Mataram (Suara NTB) – Penjabat (Pj) Gubernur NTB Drs H. Lalu Gita Ariadi M.Si mengajukan pembahasan satu draf Raperda Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ke DPRD NTB melalui Rapat Paripurna yang berlangsung, Selasa, 26 September 2023.
Dalam sambutannya, Lalu Gita Ariadi mengatakan bahwa Raperda ini sangat penting untuk diajukan, mengingat regulasi ini diyakini memiliki urgensi terhadap kondisi kemasyarakatan dan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di NTB.
Ia menjelaskan, untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat, daerah diberikan sumber pendanaan (revenue assignment), sebagai salah satu fungsi pemberdayaan daerah.
“Sebagai daerah otonom, daerah diberikan kewenangan untuk memungut pajak daerah dan retribusi daerah. Pemberian kewenangan tersebut merupakan bagian dari pelaksanaan desentralisasi fiskal,” ujarnya.
Penerbitan UU Nomor 1 tahun 2022 tentang hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah didasarkan pada pemikiran perlunya menyempurnakan pelaksanaan hubungan keuangan, antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah.
Sebab selama ini dilakukan berdasarkan UU Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 28 tahun 2009, tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Selama berlakunya UU Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah lajut Gita, Pemprov NTB bersama dengan DPRD telah menetapkan empat buah peraturan daerah, yang mengatur mengenai pajak daerah dan retribusi daerah, yaitu tiga buah peraturan daerah tentang pajak daerah dan satu peraturan daerah tentang retribusi daerah.
Namun sehubungan dengan terbitnya UU Nomor 1 tahun 2022, tentang hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah, dalam pasal 94 diamanatkan untuk seluruh jenis pajak dan retribusi, ditetapkan dalam satu peraturan daerah dan menjadi dasar pemungutan pajak dan retribusi di Provinsi NTB.
Dalam UU Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terdapat lima jenis pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah provinsi ntb yaitu PKB, BBNKB, PAP, PBBKB, dan Pajak Rokok.
Sementara berdasarkan pasal 4 ayat (1) UU Nomor 1 tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, pemerintah menambah dua jenis pajak daerah yaitu PAB dan Opsen MBLB sebagai sumber penerimaan baru.
Sehingga kewenangan pemungutan pajak daerah menjadi tujuh jenis, yang terdiri atas Pajak Kendaraan Bermotor (PKB); Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB); Pajak Alat Berat (PAB); Penyedia Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB); Pajak Air Permukaan (PAP); pajak rokok; Opsen Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB).
“Sumber perpajakan baru berupa Opsen Pajak MBLB kepada provinsi diharapkan dapat memperkuat fungsi penerbitan izin dan pengawasan kegiatan pertambangan di daerah dan penambahan penerimaan dari komponen PAB dapat memperkuat fiskal daerah,” terangnya.
Hal ini akan mendukung pengelolaan keuangan daerah yang lebih berkualitas karena perencanaan, penganggaran dan realisasi APBD akan lebih baik.
Mengenai jenis retribusi yang terdiri atas retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, dan retribusi perizinan tertentu tidak terdapat perbedaan, antara UU Nomor 1 tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, dengan UU Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Namun jumlah atas jenis objek retribusi disederhanakan yang semula berjumlah 32 jenis menjadi 18 jenis jenis pelayanan. Rasionalisasi tersebut memiliki tujuan agar retribusi yang akan dipungut pemerintah provinsi, adalah retribusi yang dapat dipungut dengan efektif dengan biaya pemungutan yang rendah.(ris)