Mataram (Suara NTB) – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) telah melakukan pemetaan terhadap netralitas aparatur sipil Negara (ASN). Provinsi NTB masuk sepuluh besar dengan risiko tinggi berdasarkan agregasi kabupaten/kota. Pemkot Mataram mengingatkan ASN menjaga netralitas menjelang pemilihan umum maupun pemilihan kepala daerah.
Sekretaris Daerah Kota Mataram, Lalu Alwan Basri menegaskan, pemetaan yang dilakukan oleh Bawaslu baru sekadar asumsi atau perkiraan saja, tetapi kerja-kerja pengawasan guna menjaga netralitas ASN tetap dilakukan oleh Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kota Mataram. “Itu baru asumsi dan perkiraan saja,” timpal Alwan dikonfirmasi akhir pekan kemarin.
Selama ini, belum ada temuan pelanggaran yang dilakukan oleh ASN di Kota Mataram terkait pelanggaran netralitas. Dari 3 ribuan ASN hanya sebagian kecil saja pelanggaran atau laporan. Laporan itu ditindaklanjuti dengan mengklarifikasi yang bersangkutan melalui sidang disiplin. Sidang disiplin dipimpin Asisten III Setda Kota Mataram, Dra. Hj. Baiq Evi Ganevia biasanya berdasarkan rekomendasi dari Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN).
Pada pilkada sebelumnya sebut Alwan, seorang pejabat dikenakan sanksi penundaan kenaikan pangkat karena terbukti tidak menjaga netralitas. “Kita langsung berikan teguran keras kepada ASN yang terbukti melanggar. Karena itu kita imbau ASN di Kota Mataram tetap menjaga netralitas,” kata Alwan.
Sekda mengatakan, ada ketidakpahaman ASN terhadap bentuk netralitas tersebut. Terkadang narasi di media sosial dianggap memberikan dukungan pribadi kepada calon tertentu, sehingga Bawaslu menilai sebagai pelanggaran.
Fenomena ini menjadi tanggungjawab Bawaslu memberikan sosialisasi serta memperketat pengawasan kepada ASN, sehingga memiliki pemahaman batas-batasan yang boleh dan tidak boleh saat pilkada. “Di era sekarang ini harus lebih masif lagi sosialisasinya,” ujarnya.
Pola pelanggaran netralitas ASN yang terjadi selama Pilkada adalah paling banyak terjadi di antaranya, mempromosikan calon tertentu, pernyataan dukungan secara terbuka di media sosial dan juga media lainnya, penggunaan fasilitas negara untuk mendukung calon tertentu, teridentifikasi dukungan dalam bentuk what’sapp grup, dan terlibat aktif maupun pasif dalam kampanye calon.
Berbagai faktor atau motif sehingga ASN tidak menjaga netralitas di antaranya, mendapatkan atau mempertahankan jabatan, hubungan primodrial (kekeluargaan, suku, organisasi, dan lain-lain), ketidakpahaman terhadap regulasi tentang kewajiban ASN menjaga netralitas, dan adanya tekanan sanksi yang tidak membuat jera pelaku. (cem)