Selong (Suara NTB) – Aksi mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Peduli Petani (AMPP) di depan Gedung DPRD Lombok Timur (Lotim), Senin, 25 September 2023 berlangsung ricuh. Aksi dorong antar massa aksi dengan aparat keamanan yang berjaga di pintu gerbang gedung wakil rakyat ini tak bisa dihindari. Pintu gerbang DPRD ini pun kembali rusak.
Mahasiswa yang aksi sejak pukul 10.30 Wita itu ingin masuk ke gedung DPRD Lotim. Hingga pukul 11.30 situasi memanas di tengah terik mentari yang juga menyengat. Perwakilan mahasiswa belum bisa bertemu dengan wakil rakyat karena dalam waktu bersamaan di dalam gedung sedang berlangsung sidang paripurna APBD Perubahan 2023.
Koordinator Umum (Kordum) Aksi, Sitti Khairunnisa Febrianti menyampaikan kehadirannya di tengah jalan ingin memperjuangkan nasib petani. Sesuai data dari Badan Pusat Statistik, jumlah sumbangan sektor pertanian pada ekonomi Lotim yang tergambar dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sebesar 32 persen. Sektor pertambangan hanya 24 persen.
Akan tetapi, meski pertanian dominan pemerintah dinilai hanya mengutamakan tambang. Mahasiswa menuding, telah terjadi perampasan hak masyarakat petani oleh aktivitas pertambangan selama ini. Kerusakan lingkungan terjadi akibat pencemaran pascatambang. Petani makin menjerit dengan kondisi lahan yang rusak akibat limbah galian tambang.
“Kita lihat di beberapa tahun belakangan ini, Indonesia sedang mengalami musibah yang diakibatkan faktor geografis, yang dimana mengakibatkan terjadi tidak stabilnya iklim di indonesia,” tudingnya. Telah terjadi degradasi terhadap bidang pertanian yang diakibatkan oleh perubahan iklim yang dikarenakan terjadinya pencemaran lingkungan.
Produksi pangan di NTB dari tahun ketahun juga menurun sebesar 20 persen sampai 40 persen. Kondisi ini jelas juga karena diakibatkan oleh perubahan iklim. Terjadi pergeseran musim yang menyulitkan petani menentukan kapan masa tanam dan masa panen.
Terlihat dari data dari lokasi panen di NTB dari tahun 2019-2022. Tahun 2019 seluas 281,666 hektar, tahun 2020 menjadi 273,460 hektar, tahun 2021 menjadi 277,113 hektar dan tahun 2022 menjadi 269,827 hektar.
Penurunan luas lokasi panen karena diakibatkan perubahan iklim ini berujung juga lada situasi saat ini yang memicu kenaikan harga beras. Sementara, di balik degradasi dari sektor pertanian di Indonesia, pemerintah belum mampu menanggulangi dari keterpurukan yang terjadi. Sebaliknya, mahasiswa menuding pemerintah justru melakukan kenaikan harga beras yang tentu saja mengakibatkan akan terjadinya inflasi.
Selanjutnya, penambangan pasir menyebabkan tingkat kekeruhan air laut sangat tinggi. Keruhnya air laut akan berdampak pada terumbu karang sebagai habitat pemijahan, peneluran, pembesaran anak, dan mencari makan bagi sejumlah besar organisme laut, terutama yang memiliki nilai ekonomis penting. Jika terumbu karang tercemar, kematian biota laut di dalamnya pun akan terjadi. Hanya beberapa jenis biota yang bisa bertahan.
Penambangan pasir memicu berkurangnya hasil tangkapan ikan oleh nelayan. Hal ini disebabkan seluruh isi laut disedot tanpa pandang bulu. Tidak hanya pasir yang diangkat, tetapi telur-telur, anak ikan, terumbu karang, serta biota lainnya juga ikut musnah.
Dari beberapa dampak di atas pemerintah belum mampu revitalisasi secara total dari pasca pertambangan, dan mengakibatkan keterpurukan bagi masyarakat yang membutuhkan alam di sana. Sehingga masyarakat sampai sekarang masih belum menerima kemakmuran.
Mahasiswa berteriak pemerintah harus mampu menanggulangi krisis iklim. Pemerintah harus mampu menanggulangi krisis beras. Pemerintah lebih mengedepankan sektor pertanian daripada sektor pertambangan. Pemerintah untuk menstabilkan harga produksi pertanian. Pemerintah juga dituntut untuk menstabilkan harga pupuk. (rus)