Mataram (Suara NTB) – Kabag Hukum pada Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Lombok Timur tahun 2018-2020 Lalu Sahabuddin mengaku sempat meminjam uang senilai Rp179 juta ke terdakwa Zulfaedy selaku bendahara. “Iya, saya pinjam uang ke terdakwa untuk kepentingan pribadi salah satunya untuk biaya anak kuliah,” akunya saat dihadirkan sebagai saksi dalam perkara penyelewengan pajak di Setwan DPRD, Kamis, 9 November 2023.
Peminjaman itu dilakukan atas dasar pribadi tidak ada kaitannya dengan pekerjaan (Dinas). Uang itupun tidak diketahui asal muasalnya karena sifatnya pinjaman dan juga sudah dikembalikan. “Saya tidak tahu uang itu adalah hasil dari potongan pajak. Kalau saya tahu saya tidak mungkin akan meminjamnya ke terdakwa,” jelasnya.
Hakim ketua Isrin Surya Kurniasih kemudian menanyakan apa alasan saksi meminjam uang ke terdakwa. Apalagi uang yang dipinjam tersebut nilainya cukup besar Rp179 juta apakah mungkin terdakwa memiliki uang. “Emang darimana setau saudara uang sebesar itu didapatkan oleh bendahara??,” tanyanya. Sahabuddin mendengar itu hanya berkata siap.
Isrin kemudian menanyakan, apakah uang tersebut sudah dikembalikan atau tidak. Sahabuddin mengaku bahwa uang itu sudah dikembalikan di akhir tahun 2020 dengan cara mencicil sejak dipinjam awal tahun 2020. “Saya sudah kembalikan semua uang yang saya pinjam itu dengan cara mencicil. Bahkan bukti uang setorannya juga ada,” terangnya.
Sahabuddin kemudian menyangkal tanggapan dari terdakwa Zulfaedy yang menyebutkan masih ada uang sekitar Rp20 juta belum dikembalikan. Dia secara tegas mengaku sudah mengembalikan uang tersebut dan buktinya ada. “Saya sudah kembalikan semua dan pengembalian itu saya lakukan sebelum masalah ini berkas,” ucapnya.
Dia menjelaskan, di periode dia menjabat sebagai Kabag Hukum total anggaran yang diberikan Pemkab sebesar Rp58 miliar lebih. Salah satu poinnya untuk reses dan di tahun 2019-2020 sama-sama dilakukan sebanyak tiga kali, Februari, Mei, Oktober. “Jadi setiap reses anggaran yang disiapkan senilai Rp2 miliar. Jadi masing-masing anggota DPRD menerima Rp40 juta untuk 50 orang,” terangnya.
Jadi sebelum uang itu diterima oleh anggota DPRD, terdakwa selaku bendahara langsung melakukan pemotongan untuk pejaknya. Hanya saja, uang hasil pemotongan pajak itu tidak disetorkan ke kas daerah dirinya baru mengetahui setelah di penyidikan. “Saya kerap ingatkan agar uang potongan pajak segera dikembalikan, tetapi saya tidak tahu karena saya langsung pindah tempat kerja,” tukasnya. (ils)