NTB dikenal sebagai daerah yang mengirim sapi ke daerah lain di Indonesia. Bahkan, saat Hari Raya Idul Adha, sapi asal NTB banyak dibawa ke Jakarta, Depok, Bogor, Tangerang dan Bekasi untuk dijual sebagai hewan kurban. Meski demikian, pengelola Rumah Potong Hewan (RPH) Banyumulek PT. Atra Begawan Nusantara (ABN) menilai sapi asal NTB masih belum mampu kebutuhan operasional, sehingga harus mendatangkan sapi dari luar.
“Sapi kita (NTB, red) kecil-kecil. Di bawah tiga kuintal berat sapi kita. Kalau berat sapi di bawah tiga kuintal, rendemennya rendah, jagalnya rugi gitu. Kemudian, ABN akan mengirim sekitar 500 ekor tahap pertama ke NTB. Ini untuk kebutuhan RPH Banyumulek,” ujar Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakeswan) Provinsi NTB Muhammad Riadi, akhir pekan kemarin.
Dalam memenuhi operasional RPH Banyumulek, mantan Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan NTB Provinsi NTB menyarankan agar PT. ABN agar langsung mengimpor dari Australia ke NTB, sehingga mereka bisa memotong 50 ekor per hari. Sapi yang didatangkan ini adalah jenis Brahman Cross, karena semakin berat sapi yang dipotong akan memberikan keuntungan bagi jagal atau pengusaha daging sapi. Sementara kalau beratnya seukuran sapi Bali yang ada sekarang ini, tidak akan memberikan keuntungan bagi pejagal
“Kalau kocet-kocet, ndarak upak jagal. Tolang doang (kalau kecil-kecil, tidak ada upah jagal, tulangnya doang),” selorohnya.
Diakuinya kebutuhan RPH yang dikelola Atra Begawan Nusantara ini cukup besar mengenai ekor sapi. Hanya saja sapi yang ada di NTB masih belum memenuhi kebutuhan RPH, sehingga harus mendatangkan sapi dari luar daerah dengan ukuran dan berat yang lebih dari ukuran sapi lokal. Jika 500 ekor sapi telah datang dari luar daerah ini diharapkan bisa memenuhi kebutuhan pasar daging sapi di NTB dan untuk kebutuhan pasar Bali dan Jakarta
“Yang kami dorong itu adalah main di breeding. Kalau dia datangkan sapi indukan dari Australia untuk kemudian di-breeding. Untuk kemudian anak-anak sapi itu yang kita sambungkan dengan peternak kita. Kita pelihara, itu yang nanti sekaligus offtaker-nya. Begitu sapinya besar dan gemuk, nanti dibeli sama ABN. Nanti peternak yang kita suruh gemukkan. Karena mereka butuhnya sapi yang besar-besar,” terangnya.
Sementara sapi yang dipotong di RPH Banyumulek selama ini, ungkapnya, didatangkan dari NTT, dia beli sapi limosin yang besar-besar. Cuma harga limosin di NTB masih terlalu tinggi, petani NTB maunya menjual Rp50.000 per kilogram berat hidup. Sementara dari hitung-hitungan pengusaha, baru dapat keuntungan di harga Rp45 000.
“Selisihnya lima ribu, kali lima ribu, kali sekian, kan besar keuntungannya. Itu akhirnya, mereka mendatangkan sapi dari luar. Itu harapan kita nanti, peternak terutama anak-anak muda mau memelihara hasil breeding ini. Tiga kelompok saya dorong, kalau kita punya bakalannya baru kita sambungkan fasilitas KUR. KUR kan sekarang Rp50 sampai Rp500 juta,” terangnya. (ham)