Tanjung (Suara NTB) – Penertiban Alat Peraga Sosialisasi (APS) bacaleg oleh Satpol PP di Kabupaten Lombok Utara (KLU) dinilai membabi buta. Selain karena tidak menyentuh semua APS, penertiban di wilayah privat dianggap kontroversi.
“Tidak boleh alasan berkeadilan lalu (penertiban) membabi buta. Apakah baliho saya berada di kawasan fasilitas umum, sehingga itu dibongkar,” tanya Bacaleg Demokrat, Ardianto, SH., Kamis, 14 September 2023.
Politisi senior Lombok Utara yang pernah 2 periode menjabat Pimpinan Komisi I DPRD KLU ini merujuk pada salah satu baliho miliknya yang ditertibkan personel Satpol PP belum lama ini. Baliho tersebut dipasang di bagian dalam pagar rumah salah seorang warga di Desa Sokong, Kecamatan Tanjung.
Ardianto lantas membandingkan baliho miliknya dengan banyaknya baliho bacaleg lain yang masih berdiri tegak di seputaran jembatan Sokong. Bahkan sejumlah baliho di depan Tempat Pemakaman Umum (TPU) juga tidak dibongkar. “Kenapa di sekitar jembatan Sokong bahkan di depan kuburan tidak dibongkar semua,” tanyanya.
Menyikapi banyaknya penertiban APS yang menuari kritik kepada OPD Pemda, Komisioner Bidang HP2H Bawaslu Lombok Utara, Ria Sukandi, menyatakan sosialisasi Bacaleg melalui alat peraga dibolehkan sesuai PKPU 15/2023. Namun demikian, Bawaslu KLU telah mengeluarkan imbauan agar bacaleg tidak mencitrakan diri pada alat peraga, mengingat KPU Lombok Utara belum melaksanakan pleno penetapan Calon Tetap (DCT).
“Dari yang sudah kita lihat, ada bacaleg yang menampilkan nomor urut. Terjemahannya tentu bacaleg tersebut mendahului keputusan KPU,” katanya.
Lebih lanjut, Ria Sukandi meminta agar dalam pelaksanaan sosialisasi berjalan aman dan lancar, penting bagi masing-masing Parpol peserta pemilu bersurat ke KPU dan ditembuskan ke Bawaslu, perihal pemasangan APS. Lebih penting lagi, pada instrumen APS yang dipasang tidak melanggar ketentuan Pasal 79, PKPU 15/2023. Sebab pada setiap pelanggaran APS Bacaleg, Bacaleg belum bisa bertindak selaku subyek penertiban lantaran belum masuk tahapan. Namun Bawaslu sedini mungkin akan mencegah potensi pelanggaran yang bersifat massif dengan mengandalkan instrumen Pemda, yakni Sat Pol PP.
Bawaslu juga mengamati adanya perbedaan pendekatan penertiban APS antara regulasi Perda dan PKPU. Dimana, apabila pendekatan Perda Penyelenggaraan Ketertiban Umum yang digunakan Satpol PP, maka penertiban bisa menyentuh seluruh APS kecuali APS yang terpasang pada media reklame milik pemerintah daerah.
“Kita berharap ada penyaman persepsi antara regulasi KPU dengan Perda, sehingga pesta demokrasi tidak diwarnai oleh pandangan ketidaksepahaman aturan,” tandasnya. (ari)