Mataram (Suara NTB) – Sri Suzanna mantan Kepala Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan (Koperindag) selaku terdakwa di kasus dugaan korupsi pengadaan alat metrologi dan sarana prasarana di Kabupaten Dompu tahun 2018. “Surat keputusan tentang penetapan Muhammad Gufran selaku PPHP saya tidak pernah tanda tangani. Karena SK itu sudah terbit sebelum saya menjabat,” kata Sri Suzanna menyangkal kesaksian dari Muhammad Gufran, Jumat, 15 September 2023.
Dia turut menyangkal terkait kehadirannya selaku pengguna anggaran saat proses pemeriksaan barang pada proses penerimaan dari pihak rekanan yang juga menjadi terdakwa di kasus tersebut. “Saya tidak ikut di proses pemeriksaan barang. Karena pada saat itu saya berada didalam ruang kerja,” sebutnya.
Pada saat penerimaan barang, dirinya juga mengaku tidak mengetahui adanya barang yang datang terlambat. Dirinya baru mengetahui barang itu tidak lengkap, setelah dari PPHP melaporkan hal tersebut. “Karena ada barang yang belum lengkap, saya langsung menelpon ke distributor. Hasil pengakuan distributor barang datang terlambat karena kesalahan alamat,” akunya.
Menanggapi tanggapan dari terdakwa Muhammad Gufran selaku ketua Pejabat Pemeriksa Hasil Pekerjaan (PPHP) di pengadaan alat metrologi dan sarana prasarana lainnya, mengaku tetap pada keterangan yang diberikan. “Saya tetap pada keterangan saya,” tegasnya.
Muhammad Gufran dalam kesaksiannya, mengakui bahwa masih ada barang yang belum lengkap saat proses terima barang dari pelaksana. Namun dia tetap menyatakan lengkap karena ada pernyataan kesanggupan dari kepala dinas. Alasan Gufran menyebutkan bahwa barang tersebut lengkap untuk mengejar waktu pencarian anggaran. Sebab jika lewat dari tanggal 15 Desember tahun 2018 maka pengadaan alat metrologi senilai Rp1,42 miliar tersebut tidak terbayar.
“Iya, yang di tanggal 12 Desember itu kita tanda tangan surat pernyataan lengkap untuk mengejar waktu pencarian anggaran. Jika lewat dari tanggal 15 Desember, barang itu tidak akan terbayar,” jelasnya. Sementara terkait SK pengangkatannya sebagai PPHP dirinya mengaku tidak ada pembicaraan sebelumnya. Karena pada saat masuk kerja, SK itu sudah berada di atas meja dan itu adalah perintah.
“Saya tidak pernah dipanggil untuk dikonfirmasi kesediaannya selaku PPHP karena SK itu sudah ada diatas meja kerja. Saya juga tidak bisa mengelak karena itu sifatnya perintah,” tukasnya. Untuk diketahui pengusutan terhadap perkara ini dilakukan, setelah penyidik menemukan indikasi perbuatan pidana. Hal itu berkaitan dengan adanya pembelian barang yang tidak sesuai spesifikasi pengadaan.
Penyidik kemudian menetapkan tiga orang tersangka di kasus tersebut yakni Hj. Sri Suzanna selaku Kepala Dinas Koperindag, H. Iskandar selaku pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK) dan pelaksana proyek Yandrik. Pengadaan dari proyek tersebut dikerjakan perusahaan CV FA yang beralamat di Kelurahan Potu, Kabupaten Dompu. Di tahap penyelidikan, pihak pelaksana proyek melakukan pemulihan kerugian negara sesuai LHP Inspektorat Dompu.
Berdasarkan data dari laman resmi LPSE Kabupaten Dompu, anggaran pengadaan alat metrologi dan sarana prasarana lainnya ini masuk dalam proyek di tahun 2018. Pekerjaan proyek ini menelan anggaran sedikitnya Rp1,42 miliar yang bersumber dari APBD Dompu. (ils)