ASN Protes Pemotongan Gaji dan TKD untuk Zakat

0

Mataram (Suara NTB) – Perda No. 5 Tahun 2017 tentang pengelolaan zakat, infak dan sedekah menimbulkan polemik bagi aparatur sipil negara (ASN) lingkup Pemkot Mataram. Pemotongan pendapatan dari gaji, TKD dan honor lainnya dinilai memberatkan.

Perwal baru genap sebulan disahkan tersebut mengatur pemotongan 2,5 persen sumber pendapatan ASN di luar gaji. Disamping itu, rekanan yang memenangkan tender wajib menyetor 2,5 persen dari keuntungan yang diperoleh.

Pemberlakukan Perwal ini kata salah seorang pejabat di Pemkot Mataram, justru akan memberatkan pegawai. Sebab, gaji mereka sudah dipotong 2,5 persen untuk infak. Akan tetapi, sumber pendapatan yang diharapkan bisa menunjang kebutuhan keluarga kembali dipotong.

“Kalau gaji sudah dipotong seharusnya TKD jangan dipotong juga. Pegawai mengharapkan itu untuk kebutuhan sehari – hari,” protesnya Senin, 3 April 2017.

Kasus penolakan di Kabupaten Lombok Timur seharusnya jadi referensi Pemkot Mataram dalam hal ini Baznas selaku lembaga yang diberikan kewenangan.

Bukan berarti kata dia, pegawai tidak ingin bersedekah atau berinfak. Tetapi tidak perlu sumber pendapatan lain juga dipotong.

Dia khawatir jika Perwal tersebut diberlakukan akan menimbulkan persoalan. “Yang kasian pegawai yang mengandalkan TKD saja. Sudah gaji dipotong bank dan infak. Lagi mau dipotong yang lain,” kritiknya.

Dikonfirmasi terpisah, Kepala Baznas Kota Mataram, H. Mahsar Malaka menjelaskan, Perwal ini menyentuh ke elemen masyarakat. Tapi ini dimulai bagi pegawai. Selain itu nanti masing-masing SKPD memiliki proyek – proyek dikerjakan oleh rekanan juga akan dikenakan 2,5 persen dari keuntungan.

Sementara pegawai dipotong 2,5 persen dari penghasilan mereka yang bersumber dari gaji, TKD dan honor.

Kalaupun nanti pelaksanaannya pegawai mau berinfak di tempat lain, pihaknya memberikan ruang yang langsung dipotong oleh bendahara.

“Memang yang kita harapkan dari bunyi Perwal itu dari hasil semuanya. Baik itu, TKD, gaji dan honor lainnya,” kata Mahsar Malacca.

Mahsar menanggapi protes disampaikan ASN terhadap penerapan tersebut. Menurutnya, mereka itu salah paham. Kalau guru terutama dulu zaman mantan Sekda Mataram, Ir. H. Makmur Said. Guru – guru ini tidak mau membayar zakat. Tapi berinfak 2,5 persen. Sementara gaji guru bervariasi mulai Rp 3-5 juta.

Oleh karena itu, penghasilan guru dirata- ratakan menjadi Rp 3 juta, sehingga infak dibayarkan hanya Rp 75 ribu.

“Zaman Pak Makmur dulu diambilkan dari kesra. Makanya Kesra ditambah tanpa mengurangi besaran diperoleh dari kesra,” paparnya.

Akan tetapi kata dia, tidak menutup kemungkinan ada kebijakan dari Pemkot Mataram. Bisa jadi tidak semua dipotong. Cukup penghasilan dari gaji saja, sehingga tidak menimbulkan polemik seperti yang terjadi di Lombok Timur beberapa tahun lalu.

Dia menambahkan rekanan yang memenangkan tender diharuskan menunjukan bukti pembayaran infak sebelum pembayaran tiap termin. Mahsar meyakini rekanan tidak mungkin berani memanipulasi keuntungan mereka. Karena, APP sudah menghitung besaran keuntungan dari proyek yang dikerjakan. (cem)