman Ahim, Sabtu, 20 Februari 2021.

Sebagai langkah awal, pihaknya sudah mulai turun melakukan investigasi, mengumpulkan keterangan yang dibutuhkan dari para pihak terkait untuk mengetahui kronologis kejadian serta duduk persoalan sesungguhnya yang terjadi.

Selain menjenguk empat IRT di Rutan Praya, pihaknya juga sudah menemui pihak keluarga serta melakukan olah TKP di lokasi kejadian kasus dugaan pengerusakan yang menjadi dasar kasus hukum tersebut.

Nantinya juga ada rencana mengajukan permohonan pra peradilan terkait kasus tersebut. Persetujuan kuasa hukum dari pihak keluarga para IRT terkait rencana itu, saat ini tengah diurus.

“Karena ini berkaitan dengan kasus hukum, tentu langkah-langkah yang akan ditempuh sesuai dengan ketentuan hukum yang ada,” tandasnya.

Sekretaris DPD Partai Gerindra NTB yang juga mantan Direktur Eksekutif WALHI NTB ini mengatakan, pihaknya tergerak untuk ikut membantu para IRT bukan karena apa-apa. Tapi lebih sebagai bentuk gerakan moral dan kemanusiaan.

Menurutnya kasus yang membelit para IRT tersebut aneh sampai harus diproses hukum. Karena ada langkah-langkah restoratif justice yang bisa ditempuh untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Tanpa harus melalui proses hukum. Apalagi penyebabnya hanya persoalan sepele.

Anggota tim hukum lain, Apriadi Abdi Negara yang juga Ketua LBH Pencari Keadilan menegaskan bahwa hukum dibuat untuk menghadirkan rasa keadilan bagi masyarakat. Bukan malah untuk melanggengkan penindasan.

“Kalau penegakan hukum model seperti ini, jelaslah tidak berkesesuaian dengan tujuan penciptaan hukum itu sendiri,” katanya.

“Ini ada ibu yang anaknya sedang sekarat harus ditahan. Ada juga yang terpaksa harus membawa serta anaknya yang masih balita ikut ke penjara, di mana rasa keadilan dan kemanusiaan itu?” ujar Abdi dengan nada prihatin.

Hal itulah yang kemudian menggerakkan hati berbagai elemen masyarakat di daerah ini untuk membantu upaya penyelesaian terhadap kasus yang menimpa empat IRT beserta keluarganya tersebut.

Anggota tim hukum lainnya, Ikhsan Ramdhani yang juga Ketua FORMAPI NTB menambahkan, berdasarkan hasil investigasi tim, empat IRT tersebut ditahan lantaran dituduh melakukan pengerusakan dengan melemparkan batu ke gudang pabrik tembakau, UD. Mawar Putra.

Dua di antara IRT itu memiliki anak balita yang usianya sekitar 1 tahun dan 1,5 tahun ikut bersama ibunya berada di sel karena harus diberikan ASI. “Setelah kami olah TKP sama sekali tidak kami temukan ada kerusakan, pelapor terlalu mengada-ada dan membual mengenai kerusakan yang timbul akibat perbuatan empat IRT tersebut,” cetusnya.

Ia tidak habis pikir apa yang menjadi dasar pertimbangan obyektif pihak jaksa sehingga menahan mereka. Dan kenapa penyidik seperti memaksakan perkara diproses. (nas/kir)