Masuk Bursa Efek, NTB Bidik Penghargaan dari Perdagangan Karbon

Praya (Suara NTB) – Pemerintah pusat melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan mulai menjalankan perdagangan karbon melalui Bursa Karbon di Bursa Efek Jakarta, pada 26 September 2023 mendatang. Sebagai implementasi dari Paris Aggrement (Perjanjian Paris) 2015 yang mendorong upaya pengurangan emisi gas karbon atau efek rumah kaca. Dengan begitu, provinsi yang memiliki kawasan hutan berpotensi mendapat reward atau penghargaan dari perdagangan karbon tersebut.

“Termasuk NTB, berpeluang mendapatkan reward dari perdagangan karbon di bursa efek ini,” terang Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) NTB, Julmansyah, S.Hut., MAP., saat menjadi keynote speaker pada acara Temu Lingkungan yang diselenggarakan Yayasan Duta Lingkungan NTB bersama Persatuan Wartawan Lombok Tengah (PWLT) berkerjasama dengan Poltekpar Lombok, bertempat di ruang Amphitheater Poltekpar Lombok, Kamis, 21 September 2023.

Dengan catatan, NTB harus mampu mempertahankan kelestarian dan luasan tutupan kawasan hutannya. Karena salah satu indikator penilaian utama dalam penentuan reward dari perdagangan karbon ini ialah luasan dan kondisi hutan di satu wilayah. Semakin luas dan lestari kondisi hutan daerah tersebut, akan meningkatkan kemampuan penyerapan karbon di wilayah itu. Semakin besar pula potensi penerimaan reward dari hasil perdagangan karbon nantinya.

Ia menjelaskan, salah satu kesepakatan dalam Paris Aggrement ialah negara-negara penghasil emisi karbon diharuskan untuk melakukan top up atau membayar ke negara yang menyumpang penyerapan emisi karbon. Salah satunya Indonesia. Karena Indonesia merupakan negara dengan kawasan hutan yang cukup luas. Sehingga mampu berkontribusi dalam penyerapan emisi karbon global.

“Berapa yang harus di top up oleh penghasil emisi karbon ke Indonesia, tergantung besaran kemampuanya dalam menyerap emisi karbon. Dan, itu ada hitung-hitungannya tersendiri nantinya,” terang Julmansyah.

Pemerintah pusat kemudian akan mengalokasikan reward hasil perdagangan karbon tersebut ke daerah-daerah penyumbang penyerapan emisi karbon. Begitu seterusnya sampai ke tingkat pemerintah desa. Jadi desa-desa yang mampu menjaga kelestarian kawasan hutannya, itu bisa memperoleh reward ini nantinya.

“Dulu kalau di Lombok Tengah (Loteng) ada namanya Desa Aik Bual yang pernah mendapatkan reward seperti ini selama tiga tahun berturut-turut,” jelasnya. Polanya, kawasan hutan yang terpilih akan disertifikasi oleh pemerintah pusat. Kontribusi penyerapan karbon dari hutan itulah yang kemudian akan diperdagangkan di bursa karbon.

Sehingga untuk bisa memperoleh reward dari perdagangan karbon tersebut, kawasan hutan yang telah disertifikasi itu harus dijaga dan pelihara kelestarianya. Jika rusak, maka sertifikatnya bisa dicabut. Dan, daerah tersebut tidak akan memperoleh reward dari perdagangan karbon lagi.

“Perdagangana karbon ini bisa menjadi nilai lebih bagi daerah atau desa yang memiliki kawasan hutan. Asalnya, mau dijaga dengan baik. Supaya mampu berkontribusi dalam penyerapan emisi karbon. Di sinilah kemudian dibutuhkan komitmen dan peran serta masyarakat,”pungkasnya. (kir)







Digital Interaktif.

Edisi 1 Januari 1970

Unram Bantah Isu PHK terhadap Pegawai RS Unram

0
Mataram (Suara NTB) - Pihak Rektorat Universitas Mataram (Unram) membantah keras berita yang beredar terkait isu Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap sejumlah pegawai di...

Latest Posts

Unram Bantah Isu PHK terhadap Pegawai RS Unram

Mataram (Suara NTB) - Pihak Rektorat Universitas Mataram (Unram)...

Puas Streaming dan Bikin Konten Pakai Paket Terbaru Smartfren 100 GB Rp 100 Ribu

Mataram (Suara NTB)- Smartfren baru saja merilis paket terbaru...

Honda NTB Perkuat Edukasi Keselamatan Berkendara

KEPEDULIAN akan keselamatan terus ditunjukkan oleh Astra Motor NTB...

Lihat Benda Bersejarah, Museum Negeri NTB Banyak Didatangi Wisatawan Mancanegara

KEBERADAAN koleksi yang ada di Museum Negeri NTB menjadi...