Mataram (Suara NTB) – Pusat Pengelolaan Sampah Terpadu (PPST) Regional Lemer, Sekotong Lombok Barat yang dikelola oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi NTB kini sudah mengantongi Sertifikat Laik Operasi (SLO).
Kepala Bidang Pengelolaan Sampah dan Pengendalian Pencemaran Lingkungan DLHK NTB, Firmansyah mengatakan, SLO insinerator PPST Lemer sudah terbit, sehingga fasilitas ini sudah bisa beroperasi seperti insinerator lainnya dengan optimal. Sebelumnya, insinarator PPST Lemer beroperasi dengan izin sementara.
“Kita itu akan menjadi contoh dari semua bantuan Kementerian LHK yang diberikan kepada daerah. Ibaratnya ini ‘pecah telur’ lah karena bisa SLO. Tak lama lagi akan ada kunjungan-kunjungan ke sini, bahkan kemarin pelaksanaan Bimtek untuk seleuruh penerima bantuan insienerator dilaksanakan di sini,” kata Firmansyah kepada Suara NTB, Kamis, 16 November 2023.
Ia mengatakan, untuk sementara hanya fasilitas insinerator saja yang sudah beroperasi di PPST Lemer. Kapasitas operasi mesin ini sebesar 200 kg per jam. Jika dalam sehari, operasional mesin ini selama delapan jam, maka sampah medis yang bisa terolah mencapai 1,6 ton.
“Direncanakan kedepan akan ada pusat pengelolaan sampah terpadu 149 hektare,” ujarnya .
Kata Firmansyah, belum semua fasilitas layanan kesehatan di NTB membuang limbah medisnya di PPST Lemer. Karena masih ada fasilitas layanan kesehatan yang membuang sampah medisnya ke luar daerah seperti Surabaya dan Jakarta karena sudah terlebih dahulu mereka menjalin kerjasama.
Seperti informasi yang termuat di laman dislhk.ntbprov.go.id/, PPST Lemer berlokasi di Dusun Lemer, Desa Buwun Mas Kecamatan Sekotong, Kabupaten Lombok Barat di lahan seluas 157 hektare. Dalam perencanaannya, PPST Regional akan dibangun menjadi empat zona, yaitu : Zona Edukasi lingkungan dengan kegiatan pengembangan teknologi pengolahan limbah dan sampah, kedua, edukasi kehutanan dengan kegiatan agrowisata hutan, pusat pengolahan limbah kayu.
Zona ketiga; daur ulang sampah (plastik dan Logam) industri kompos, industri pellet sampah, pemrosesan akhir sampah, pemanfaatan biogas, pembangkit listrik tenaga berbasis sampah(PLTSA) dan pirolisis. Keempat; pengelolaan limbah B3 dengan kegiatan pengolahan limbah B3 medis, pengolahan fly ash dan Bottom Ash, daur ulang oli bekas, accu bekas dan landfill limbah B3.
Saat ini fasilitas yang sudah berfungsi yaitu insinerator yang merupakan bantuan dari Kementerian LHK dengan teknologi incinerator Multi Chamber ( 2 ruang bakar) dengan suhu 1000°C dan 1200°C menggunakan pengendali emisi Siklon dan Water Scrubber.
Dengan adanya fasilitas ini diharapkan permasalahan penanganan limbah medis B3 bisa tertangani oleh pemerintah daerah, mengingat biaya pengelolaan limbah B3 ini sangat tinggi. Rata-rata biaya per kilogram limbah B3 Rp40.000,- maka dalam satu tahun akan menghabiskan biaya hingga Rp250 miliar.(ris)