Mataram (Suara NTB) – Berdasarkan rilis Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi NTB, pada Agustus 2023, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dari lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan yang paling tinggi dibandingkan lulusan jenjang pendidikan lainnya, yaitu sebesar 8,24 persen.
Pengamat pendidikan menyarankan kerja sama antara SMK dengan Industri dan Dunia Kerja (Iduka) tidak cukup sekadar formalitas untuk tempat magang. Namun Iduka juga harus memiliki andil dalam merancang kurikulum dan aktivitas SMK sesuai kebutuhan industri.
Pengamat pendidikan yang juga Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Mataram (FKIP Ummat), Dr. Muhammad Nizaar, M.Pd.Si., pada Rabu, 8 November 2023 mengatakan, khusus untuk SMK disiapkan untuk siap kerja dan menyiapkan lapangan kerja sendiri.
Syarat utama adalah harus benar-benar SMK memiliki pusat keunggulan yang spesifik, SMK harus memiliki jurusan yang berbeda antar SMK satu dengan yang lain. “Masalahnya saat ini SMK masih banyak yang memiliki jurusan yang sama, dan jurusan yang dibuka harus sesuai kebutuhan masyarakat,” ujarnya.
Selain itu, Nizaar menenakankan, kemitraan SMK dengan perusahaan atau Iduka harus benar-benar kuat. Perusahaan tidak hanya dijadikan sebagai tempat magang, tetapi perusahaan juga memiliki andil dalam merancang kurikulum dan aktivitas SMK. “Sekolah tidak bisa lepas dari kebutuhan penyerap tenaga kerja (perusahaan),” sarannya.
Di samping itu, Nizaar juga menyoroti guru pendidikan kejuruan atau guru produktif di SMK yang masih sangat kurang. Kondisi ini juga disebabkan jurusan pendidikan kejuruan yang masih sedikit dimiliki oleh perguruan tinggi.
“Suplai guru pendidikan kejuruan belum dapat dipenuhi dengan baik, yang ada saat ini banyak yang mengajar di kejuruan itu adalah para praktisi yang dimintai bantuan melatih skill khusus di SMK tersebut. Guru asli bidang pendidikan kejuruan masih sangat sedikit,” ungkapnya.
Menurut Nizaar, selama ini juga ada asumsi bahwa siswa SMK nakal-nakal, karena memang guru pendidikan kejuruan yang spesifik menghadapi karakter siswa kejuruan masih sedikit. “Itu baru dari sisi karakter, belum lagi pada teknik mengajar dan lain sebagainya. Teknik mengajar hanya dimiliki oleh orang yang memang berlatar belakang kuliah di jurusan kependidikan (pendidikan kejuruan),” urainya.
Sebelumnya, Kepala Dinas Dikbud Provinsi NTB, Dr. H. Aidy Furqan, M.Pd., menjelaskan kemungkinan penyebab SMK penyumbang pengangguran yakni karena lebih banyaknya jumlah SMK dibanding perguruan tinggi. Selain jumlah SMK yang cukup banyak, lulusannya setiap tahun juga tidak sedikit. Selain itu, lapangan kerja untuk lulusan SMK juga sangat terbatas. Itulah sebabnya, Dikbud NTB telah melakukan perubahan-perubahan melalui road map SMK, bekerjasama dengan Dunia Usaha Dunia Industri (DUDI).
Selanjutnya, Dikbud menurut Aidy Furqan, bekerjasama dengan Dinas Nakertrans untuk membuka peluang-peluang lowongan kerja bagi lulusan SMK. Salah satunya, menghadirkan kegiatan job fair, seperti yang dilakukan oleh SMK PP Negeri Mataram. “Kalau masih tingginya sumbangan lulusan SMK terhadap angka pengangguran, karena angka kelulusannya tinggi. Kalau saja bisa mendekati perbandingan antara jumlah lulusan dengan lapangan kerja, misalnya 60:40, mungkin tidak ada yang nganggur. Tapi jangan lupa, anak anak SMK itu juga banyak yang meneruskan kuliah,” ujarnya.
Karena itu juga, sudah dibangun perangkat kerja sama antara sekolah dengan Iduka. Apa yang dibutuhan oleh DUDI, dapat dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah. Iduka bisa intervensi sekolah untuk memenuhi standar kebutuhan tenaga kerjanya. “Sehingga tinggal pakai, itulah sebabnya saya beri ruang 60 persen kebutuhan Iduka masuk ke kurikulum sekolah. Sudah boleh,” imbuhnya. (ron)