Tanjung (Suara NTB) – Petani di Desa Gondang, kecamatan Gangga, yang tergabung dalam Petani P3A Pelopor, mengeluhkan keberadaan Helipad (Landasan Helikopter) yang dibangun oleh oknum perusahaan di wilayah desa itu. Petani di sekitar lokasi itu bahkan sudah mendapatkan dampak buruk dari aktivitas mendarat dan landas helikopter yang berulangkali di kawasan tersebut.
Pengurus P3A Pelopor Desa Gondang, Rusmaidi, kepada Suara NTB, Rabu ,13 September 2023 mengatakan, helikopter yang lepas landas dan mendarat di helipad sudah cukup sering. Meski tidak menghitung jumlah persis, namun diperkirakan 10 kali atau lebih.
“Yang paling parah, saat padi akan dipanen musim tanam kemarin. Padi yang menguning banyak yang tertidur, bulirnya sampai rontok karena kencangnya tiupan baling-baling helikopter,” ujarnya.
Kendati akibat kejadian itu, pihak perusahaan memberi kompensasi, namun petani menganggap nilai kompensasinya masih sangat rendah. Setiap 3 orang petani, perusahaan hanya memberikan Rp 1 juta, atau Rp 300-an ribu per orang. Petani bahkan meminta, untuk ke depannya, perusahaan bisa berkompromi dengan petani. Mobilitas helikopter di sekitar lahan pertanian produktif agar ditiadakan.
“Sekali mendarat atau lepas landas, tanaman yang ada di radius 50 meter keliling di sekitar Helipad otomatis terkena dampak. Jadi aktivitas itu mengancam keberlangsungan pertanian anggota P3A di Desa Gondang,” cetusnya.
Hal lain yang disorot Rusmaidi, aktivitas investasi yang banyak dilakukan di ruang pertanian produktif di Desa Gondang, dikhawatirkan akan berdampak terhadap saluran irigasi. Pihaknya khawatir, saluran irigasi yang mengarah ke sawah-sawah masyarakat akan tertutup akibat timbunan material maupun penataan fisik bangunan.
“Kami sudah sampaikan ke perusahaan, jangan sampai irigasi kami tersumbat karena dampaknya sangat besar bagi petani,” imbuhnya.
Terpisah, Sekretaris Dinas Penanaman Modal, PTSP dan Tenaga Kerja Kabupaten Lombok Utara, Erwin Rahadi, yang dikonfirmasi terkait keluhan tersebut mengaku sudah menerima aduan petani melalui e-lapor. Dinas dalam hal ini, mendapat informasi keberadaan Helipad dari Kepala Desa Gondang, Supriadi.
“Kades melapor melalui WhatsApp, dan beliau juga mempertanyakan siapa yang punya kegiatan, karena sejauh ini Desa tidak menerima koordinasi atau sekadar permakluman,” ungkap Erwin.
Aduan tersebut sambung dia, selanjutnya akan dihubungkan atau diperiksa pada sistem OSS. Sebagai sebuah usaha besar, keberadaan Helipad idealnya akan tercantum atas nama pemohon investasi, nama perusahaan maupun keterangan informasi lainnya.
“Sejauh yang kita ketahui, terkait Helipad akan kita tindaklanjuti. Jika memang belum berizin, akan segera kita tindak melibatkan Tim Penertiban,” tegas Erwin.
Dia menambahkan, pihaknya sudah mengantongi perusahaan yang beraktivitas di area yang dikeluhkan petani. Kendati diakuinya, izin PBG-nya sudah ada, namun izin yang dipegang itu mengarah pada fisik hotel. Sedangkan kegiatan tambahan berupa restoran, angkutan helikopter, belum terlapor.
“Sebagai kegiatan pendukung investasi, keberadaan Helipad wajib dilaporkan. Kita akan lihat di RDTR Kota Tanjung (dari Desa Medana – desa Segara Katon), ada tidak space atau pola ruang untuk helipad. Kalau tidak ada, maka sarana itu tidak diperbolehkan apalagi beroperasi.”
“Kedua dalam persetujuan pengelolaan lingkungan, apakah bentuknya UPL/UKL, SPPL atau AMDAL, seperti apa dampak helipad, harus ada. Masyarakat Petani juga tidak boleh dirugikan akibat adanya investasi,” tandas Erwin. (ari)