Aparat Jangan Gampang SP3 Kasus

0

Mataram (Suara NTB) – Kinerja penegak hukum disorot pada momen peringatan Hari Antikorupsi sedunia 9 Desember 2017. Proses penanganan kasus masih diwarnai penghentian penyidikan. Agar tidak ada kecurigaan publik, aparat diminta tak serampangan terbitkan Surat Perintah Penghentian Perkara (SP3).

Ini menjadi salah satu rekomendasi  Solidaritas Masyarakat untuk Transparansi Nusa Tenggara Barat (Somasi NTB) kepada aparat penegak hukum.

“Jangan dengan mudah menghentikan kasus-kasus korupsi. Harus mengedepankan koordinasi dan supervisi (korsup) dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jika kasus-kasus tersebut tidak menemukan titik terang pidananya,” harap peneliti pada Somasi NTB Johan Rahmatullah, SH., MH, menyebut dua dari empat poin dalam rekomendasinya.

Dua hal lainnya, aparat penegak Kejaksaan maupun kepolisian, diminta harus lebih serius dalam menangani kasus korupsi. Terakhir, penegak hukum harus mengedepankan keterbukaan dalam setiap proses perkembangannya melalui pengelolaan informasi yang tersedia.

Tren kasus korupsi di level Provinsi NTB serta kabupaten kota dilihatnya tidak surut. Tidak saja di level birokrasi, juga sampai pemerintah desa. Kenyataan ini menurut Johan, seolah menegaskan bahwa korupsi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kekuasaan. “Kekuasaan memberikan peluang bagi seseorang untuk melakukan korupsi,” tandasnya.

Dalam catatan pihaknya, kasus korupsi terpantau sebanyak 136 kasus. Dari jumlah itu, 31 kasus merupakan laporan dari masyarakat. Hal ini mengindikasikan ada kesadaran masyarakat melaporkan kasus-kasus dugaan korupsi.

Catatan Juni sampai November tahun 2017, jumlahnya tidak jauh menurun meskipun ada beberapa kasus yang merupakan perkembangan dari kasus-kasus dugaan korupsi tahun 2016. Terpantau kasus dugaan korupsi sebanyak 120 kasus. Dimana 37 kasus dalam tahap penyelidikan, penyidikan 32 kasus, putusan 20 kasus, belum ditangani 14 kasus.

Sedangkan kasus yang masih penyelidikan, audit kerugian negara, dihentikan dan tidak jelas juntrungnya 2 kasus, persidangan 7 kasus dan pemeriksaan khusus 1 kasus.

Jenis kasusnya pun beragam, mulai dari pungutan liar, penyalahgunaan wewenang, suap, proyek fiktif, perjalanan dinas fiktif.

Dia membeberkan, dari jumlah kasus yang di atas yang perlu menjadi perhatian dan harus mendapatkan kejelasan mengenai kasus-kasus besar yang belum mendapatkan perhatian aparat penegak hukum. Diantaranya dugaan kasus korupsi dana siluman APBD Provinsi NTB, Labuhan Haji Lombok  Timur, Bansos Pemprov NTB,  ruas jalan di Lombok Tengah, Pembangunan Kantor Bupati Bima, pengadaan bibit bawang kabupaten Sumbawa, Suap masuk Polri, gedung Asrama Haji, Honorer  K2 Dompu.

Jaksa Tetap Serius

Terkait komitmen penegakan hukum itu, Kejati NTB mengklaim tidak akan kendor. Semua kasus ditangani sesuai prosedur.

“Kita tetap prosedur, kalau ada laporan masuk kita proses. Tiap ada perkembangannya kita sampaikan kepada pelapor. Kalau dihentikan, juga disampaikan berikut pertimbangannya,” kata juru bicara Kejati NTB, Dedi Irawan SH., MH.

Soal kinerja yang masih ada keluhan atau dinilai lamban menangani kasus, Dedi meluruskan. Bahwa kasus korupsi tergolong kejahatan luar bisaa yang penanganannya tidak cukup dengan tindakan biasa seperti pencegahan.  Sehingga dalam pelaksanaannya, pihaknya sangat hati hati. Selain itu, baginya kasus tindak lamban, tapi butuh proses karena harus melibatkan auditor dan ahli fisik. (ars)