475 Kepala Keluarga (KK) atau sekitar 1.470 jiwa lebih penduduk yang mendiami hampir semua dusun di Desa Gili Gede Indah Kecamatan Sekotong, Lombok Barat (Lobar) masih terkendala air bersih. Lantaran belum tersedianya akses air bersih di wilayah destinasi wisata itu. Tiap hari mereka harus bergantung air bersih dari daerah seberang (daratan). Itupun mereka harus beli dengan harga berkali-kali lipat jauh lebih mahal.
SELAMA puluhan tahun lamanya, warga di desa yang ditetapkan sebagai desa definitif pada tanggal 31 Desember 2010 tersebut harus memenuhi air secara swadaya. “Memang sangat kritis sekali air bersih di daerah kami, belum ada solusi dari pemerintah, keluh dia, kemarin.
Sejauh ini, kebutuhan air bersih di dua dusun sedikit teratasi dengan dibangun sarana air bersih melalui program aspirasi DPRD Abubakar, yakni di Dusun Tanjungan dan Labuan Cenik. Itupun airnya payau, tidak bisa dikonsumsi.
Untuk kebutuhan air bersih bagi 1.470 jiwa warganya mesti membeli air dengan harga Rp125 ribu per kubik. Sedangkan untuk kebutuhan mencuci dan mandi, warga harus memikul air dengan jarak jauh.
Pihaknya sangat berharap Pemkab serius membangun jaringan air. Sebab ada di daerah dataran bisa dialirkan ke Gili Gede melalui pipa bawah laut. Bahkan Pemda pernah menjanjikan tahun 2021, akan memasang pipa bawah laut, namun belum direalisasikan sampai saat ini. Panjang pipa dari dataran ke Gili Gede sekitar 1 kilometer, kalau dari sumber air sekitar 3 kilometer.
Sementara itu anggota DPRD dari Desa Gili Gede, Abubakar Abdullah mengatakan kebutuhan air warga masih bergantung dari daratan. Mereka membeli dari wilayah daratan bagi dengan harga sangat mahal. “Kalau di sini (daratan, red) bisa dibeli Rp5 ribu 1 kubik air (1.000 liter air), tapi kalau di sana harganya Rp125 ribu,” ungkapnya.
Yang menjadi kendala utama di destinasi wisata itu, sarana prasarana air bersih yang belum ada.
Selaku DPRD yang berasal dari desa itu pun mengaku sering kali menyuarakan kebutuhan dasar warganya agar ditangani Pemkab. Namun hingga mau berakhir jabatan pimpinan daerah, sarana air bersih tak kunjung direalisasikan.
Sementara kalau dirinya dari sisi program aspirasi, kalau dialokasikan untuk pipa air bersih melalui bawah laut tentu dirasa tak mencukupi mengingat anggaran yang diperlukan sangat besar, kisaran Rp2-3 miliar. “Saya mau lewat program aspirasi, tapi untuk pemasangan pipa bawah laut tinggi, Sehingga pemerintah yang mampu, kalau ndak ya investor,” tegas dia.
Pihaknya menyorot kebijkan anggaran Pemda selama ini yang tak prioritaskan air bersih ke ribuan penduduk di wilayah itu. Padahal air bersih sangat mendesak bagi 1470 jiwa lebih warga di sana. “Padahal ini kebutuhan dasar warga, dan ini sangat mendukung stimulasi orang berinvestasi,” ujarnya. (her)