Mataram (Suara NTB) –Lembaga Riset dan Konsultan Kebijakan Publik, Policy plus menyarankan bahwa masa kerja yang tak lebih dari 1,6 tahun Penjabat (Pj) Gubernur NTB H. Lalu Gita Ariadi, sebaiknya difokuskan untuk menangani sejumlah isu strategis jangka pendek. Hal ini penting agar dapat menjadi pijakan untuk dapat merumuskan kebijakan jangka panjang.
Hal itu disampaikan oleh Direktur Policy Plus, Dr. Adhar Hakim. Disebutkannya sejumlah isu yang mendesak perlu penanganan serius di lingkup Pemprov. Yakni, normalisasi tata kelola birokrasi, penertiban belanja APBD, hingga merapikan sejumlah isu sosial dan hukum proyek nasional di NTB, seperti ITDC serta mengawal kontestasi politik berupa Pilpres, Pilgub, dan Pileg.
“Siapapun di NTB faham, isu penataan birokrasi selama lima tahun ini cukup krusial. Bayangkan dalam lima tahun kepemimpinan Zul-Rohmi, terjadi proses mutasi hingga sedikitnya 40 kali. Jika dirata-ratakan, terjadi delapan kali mutasi setiap tahun. Angka ini tentu bukanlah angka yang menyehatkan bagi iklim kerja birokrasi,” ujar Adhar.
Mantan Kepala Ombudsman Perwakilan NTB ini mengatakan, perbaikan tata kelola birokrasi harus fokus dilakukan. Sebab, saat ini, sudah mulai muncul kegelisahan dan motivasi kerja birokrasi yang melemah di lingkup OPD Pemprov akibat tingginya pergerakan kegiatan mutasi pejabat.
Tercatat ada seorang kepala OPD Pemprov yang bergerak mutasi enam kali hanya dalam 2,5 tahun. “Jika mutasi tersebut ditujukan agar kinerja membaik, maka sejumlah pertanyaan menjadi mengemuka. Apalagi, greget kerja birokrasi toh tidak tercermin dalam capaian target goal capaian PAD sejauh ini,” ungkap Adhar.
Menurut Adhar tidak optimal kinerja birokrasi Pemprov terlihat juga dari realisasi PAD yang hanya mencapai kisaran 83,69 persen pada tahun 2022 lalu. Padahal, setiap gerakan kerja birokrasi terlihat dari ukuran APBD NTB tahun 2022 yang tergambar juga turun dari Rp 5,73 triliun di tahun 2021 menjadi hanya Rp5,29 triliun pada tahun 2022.
Lebih lanjut Adhar mengungkapkan, tugas besar Penjabat Gubernur NTB, adalah menormalkan kembali tata kelola birokrasi di lingkungan Pemprov NTB. Hal ini menjadi prasyarat bagi kembali berputar lancarnya roda kerja untuk menunjang percepatan kerja selama masa tugas Penjabat Gubernur.
“Tertib tata kelola anggaran juga menjadi pekerjaan rumah Gita Ariadi. Apalagi, di akhir masa tugasnya, Gubernur Zulkieflimansyah masih meninggalkan utang belum terbayar pada APBD Perubahan Tahun 2022 sebesar Rp77 miliar. Isu ini belum termasuk curat marut belanja pokok pikiran di lingkungan DPRD NTB yang terkesan mengganggu tata kelola APBD,” jelas Adhar.
Oleh karena itu, pasca dilantik oleh Mendagri Tito Karnavian pada Selasa, 19 september 2023, Gita Ariadi harus dapat mengembalikan proses tata kelola keuangan agar kembali pada relnya, yakni penggunaan dan perencanaan anggaran yang lebih sehat.
Tak hanya itu, kata Adhar, di depan mata Penjabat Gubernur juga sudah menunggu tantangan kerja untuk merapikan proses kerja proyek-proyek nasional di NTB, seperti target kerja ITDC di Mandalika. “Pemilahan positioning Pemprov NTB sebagai developer atau penata keberlanjutan proyek-proyek nasional di ITDC perlu tangan dingin Gita Ariadi,” ucap Adhar.
Karena itu Ia mendesak pada Penjabat Gubernur NTB, agar mulai membiasakan cara berpikir birokrat di NTB sebagai entrepreneurship. Kemampuan Gita Ariadi dalam mengawal dinamika sosial politik kontestasi politik 2024 juga menjadi pertaruhan selama menjabat Penjabat Gubernur. Oleh sebab itu Adhar menyarankan agar Lalu Gita mulai dapat memilah dan menyinergikan posisi Penjabat Gubernur sebagai jabatan administratif dan tugas-tugas politik strategis.
“Maka, di sini penting adanya kekuatan koordinatif dengan pemerintah pusat dan manajerial birokrasi. Selanjutnya, Lalu Gita harus juga mendekatkan sosial dengan tokoh-tokoh politik dan masyarakat NTB. Ini dalam rangka menjadi catatan menarik manakala penjabat gubernur NTB mampu terus menjaga kondusifitas daerahnya,” pungkasnya. (ndi)